Kemudian, bel istirahat berbunyi. Kami memutuskan untuk makan bersama di dalam kelas. Sensei juga akan ikut bergabung. Ini kali pertama aku makan bersama teman sekelas. Kami menyatukan beberapa meja dan duduk mengelilinginya.
“Selamat makan...” Lalu kami pun makan bersama.
“Ano... Sensei, bagaimana cara kami belajar menggunakan ‘cosmo’ kami?”
“Apa kalian ingin mempelajarinya?”
“Tentu saja. Jika kami tidak bisa menggunakannya, bagaimana kami bisa membantu kalian?”
“Hahaha... Benar juga. Kalau begitu, nanti sepulang sekolah, datanglah ke gua yang kemarin. Gerbangnya mudah dibuka, kok. Sensei akan mengajari kalian di sana.”
“Ano... Baik, Sensei.”
“Sensei? Sebentar lagi pelajaran apa?”
“Matematika.”
“Ah, guru itu lagi. Sensei, kami minta jadwal pelajarannya, ya.”
“Ya, nanti akan saya berikan.” Tidak lama kemudian, kami menyelesaikan makan siang kami. Dan bel masuk berbunyi. Pelajaran Matematika pun dimulai.
Kami melewati pelajaran Matematika dengan perasaan yang campur aduk. Kami baru kemarin diberitahu bahwa guru Matematika, Sir, adalah musuh kami. Selama pelajaran berlangsung, kami mencoba bersikap senormal mungkin.
Akhirnya, bel pulang berbunyi. Aku dan teman-teman bersiap latihan di gua. Di tempat latihan yang sudah dijanjikan, Sensei sudah menunggu.“Oh, selamat datang.”
“Kami datang.”
“Ayo kita mulai latihannya!”
“YA...!” jawab kami kompak. Kami menaruh tas kami dan bersiap latihan.
“Pertama-tama, kita latihan pernapasan dulu. Tarik napas dalam-dalam, tahan, lalu keluarkan.” Kami mengikuti instruksi dari Sensei, kecuali Pink Muda. Dia asyik merendam kakinya di danau kecil di tengah ruang latihan.
“Lakukan berulang-ulang sambil merasakan energi yang mengalir di dalam tubuh kalian.”
‘Aku bisa merasakannya,’ batinku. ‘Merasakan cosmoku...’
“Aku merasakannya...!” Tanpa aku sadari, aku berteriak. ‘Heh? Apa?’ Saat aku membuka mataku, teman-teman yang lain sudah diselimuti oleh cosmo mereka. Sedangkan aku... Aku melihat ke sekelilingku. Tidak ada tanda-tanda cosmo-ku muncul.
“K-kenapa? P-padahal aku bisa merasakannya. C-cosmo-ku.”
“Hahaha...” Pink Muda tertawa dari danau kecil. “Mungkin, Hitam-kun masih butuh banyak latihan. Berusahalah lebih keras, kalau tidak kau akan ketinggalan.” Dia mengatakannya sambil menunjukkan ekspresi mengejek.
“A-apa katamu?”
“Kau harus lebih banyak latihan.” Dia berdiri dan menghampiriku. “Kalau kau masih belum bisa mengeluarkan cosmomu dalam seminggu ke depan, maka kau tidak pantas membantuku.”
“Hikh...” Aku mengeraskan rahang bawahku, menahan kesal. Aku tidak bisa membantahnya. Itu adalah kebenarannya. Jika aku tidak bisa mengeluarkan cosmo, aku tidak pantas menjadi kesatria cahaya.
Latihan terus berlanjut. Teman-teman yang lain melanjutkan ke tahap selanjutnya, yaitu tahap menciptakan sesuatu dengan membayangkannya. Ternyata, cosmo tidak hanya untuk membentuk sayap saja, tetapi juga senjata, perisai, dan kekuatan sihir lain. Tahap ini butuh konsetrasi yang tinggi.
Lain halnya denganku. Aku masih harus berlatih mengeluarkan cosmoku sambil diejek Pink Muda. Dia hanya duduk sambil melihatku berlatih dan mengejekku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kenangan Tanpa Akhir
FantasyPertemuan seorang anak dengan berbagai keanehan yang kemudian menuntunnya menuju ke sebuah petualangan.