05 : Penyerangan Maudy Caroline

40.2K 2.1K 80
                                    

A/N: selamat malam! halo semuaa! apa kabar? baik? aku lagi bahagiaaa! hahahaha. liat mulmed deh, ada Maudy hehehe. Yauda deh, moga gak makin aneh ni cerita.. heuheu. makasi yg masih setia baca! love youu :*

==========

“Haidar, sorry gue telat. Tadi Tasya rese’ banget soalnya.”

Zarra menyapa Haidar saat cowok itu terlihat tengah bersandar di salah satu pohon dekat gerbang Festival Summer Paradise. Wajah Haidar terangkat, menatap Zarra yang tengah mengatur napas.

“Nyantai aja kali,” Haidar tertawa melihat Zarra yang mengusap peluh. Setelah gadis itu berhasil menormalkan napas, Haidar menegakkan punggungnya lalu mengedikkan dagu ke segerombolan orang yang menuju pantai. “Masuk sekarang?”

Zarra mengangguk, dengan senyuman lebar mengikuti langkah Haidar. Setengah jam yang Haidar lalui untuk menunggu kedatangan Zarra terbayar sudah karena melihat kedatangan Zarra sore ini dengan balutan tunik babydoll yang menurutnya begitu manis.

Tangan Zarra masuk ke dalam tas kecil yang dibawanya dan mengambil dua lembar tiket sebelum menyerahkannya kepada petugas. Setelah mendapatkan gelang cantik yang melingkar di tangan keduanya, mereka baru boleh memasuki area festival.

“Gelangnya keren,” gumam Zarra.

Haidar lantas menoleh, memperhatikan Zarra yang tengah memainkan gelang dengan dua tali berwarna pastel yang berbeda. Warna merah muda yang disilangkan dengan cokelat cream melilit menjadi satu kesatuan, berujung dengan hiasan bunga white-camellia.

“Punya gue lebih keren.”

Warna gelang yang dikenakan Haidar dan Zarra berbeda. Jika gadis memakai warna pastel, maka para pemuda memakai gelang dengan perpaduan antara warna hitam dan biru, tanpa hiasan bunga.

“Iyain aja deh biar seneng,” Zarra ikut menarik bibirnya ke atas saat melihat Haidar yang mengembangkan senyum tulus.

Hari ini merupakan hari ketiga setelah kematian ibu Haidar. Namun Haidar sama sekali tidak menampakkan ekspresi kesedihan. Membuat Zarra sedikit khawatir akan keadaannya.

Apa cowok ini menangis saat malam hari? Karena saat pemakaman, Zarra tidak melihat Haidar menangis.

Rasanya Zarra ingin sekali menjadi tempat menumpahkan emosi Haidar. Meski Haidar tidak memperlihatkannya, Zarra bisa tau dari gerak-gerik cowok itu yang tanpa sadar selalu diperhatikannya.

“Tau gak kenapa festival ini diadakan tiap tahun, di pantai yang sama, dan tanggal yang sama?”

Zarra menggeleng, lalu mengambil permen kapas yang disodorkan Haidar.

“Lo liat rumah mewah di sana, kan?” tanya Haidar sambil menunjuk suatu arah.

Pandangan Zarra otomatis mengikuti jemari Haidar, di mana terdapat rumah tradisional jepang yang sangat indah.

“Iya, gue liat,” gumam Zarra diantara kunyahan. “Rumahnya keren banget.”

“Jadi, pemilik rumah yang dulu punya istri yang suka banget sama musim panas di jepang, negara asal mereka. Suatu ketika, si istri sakit parah dan meninggal. Sebelum sakit, sang istri pengen banget balik ke jepang, menikmati festival musim panas di sana. Tapi gak terkabul karena sang istri udah meninggal duluan.

“Demi mengenang kepergian istrinya, sang suami membuat Festival Summer Paradise. Sebelum sang suami meninggal, dia berpesan agar anak-cucunya untuk selalu mengadakan festival ini tiap tahun.”

“Repot banget, ya,” celetuk Zarra setelah Haidar berhenti bercerita.

“Yah, namanya juga pesan dari buyut. Mungkin juga udah jadi tradisi keluarga mereka.”

FL • 2 [Armonía]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang