Killing Me Softly

43.2K 1.8K 108
                                    

”Kau marah padaku?” wajah cantik gadis itu menoleh kepadanya yang tengah mengemudikan mobil.

Oh, aku memang sangat marah! Aku marah pada laki-laki botak itu, pada temanmu si tuan sempurna itu, dan padamu! Kau...kau telah mengecewakanku. Bukankah sebelum pergi aku sudah memintamu untuk menungguku? Tapi, kenapa kau tidak melakukannya? Apa sebegitu sulitnya untuk menunggu? Kenapa kau begitu mudahnya pergi bersama pria lain ketika aku tidak ada?!Dan pada akhirnya kau hanya mendatangkan kesulitan bagi dirimu sendiri, yang berarti kesulitan juga bagiku...

Dia memutuskan untuk tidak mengeluarkan sepatah katapun kalau tidak ingin mengatakan sesuatu yang di luar kendalinya. Dia takut akan melukai gadis ini, walaupun dia benar-benar kecewa padanya. Sebagai gantinya, dia menggertakkan gigi kuat-kuat dan berharap itu mampu mencegahnya untuk bicara.

”Tolong, jangan diam saja seperti itu. Aku tahu...aku, aku memang salah, tapi...” wajah itu tertunduk, tak mampu menyelesaikan kalimatnya.

Dia hanya mendengus kesal sebagai jawaban. Wajah tampannya mengeras membuat Diandra nyaris mengira dia tengah menggigit lidahnya. Sepanjang perjalanan menuju mobil dari dalam diskotik, tidak sekalipun tangannya melepaskan tangan gadis itu. Begitu juga sekarang ketika mereka sudah sampai di kompleks. Tangannya langsung menyambar apa yang dari tadi digenggamnya begitu Diandra membuka pintu mobil, seolah-olah dia tidak ingin gadis ini lepas lagi darinya. Dan dia bersyukur gadis itu tidak sekalipun melakukan usaha untuk itu, walaupun terselip sedikit rasa heran dalam hatinya.

”Masuk,” perintahnya datar pada gadis itu ketika pintu flat membuka.

”Nate, aku...”

”Kau mau bilang maaf? Oh, sudahlah, Nona,” Jonathan memutar kedua bola matanya ke atas dengan tidak sabaran. ”Seharusnya kau minta maaf pada dirimu sendiri karena membiarkan hatimu terjebak hasrat untuk pergi bersenang-senang bersama temanmu yang...yang diam-diam naksir padamu itu dan...dan...akhirnya membuatmu nyaris dicabuli si botak berwajah mesum! Semua karena keegoisanmu!” semburnya lagi terbata-bata dengan penuh emosi.

Diandra terbelalak mendengar Jonathan berbicara seperti itu setelah sepanjang waktu laki-laki itu diam saja. Apa maksudnya? Kenapa dia bicara seperti itu? Tiba-tiba amarahnya menggelegak. Laki-laki ini sudah terlalu jauh mencampuri kehidupannya!

“Hei, dengar. Aku memang salah dan aku benar-benar minta maaf. Tapi aku rasa kau juga tidak berhak mengatur hidupku. Aku berhak untuk pergi kemana saja dengan siapa saja yang aku suka. Kau bukan siapa-siapa bagiku,” sergah Diandra mulai meradang.

Jonathan menatapnya sinis. ”Oh ya? Lalu dimana ’siapa saja yang aku suka’ itu saat kau sedang berada dalam kesulitan seperti tadi? Apa dia kira-kira akan bertanggung jawab kalau kau sampai dibawa kabur oleh laki-laki itu dan kemudian berakhir di pagi hari di sebuah hotel murah tanpa berpakaian? Atau memang kau...” dia menghentikan ucapannya sejenak lalu memandang Diandra dengan menilai, ”Sudah terbiasa dengan hal-hal semacam itu, jika dilihat dari caramu berpakaian malam ini. Kau mungkin saja memang berniat mencari perhatian agar semua mata laki-laki selalu tertuju padamu,” ujarnya lagi, masih tetap memandangi sekujur tubuh Diandra yang memang hanya mengenakan hot pants dan tank top.

Sialan, kenapa dia benar-benar terlihat benar-benar cantik di mataku! Demi Tuhan, Nate, pada saat-saat sekarang ini! KAU GILA! Batinnya berteriak frustrasi.

PLAK!

Tanpa bisa ditahan, tangan Diandra mendarat dengan mulus di pipinya.

”Kau...” Jonathan terkesiap, antara terkejut dan tak percaya. Pipinya berdenyut-denyut dan terasa panas karena perih sekaligus terhina. Namun, seketika dia menyesali kata-katanya tadi. Dia tahu dia sudah sangat keterlaluan. Tapi, sudah terlambat. Gadis ini sudah telanjur sakit hati padanya. Salah Jonathan sendiri tidak bisa menahan emosinya. Inilah yang dia takutkan sejak tadi.

Merlion, I'm in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang