Chapter 2: Dua jiwa

21 1 0
                                    

Berita tentang pembantaian negri kecil telah meluas keseluruh dunia. Di televisi, berita tersebut ditayangkan selama hampir seminggu penuh. Tapi belum ada penanganan khusus dari pihak dunia untuk mencegah hal ini terjadi kembali. Syza Axeria Scythemore adalah seorang remaja yang tertarik dan mulai mejerumuskan dirinya dengan hal-hal seperti ini. Ayahnya adalah seorang pengamat politik dunia dan ibunya masuk ke dalam tim yang mengurus tentang perlindungan Hak Asasi Manusia. Meski diumurnya yang masih muda ia mulai mengerti tentang berbagai pandangan dunia dalam hal seperti ini. 

"Dasar para pemerintah bodoh," gerutunya melempar remote yang sedang di pegangnya. 


"Syza! Ayo turun waktunya makan!" suara ibu Syza memanggil dari tangga. 


"Iya!" seru Syza memakai blazer sekolahnya. Ia mengambil tasnya dan mengikat rambut panjangnya. Dengan setengah berlari Syza menghampiri ibunya. Diruang makan ibunya sedang mondar-mandir menyiapkan sarapan sambil memegang telepon di tangan kirinya. Sementara ayahnya bergelut dengan dokumen-dokumen. 


"Ini sarapanmu, cepat makan dan pergi sekolah," ibunya pun pergi dari ruang makan menuju ruang tamu. Syza sudah biasa sarapan sendiri setiap pagi.



Semenjak pemerintah mulai berniat membinasakan rakyat pinggiran dan ras tertentu, ibu dan ayahnya selalu sibuk menentang hal tersebut. Mereka harus bejuang mati-matian agar pemerintah menghentikan pekerjaan tersebut. 

Syza pun ikut mendukung melalui media elektronik. Ia membuat sebuah situs yang mendukung penghentian pembinasaan manusia tersebut. Hingga kini kerja kerasnya membuahkan hasil dengan 15 juta orang yang sudah mengikuti situsnya.



Setelah menyelesaikan sarapannya, Syza pergi ke belakang rumahnya mengambil sepeda. Ia bukan anak yang suka pergi dengan kendaraan bermotor, ia lebih suka menaiki sepedanya atau berjalan kaki. Syza bersekolah di sekolah elit yang tak begitu jauh dari rumahnya. Disekolahnya Syza diajarkan cara untuk membunuh dengan maksud perlindungan diri. Karena 80% penghuni sekolah itu adalah kelompok anti pemerintah, pihak sekolah pun melakukan antisipasi. 



Sesampainya di sekolah Syza meletakkan sepedanya di parkiran dan segera menuju ruang kelas. Ialah murid yang pertama sampai dan selalu seperti itu, pagi ini angin berhembus dengan kencang. Tidak seperti biasanya diawal musim dingin angin berhembus sekencang ini. Syza menutup jendela kelas karena hawa dingin mulai menyelimuti ruangan tersebut. Ia pun duduk di bangkunya dan mulai membaca koran pagi. 


"Tidak ada yang menarik," gerutunya menutup koran tersebut. Syza pun mengalihkan pandangannya keluar jendela. Dari kelasnya ia bisa melihat seorang anak berambut biru diujung jalan. Anak itu nampak kebingungan harus pergi kemana. Tiba-tiba anak itu berlari menjauh ke ujung jalan. Entah kenapaanak berambut biru itu menarik perhatian Syza. Benar saja karena tak lama setelahnya ada beberapa tentara yang juga nampak kebingungan. 


"Sepertinya akan ada berita menarik," kata Syza dalam hati sambil tersenyum

senang. 



Seusai sekolah Syza mengambil sepedanya dan bergegas pulang ke rumah. Ia bukanlah anak yang akan membuang-buang waktunya disekolah hanya untuk sekedar mengobrol atau bermain. Sekitar 200 meter dari rumahnya seorang anak berlari dari gang ketika Syza dalam kecepatan cukup tinggi. Dengan panik Syza menarik rem sepedanya namun tabrakan tak dapat terhindarkan. Syza terlempar cukup jauh dari sepedanya, untungnya dia memakai alat pelindung. 

The Blue Slayer BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang