Qiana berdiri dibalik jendela. Ia menatap hujan yang telah menyapa kota samarinda sejak satu jam yang lalu. Bibir Qiana membentuk garis lengkung dan menengadahkan kedua tangannya. Dengan lirih wanita itu berdo'a :
"Allahumma shoyyiban naafi'aa" ( Ya Allah, turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat ).
Ya Qiana membaca do'a yang biasa dibacakan ketika hujan, yang selalu mengingatkan dirinya agar dengan turunnya hujan semakin membuatnya bersyukur. Tidak hanya do'a tersebut, setelahnya Qiana kembali memanjatkan do'a dari bibir tipisnya.
Ya Rabb
Bersama berkah hujan yang telah Kau curahkan
Mohon curahkanlah rasa cinta dalam hati hamba dan ka Aby
Curahkan berkah cintamu dalam hati kami
Agar kami dapat menjalin rumah tangga yang Engkau ridhoi
Rumah tangga yang akan membawa kami menuju surga-Mu
Aamiin . . .Setelahnya Qiana mengusap kedua telapak tangan kewajah putih bersih miliknya. Qiana tidak akan melewatkan momen berharga itu, karena ketika hujan turun adalah salah satu waktu mustajab untuk berdo’a, artinya do’a semakin mudah terkabulkan. Karenanya Qiana memohon kepada Rabb nya agar Sang Maha Cinta menumbuhkan benih-benih cinta dihati Qiana dan Aby, yang sebenarnya tanpa mereka sadari benih-benih cinta itu diam-diam telah bersemayam dihati mereka.
Qiana menjatuhkan dirinya disisi ranjang dan meraih mushaf kesayangannya guna melantunkan indahnya kalam Allah yang mampu membuat hati setiap hambanya merasa tenang. Baru saja Qiana akan melafaskan Asma Allah, indera pendengaran Qiana menangkap suara bel rumahnya.
Ting Tung
Qiana meletakkan kembali mushaf yang ia pegang diatas nakas dan bergegas menuruni tangga. Ketidak adaan bik Asri memang membuat Qiana mengurus rumah besar itu dari hal kecil hingga yang besar, termasuk membukakan pintu jika ada yang bertamu. Qiana melakukan semua pekerjaan itu dengan senang hati karena baktinya kepada suami dan mengharapkan ridho dari Rabb nya.
Qiana membuka pintu dan seketika hawa dingin menyerbu tubuh rampingnya. Tidak ada orang disana, dengan celingukan Qiana menghapus hembusan angin yang menyapu kulitnya. Tangannya mengusap-ngusap kedua bahunya yang bergidik kedinginan. Qiana mengedarkan pandangannya keseluruh teras beserta halaman rumah, dan saat itu juga mata Qiana menangkap sebuah kotak yang diletakkan disudut dekat pintu.
Lagi-lagi Qiana menerima kotakan berisi hadiah yang dia yakini dari lelaki tampan berkaca mata bernama Fahri. Matanya menatap tak percaya kearah kotak tersebut. Haruskan dia mengambil kotakan itu ? Karena ini sudah kali ke 4 Qiana mendapatkannya. Mungkin karena Qiana tidak pernah mau menemui sosok pemberi hadiah, maka setiap hari lelaki itu masih setia membanjiri wanita pujaannya dengan hadiah-hadiah.
Ditangan Qiana sudah membawa kotak besar berwarna biru muda. Dibukanya kotakan itu yang ternyata berisi mukena mewah berwarna putih bersih lengkap dengan sejadahnya dan seperti biasa ada secarik surat diatas sana.
Cinta itu seperti angin
Kau tidak dapat melihatnya tapi
Kau dapat merasakannya
Seperti halnya diriku
Meskipun kamu tak mampu melihatnya
Tapi aku berharap kau mampu merasakan tulusnya cintaku padamuAku akan terus menunggumu diTranz Cafe jam 8 malam.
Salam : "Pemilik Hatimu"
Qiana yang sudah duduk disofa panjang meletakkan kasar kotak yang berada ditangannya. Haruskan malam ini dia menemui Fahri ? Qiana bertanya dalam diam. Entahlah, lagi-lagi Qiana bertanya dan menjawab pertanyaannya sendiri. Diraihnya kembali kotak itu dan dibawanya kedalam kamar untuk disimpan, karena dia tidak ingin Aby mengetahui perihal kotak tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pemilik Hati Qiana
RomanceQiana adalah wanita yang sudah siap untuk menjalankan sunah Rasulullah & menjalankan ibadah terpanjang yang memberi banyak pahala, tapi kesiapannya itu tak kunjung menerima setiap lamaran yang ditujukan pada dirinya. Beberapa lamaran telah dia tolak...