28- Upacara

88 9 2
                                    

Upacara lagi, mentang-mentang lapangan basketnya udah jadi dikit-dikit upacara. Tapi kelihatannya ini ada banyak anak-anak OSIS yang baru dan yang lama membuat barisan sendiri mungkin mau serah-terima jabatan kali ya? Gue nggak tau.

Temen-temen gue udah heboh ngasih tau gue saat melihat Kang Daniel dibarisan depan. Gue cuma mengangguk kalem mencoba jaga image, karna kalo upacara pastinya banyak orang. Tapi akhirnya gue ambyar juga.

Gue udah nyuruh salah satu temen gue buat tukar tempat supaya gue bisa ngelihat Kang Daniel lebih jelas.

Saat barisan OSIS gladi bersih, gue langsung heboh karna Kang Daniel ada didepan. Gue langsung masang wajah kalem, tapi Sonia samping gue udah dorong-dorong sama gerakin kepala gue dengan paksa. Padahal gue mau kelihatan kalem depan Kang Daniel.

"Aduh Son, sakit tau!" gue mengaduh sambil memegangi kepala.

"Sok jaga image," sahut Sonia.

"Jangan kenceng-kenceng..." kata gue sedikit menoleh kebarisan OSIS. "...nanti Kang Daniel denger,"

"Halah,"


**

Upacara sudah dimulai, tapi yang ditunggu-tunggu belum juga mulai.

"Anak OSIS tuh ngapain sih?" bisik Avilla menunduk supaya tidak ketahuan guru.

"Mungkin serah terima jabatan, kayak di SMP gue dulu juga ada beginian." kata gue menjelaskan Avilla hanya manggut-manggut.

"Heh itu udah mulai jalan!" pekik Sonia tertahan sambil menunjuk kecil barisan anggota OSIS lama sudah mulai bergerak.

"Anjir anjir ini Kang Daniel mau kesini!" pekik gue udah mulai panik.

"Dia mau baris, bukan nyamperin lo!" kata Dinda bikin gue mengatupkan bibir.

"Ya kan nanti lewat samping gue, Din" jawab gue melihat kedepan lagi.

Sudah ada Ketua OSIS lama sedang berbicara didepan.

"Masya Allah," gue fokus kedepan nggak kedip sekalipun. "Kang Daniel kalo baris keren banget ya, Son?" tanya gue masih mandang depan.

"Lo Kang Daniel ngupil aja dibilang ganteng," celetuk Sonia tapi gue nggak menanggapi masih fokus depan.

"Lah tuh Kang Daniel ngapain maju kedepan?" tanya gue setengah berbisik menyenggol lengan Sonia.

"Ya mau pidato lah oon!" sahutnya dengan kesal.

"Oh gitu, tau gini gue daftar aja jadi OSIS. Biar deket gitu sama Kang Daniel," kata gue sudah mulai meracau tidak jelas.

"Muka kayak lo tuh nggak pantes jadi OSIS, pantesan jadi OB tau gak?" celetuk Dinda buat gue mendelik kesal walau akhirnya ketawa.

"Dulu disuruh daftar aja ogah-ogahan," kata Sonia mengingat dulu pas Riky bertanya siapa yang mau jadi OSIS gue malah kabur ke Kopsis sama Sonia nggak mau ditunjuk.

"Yang saya hormati bapak ibu guru dan teman-teman yang saya cintai..." sambutan Kang Daniel sebagai pembuka pidatonya.

"Aku juga cinta kamu mas!" tanpa sadar gue sudah setengah berteriak buat semua orang yang baris didekat kelas gue melirik bahkan Nica yang ada didepan barisan menoleh kebelakang.

Avilla tertawa, Sonia mengumpat kecil juga Dinda yang geleng-geleng kepala heran mendengar celetukan gue barusan. Beberapa orang juga tertawa.

Gue yang sadar jadi pusat perhatian langsung menundukkan kepala malu. Walau selanjutnya masih saja heboh dengan celetukan-celetukan receh.

Tawa gue langsung hilang saat tiba-tiba ada seseorang mendekat buat gue langsung menegak ngatupin bibir rapat tidak berani menoleh kebelakang.





"Ini daritadi berisik terus, dengarkan didepan kepala sekolah lagi menyampaikan pesan!"

Gue langsung meneguk ludah dan kembali menghadap depan dengan posisi tubuh yang tegap tidak berani menoleh, bahkan nafas pun gue tahan saking takutnya.

Setelah memastikan guru itu menjauh, gue langsung menghela nafas lega. Untungnya guru tadi tidak sampai mencubit gue seperti sekarang yang dilakukannya pada salah satu kakak kelas yang bergerak heboh disamping barisan kelas gue.

"Kenapa Fan?" tanya Sonia menahan tawa dengan Avilla.

"Udah tau dimarahin masih nanya lo! Udah diem, lo mau mati apa?"







**






10 OTKP 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang