"Hentikan permainan detektif konyolmu! Kau mencurigai kami? Teman macam apa kau ini. Bisa saja mereka memang mati dibunuh, tetapi bukan berarti kita pelakunya!" Dito berapi-api.
"Kau pikir mereka dibunuh oleh Jack the Ripper?! Jangan konyol! Hanya ada kita di sini. Tidak mungkin orang lain yang melakukannya!"
Rendi mulai memanas. Kami hanya terdiam menyaksikan perdebatan mereka, Sisca bersama Hannah duduk di tanah.
"Lalu siapa pembunuhnya? Kau tidak punya bukti, siapa di antara kami bertiga pelakunya!? Mungkin Dito, karena dia paling terakhir kembali berkumpul," Ari mulai tersulut emosi lalu melemparkan tuduhan kepada Dito.
"Yang benar saja! Kau menuduhku? Bisa saja kau pelakunya, atau Edward yang melakukannya!" Dito melakukan pembelaan.
"Bukan aku! Sepertinya Ari pelakunya!" Edward menjawab dengan ketus.
"Kalian berdua bersengkongkol memojokkanku, ya? Bedebah kalian!" Ari tidak terima.
Keributan makin memanas, semua itu terjadi semenjak aku menemukan kalung misterius. Kalung dengan kekuatan mistis di dalamnya. Entah—sulit dimengerti. Semua bermula ketika aku bertemu pria tua berkaki buntung. Petualangan menegangkan hampir membuatku kehilangan kewarasan.
***
"Siapa kau? Jawablah, Nona. Kenapa kau selalu datang dalam mimpiku!?"
Ada yang tidak beres ketika aku bangun dari tidur. Telinga berdengung, rasa dingin menyentuh kulit wajah, kepala terasa pengar. Ternyata aku terjatuh dari tempat tidur. Pantas saja dingin, karena jatuhnya tengkurap di lantai. Masih pukul 04.46, aku duduk bersandar di tepi dipan. Hanya mimpi, sungguh mimpi yang aneh—mimpi di dalam mimpi.
Samar-samar terdengar nyanyian burung yang menggelitik lubang telinga. Mentari makin meninggi, suasana pagi seperti berada di tengah hutan, udara dingin menembus pori-pori kulit. Musim kemarau memang berhawa sangat dingin, aku membatin.
"Ah! Putus lagi! Apes sekali hari ini," umpat Andre dari depan kamar kos.
"Ada masalah apa?"
"Senar gitarku putus. Belum ada satu minggu aku memasangnya." Andre masuk dan meletakkan gitarnya di lantai, ia lalu duduk di depan televisi bersamaku. "Sungguh menyebalkan!"
"Kukira kau putus dengan pacarmu."
"Huh? Kau meledekku? Kau tahu, kan? Kalau aku ini jomlo."
Aku terkekeh mendengar Andre menggerutu. "Kasihan sekali. Sama—aku juga jomlo!"
"Sesama jomlo tidak usah meledek!"
"Hidup jomlo!" aku mengepalkan tangan.
"Bangga sekali jadi jomlo." Andre memicingkan mata, tubuhnya jangkung dengan tahi lalat besar di pipi. Ia merebut toples berisi keripik kentang dari pangkuanku.
"Lihatlah. Acaranya bagus." Aku memberitahu Andre acara televisi yang sedang membahas mesin waktu. "Seorang pria tua mengaku datang dari masa depan—tahun 2062. Dia mengatakan jika tidak berbohong."
Andre memperhatikan sejenak, ia memiringkan kepala. "Omong kosong! Mungkin dia hanya ingin mencari sensasi," celetuknya.
Sudah pasti Andre tidak akan percaya. Dia selalu berpikir logis serta mengabaikan semua hal yang tidak bisa dibuktikan kebenarannya. Andre mengambil jurusan fisika di kampus. Meski begitu, harusnya dia punya sedikit rasa penasaran terhadap mesin waktu. Dia tentu mempelajari teori relativitas, tekanan, waktu, ruang dan lainnya, kan?
Namaku Baron, mahasiswa semester tiga jurusan manajemen di universitas swasta di Purworejo. Aku lahir di Bandung, tetapi sejak SMP pindah ke Purworejo dan tinggal bersama pamanku. Semenjak kuliah aku memutuskan mencari tempat kos yang lebih dekat dengan kampus. Sepertinya ini lebih baik daripada selalu merepotkan paman. Sekarang tahun 2030, teknologi makin maju, super komputer lebih sering digunakan daripada otak kita, zaman di mana dunia dikendalikan oleh mesin dan benda canggih lainnya.
Sudah lebih dari sepuluh menit Andre masih berkutat dengan senar gitarnya yang putus. Lebih baik kubiarkan saja dirinya. Aku berangkat ke kampus naik sepeda, karena memang jaraknya hanya lima ratus meter dari tempat kos. Udaranya dingin, untung saja tubuh ini sudah dilapisi jaket.
Perkuliahan akan dimulai tiga puluh menit lagi. Kebetulan aku belum sarapan, maklum anak kos. Masih ada waktu sebelum perkuliahan dimulai, lebih baik pergi ke warung yang terletak di depan fakultas bersama Dito—teman satu kelasku. Aku duduk di dekat kulkas setelah membeli roti bungkus dan memesan teh hangat. Dito hanya memesan jus alpukat, katanya sudah sarapan.
"Hei! Kau percaya adanya time traveller?"
"Hmm...penjelajah waktu hanya ada di novel dan film," Dito menyahut.
Pria kurus itu memiliki rambut yang selalu acak-acakan. Benar juga kata Dito, meski sejak dulu selalu ada perdebatkan tentang mesin waktu serta orang-orang yang mengaku pernah menjelajah waktu. Mungkin itu hanya khayalan manusia belaka.
"Semalam aku bermimpi aneh, mimpi itu terlihat nyata." Wajahku mulai serius. Dito menyimak apa yang kukatakan.
"Mimpi aneh? Mungkin kau lupa kencing sebelum tidur, makanya bermimpi aneh." Dito terkekeh sambil mengaduk jusnya yang baru dia pesan.
"Aku serius! Mimpi itu terlihat sangat jelas dan nyata. Dalam mimpi, diriku sedang berada di kebun lalu tersengat lebah. Ketika terbangun, ternyata hanya mimpi. Setelah cuci muka, aku keluar untuk lari pagi. Tiba-tiba terdengar suara klakson, rupanya sebuah mobil melaju sangat kencang dan akan menabrakku. Namun ada yang menarikku dari belakang, rupanya dia seorang wanita cantik. Aku terbangun lagi, tetapi ada yang tidak beres ketika bangun untuk kedua kalinya itu. Telinga berdengung, rasa dingin menjalari kulit, kepala terasa berat seperti ditindih gandin raksasa. Ternyata aku terjatuh dari tempat tidur. Sangat aneh, bukan? Mimpi di dalam mimpi," aku berusaha meyakinkan Dito.
"Hah? Mimpi di dalam mimpi? Wanita cantik? Mungkin kau segera bertemu jodoh."
"Dasar! Sebelumnya juga pernah, wanita tersebut muncul di dalam mimpiku berkali-kali. Namun saat aku berteriak memanggilnya, dia menghilang atau aku sudah terbangun. Tanggung sekali—mimpi belum selesai sudah bangun."
"Hm. Kau pikir bisa mengatur mimpi? Ada-ada saja."
"Harusnya bisa. Fenomena lucide dream—kau tahu, kan? Katanya kita bisa menjelajah mimpi sesukanya."
"Kau terlalu banyak membaca cerita fiksi, deh!"
"Dunia fiksi lebih indah—sungguh."
"Aku tidak suka membaca. Omong-omong, tentang mimpi dalam mimpi. Mungkin akan terjadi sesuatu padamu, seperti sebuah lingkaran. Meski kau bangun berulang kali, rasanya akan seperti mimpi yang berputar selamanya," Dito memberitahuku.
"Dapat teori dari mana?"
"Entahlah. Hanya asal bicara," ucap Dito dengan nada datar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Alice Schyler (Kalung Antik Terkutuk)
Misterio / Suspenso[Diterbitkan oleh Guepedia] Gara-gara kalung antik yang terkutuk. Baron dan teman-temannya terlempar ke masa lalu. Anehnya kalung itu selalu membawa mereka ke tempat yang penuh dengan bencana. Mereka harus menghadapi tsunami Aceh, letusan Krakatau d...