3. "Makasih, Younghye!"

225 41 0
                                    

Biasanya, menjelang akhir tahun pasti ada lomba menari. Entah disekolahku sendiri atau disekolah lain. Untuk tahun ini, sepertinya disekolah lain.

Aku baru saja mendapat info dari Yuna, salah satu temanku dari klub menari. Memberi tahu bahwa akan ada perlombaan 4 bulan lagi. Tapi, bukan itu informasi pentingnya.

Yuna bilang bahwa Hao cedera kakinya saat mengikuti lomba antar provinsi. Enggak main-main, walaupun cedera, mereka juara satu. Apa lagi selain namanya usaha dan pengorbanan?

Aku menerjap berfikir. Ini baru 1 bulan lewat dari lomba itu. Yang artinya, kaki Hao belum sepenuhnya sembuh.
Aku harap wajahku yang khawatir ini tidak terbaca oleh Yuna.

"Young, kamu dengar nggak?" Aku tersentak saat Yuna menjentikkan tanggannya didepan wajahku, otomatis kembali sadar.

"Iya, aku dengar."

"Aku bingung mencari penggantinya."

Aku mengernyit sebentar. Pengganti?

"Bukannya dia nggak akan mau diganti posisinya oleh orang lain?" Tanyaku hati-hati sambil menengok ke kanan dan kiri. Takutnya, ada dia didekatku.

Yuna mengeluarkan nafas kasar.

"Nah, kamu jangan bilang-bilang dia. Aku ada ide ini sama anak-anak yang lain. Bukannya apa-apa, aku cuma takut nanti dia nggak sembuh. Aku tau dia akan sembuh, tapikan dalam waktu dekat ini, kita harus start latihan."

jangan bilang-bilang dia. Memangnya aku ini siapa dia?

"Oh iya, aku ada kumpul. Aku duluan ya, Young. Makasih udah dengerin!" Katanya buru-buru lalu meninggalkanku dikantin sendiri.

🕶🕶🕶

Aku bahkan baru tau kalau Hao cedera. Aku mulai berfikir kebelakang—tepatnya sampai sebulan yang lalu saat aku berpapasan dengan Hao.

Oh, benar juga. Saat itu, aku melihat cara jalan Hao yang sedikit pincang sebelah.

Aku tiba-tiba menjadi orang yang nggak peduli dengan sekitar. Padahal, saat itu aku terlalu gugup untuk menatap Hao. Duh.

Aku berjalan sendirian menuju kelas setelah Yuna meninggalkanku dikantin tadi, melihat-lihat suasana sekolah yang sedang ramai-ramainya.

"Young!"

Aku membalikkan badanku, mengernyit siapa gerangan pula laki-laki yang memanggilku. Aku meringis ketika sosoknya lari menujuku.

Hao. Kakinya.

Setelah ia sampai, aku memperhatikan kakinya—pokoknya, antara kaki kanan dan kirinya yang cedera.

"Kakimu....?" Aku menggantungkan ucapanku diudara, sambil menunjuk kakinya. Tahu apa yang aku maksud, ia tersenyum simpul.

"Kaki kananku. Udah nggak terlalu kenapa-napa sih. Mangkanya aku lari, hehe."

Hehe.

Bukannya kalau baru satu bulan begini, dia belum bisa lari? Apa ini halusinasiku?

Aku manggut-manggut mengerti. "Eh, kenapa manggil?"

"Oh iya, kamu liat Yuna nggak?"

"Yuna?"

"Iya, Yuna."

"Tadi dia dikantin bersamaku. Tapi.."

The Time When I'm With You✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang