Bagian 2

8 1 0
                                    

Awal Maret 2003, hari wisuda. Akhirnya selesailah sudah tugasku di banua orang. Saatnya aku pulang bersama orang tua tercinta. Semua barang milikku yang ada di kos pun sudah dikemas dan dikirim melalui pos. Sementara, aku dan orang tua pulang ke Samarinda menggunakan bus.

Selama perjalanan Banjarmasin-Samarinda yang memerlukan waktu 17 jam tersebut, aku duduk bersebelahan dengan mama. Tak ada sedikitpun mama mengungkit pembicaraan tentang lamaran lelaki tersebut. Aku pun tak berani memulainya. Di keluargaku, mama lah yang menentukan keputusan apapun.

Aku coba menyelami hati mama. Semua orang tua pastilah menginginkan kebahagiaan bagi anaknya. Meskipun standar-standar kebahagiaan itu masih sering diukur dengan kasat mata. Tak ayal, pastilah kekhawatiran itu bergelayut dalam benak wanita yang paling aku cintai itu.
Yang datang melamar adalah seorang muallaf yang seluruh keluarganya masih non muslim. Yang hanya seorang guru honor dengan gaji tak menentu. Sebulan cuma bergaji 300.000, bagaimana bisa cukup? Demi damainya suasana rumah, akupun tak terlalu memperjuangkan lelaki tersebut.
-----------------
Juni 2003, sebuah telepon dari lelaki tersebut ke rumah ku. Interlokal, pasti mahal biayanya. Hanya sekedar menyampaikan bahwa beliau sedang ada di Samarinda, di dekat rumahku. Dan menyampaikan bahwa ba'da maghrib mau ke rumah ku.
Deg. Serius rupanya lelaki ini.

Tibalah waktu ba'da maghrib itu. Kembali beliau bertemu kedua orangtuaku. Kembali mengutarakan niat baiknya.
Dan mama pun menjawab:
"tunggu Ita kerja dulu. Kami mau kamu pun kerja di Samarinda atau di Kaltim"
Padahal saat itu aku sudah bekerja, meskipun hanya guru private matematika.
Menunjukkan keseriusan niatnya, lelaki ini pun pergi ke Bontang karena mendengar ada lowongan penerimaan guru matematika di SMA YPT Bontang. Namun ternyata memang belum rezeki beliau di sana.
--------------------
Beliau pun kembali ke Banjarmasin

Napak Tilas Sang Pejuang CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang