kelakar senja

323 79 18
                                    

"Astaga, Bung! Yang benar saja! Kau beralih profesi menjadi penculik gadis cantik seperti dia? A-"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Astaga, Bung! Yang benar saja! Kau beralih profesi menjadi penculik gadis cantik seperti dia? A-"

"Bisa tolong tutup mulutmu, Tuan Angkasa terhormat?" Tatapan Sagara tertentang sinis, membuat Angkasa terkelu hingga tak berani melontarkan sepatah katapun.

Hingga detik berikutnya, Sagara kembali terfokus pada urusannya; memotret kedua pasangan yang nampak serasi itu untuk foto prewedding. Tentu saja ia sudah ahli, hasil fotonya pun sudah tidak diragukan lagi. Sagara cukup terkenal dalam kariernya.

Di sisi lain, Meara hanya terduduk di kursi yang disediakan di dalam tenda. Ia tertunduk, sibuk memainkan jemarinya. Hingga wajah cantiknya bersembunyi di balik rambut hitam legamnya yang terurai. Sesekali ia nampak memerhatikan Sagara yang sibuk berkutat dengan kameranya. Ia bimbang, tidak tahu harus melakukan hal apa di tempat yang untuk pertama kalinya ia datangi.

Meara mendengus kasar, meratapi betapa bodohnya dirinya. Untuk apa saat itu ia mau mengikuti pria aneh beridentitas Sagara itu? Lebih baik ia terlantar saja di tepi pantai, bahkan terbawa ombak pun tak apa.

"Permisi?"

Tiba-tiba saja, suara lembut khas seorang gadis menyadarkan Meara dari senyapnya. Meara mendongak, mendapati sesosok gadis yang tengah menatapnya ramah dan memberikan senyuman.

"I-iya?" Meara refleks berdiri, tersenyum kikuk dan menyelipkan beberapa helai rambutnya ke belakang telinga.

"Ah, jangan kaku begitu, dong," ia terkekeh hingga kedua matanya menyipit, "jangan berfikiran negatif, aku bukan orang jahat."

Tak lama setelah itu, gadis tersebut mengulurkan tangannya, membuat Meara refleks menaikkan alisnya dan berjalan mundur. "Eh?"

"Haish, aku bukan nenek sihir yang bakalan ngutuk kamu. Aku cuma mau ajak kamu kenalan," gadis itu menarik kembali uluran tangannya kecewa, namun senyuman manisnya itu yang tentunya tidak pudar, "namaku Ivanna."

Bae Joohyun as Ivanna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bae Joohyun as Ivanna

Usai mendengar namanya, Meara menangguk perlahan lalu turut tersenyum, "aku ... Meara."

Ivanna terkekeh pelan. "Meara?"

"Iya,"

"Halo, Meara." Ivanna melambaikan tangannya setelah mengetahui nama gadis kikuk di hadapannya itu. Ia kembali tertawa, entah untuk yang keberapa kalinya, namun perlu diakui bahwa Ivanna benar-benar gemas akan sikap Meara yang kikuk itu.

"Oh iya, ngomong-ngomong, aku juga seorang fotografer di sini. Tadi Angkasa cerita sekilas tentang kamu, makanya aku tertarik buat ajak kamu kenalan," ujar Ivanna, "aku perhatikan dari tadi kamu cuma nunduk dan diam aja, nggak ada niatan buat gabung sama mereka?" Ivanna mengalihkan pandangan dan menunjuk ke arah beberapa orang yang mungkin memiliki profesi yang sama.

"Aku juga nggak paham kenapa bisa ada di sini." Dengan bodohnya, Meara menggaruk kepalanya yang tak gatal itu, hingga Ivanna menatap Meara penuh tanya.

Ivanna tertawa terputus. "Kamu adiknya Angkasa? Atau ..."

"B-bukan, aku nggak ada sangkut paut apapun sama dia. Kita baru kenal tadi," jelasnya.

Ivanna menaikkan alisnya. Ada hening sejenak hingga yang kalimat ditunggu-tunggu terlontar juga. "Sagara yang bawa aku ke sini, kok."

"Untuk?"

"Ceritanya panjang."

• • •

"Aku ingin pulang!"

Sedari tadi, Meara terus-menerus merajuk tanpa kenal lelah kepada Sagara. Benar saja, lama kelamaan gadis itu akan segera bosan jika harus berlama-lama hidup di tempat pemotretan ini.

Memang, sih. Perlu Meara akui, tempat ini memang indah. Pemandangannya sejuk dikarenakan tumbuhan hijau yang masih segar. Namun, ayolah! Sejak pagi tadi hingga petang ini Sagara sibuk dengan pekerjaannya.

"Sagara! Aku ingin pulang! Gunakanlah telingamu dengan ba-"

"Memangnya mau pulang kemana?"

Hening. Meara bungkam. Ia baru ingat, kemarin sore ia benar-benar resmi menjadi gelandangan karena tak jadi mati, namun entah anugerah apa yang diturunkan oleh Tuhan hingga ia bertemu dengan penyelamat menyebalkan bernama Sagara.

"Yasudah, kalau mau jadi gelandangan, pergi saja," ujar Sagara dengan polosnya, matanya kembali terfokus pada lensa kamera.

"Kamu serius?" Meara melongo tak percaya. Ternyata, Sagara setega itu!

"Kamu tega ngebiarin gadis cantik kay-"

"Tunggu satu jam lagi, pekerjaan aku juga bakalan cepet selesai kalau kamu nggak banyak bicara," tukasnya.

Meara sontak melipat bibirnya ke dalam, ia bungkam. Baiklah, satu jam. Jangan salahkan dirinya sendiri bila ia mati kelaparan. Karena sejak tadi pagi ia tak mengkonsumsi apapun. Sekali lagi, Sagara memang setega itu.

"Kenapa aku nggak sekalian mati aja sih kemarin sore?!" desisnya.

"Mau aku dorong ke jurang sekarang?"

Astaga! Demi apapun, pendengaran Sagara sangat berfungsi dengan baik! Meara sekarang benar-benar membutuhkan helm untuk menutup wajahnya karena mengalami rasa malu yang luar biasa hebatnya.

• • •

the answerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang