"Gus!, sini dong bantuin!"
"Iya-iya bentar napa, lagi ribet ini",. Setelah menyelesaikan barang-barang yang baru keluar dari gudang, Agus segera berlari menghampiri Ratna yang tengah sibuk menata rak-rak berisikan makanan ringan.
Toko serba ada itu kini tengah ramai, barang-barang dari gudang baru saja turun dan siap untuk ditata di rak-rak dagangan yang sudah berjejer rapi, ditambah dengan para pelanggan yang berdatangan semakin memperkecil ruang gerak para karyawannya. Agus dan Ratna, salah dua dari banyak nya karyawan di Toko Serba ada itu kini tengah riuh menata makanan ringan di rak bagian tengah, berjibaku dengan para pelanggan yang antri mengambil kebutuhan yang mereka perlukan.
"Gus, ini chiki tempat nya dimana?", tanya Ratna dengan wajah penuh kebingungan, namun tak mengurangi persen kecantikan yang dimilikinya. Ratna memang terbilang masih karyawan baru di Toko ini, berbeda dengan Agus yang sudah lebih dulu bekerja di sini. Tanpa bicara, Agus mengambil makanan ringan yang tengah dipegang Ratna dan meletakkannya di tempat yang seharusnya. Ratna hanya mengangguk-ngangguk ringan dan meneruskan pekerjaannya.
Tanpa Ratna ketahui, Agus tengah memperhatikannya, Gadis ini sudah Ia kenal sejak masa-masa sekolah dulu. Pertemuan dengan Ratna bahkan cukup unik baginya, Gadis itu tengah kebingungan dan ketakutan karena Ia lupa membawa atribut wajib upacara bendera, yaitu topi. Agus yang tengah berjalan menuju lapangan bersama beberapa kawannya tak sengaja melihat Ratna di ujung koridor. Entah apa yang membuat Agus bergerak, tiba-tiba saja Ia telah melepas topinya dan mengenakannya di kepala Ratna lalu berjalan santai sambil bersiul ke arah lapangan. Ratna menatapnya aneh, namun memutuskan tetap mengenakan topi itu hingga upacara selesai. Agus tentu saja dihukum, berdiri sendiri di tepi lapangan, terus hormat bendera hingga upacara usai.
Semenjak kejadian tersebut, Ratna dan Agus mulai akrab satu sama lainnya, hingga saat ini.
Kembali ke toko yang tengah ramai pengunjung, Ratna dan Agus baru saja menyelesaikan pekerjaannya di rak makanan ringan. Tanpa menunggu waktu lama, mereka berdua merangsek maju, kembali ke tumpukan barang-barang yang baru saja di keluarkan dari gudang, membawanya, dan kemudian menata barang-barang tersebut di raknya masing-masing. Hampir dua jam mereka bekerja, hingga tiba saat dimana mereka mendapatkan waktu istirahat selama satu jam.
Mereka berdua memang sangat dekat, siapapun yang melihatnya pasti mengira bahwa mereka adalah dua sejoli yang tengah dimabuk asmara, bercanda, tertawa, bahkan saling menjahili satu sama lainnya, tak ada jarak, hanya mereka berdua dan dunia nya.
Namun seperti yang banyak orang bilang, hidup tak seindah drama picisan di televisi. Ratna sudah bertunangan, dan Agus masih bersikeras memendam perasaannya. Malang tak dapat ditolak, mereka memang hanya ditakdirkan menjadi tidak lebih dari teman. Waktu istirahat tak terasa telah usai, mereka dan beberapa karyawan lainnya harus kembali bekerja. Keringat bercucuran dari dahi Agus, baginya tak ada kata lelah bila Ia bisa menyaksikan senyum manis dari Ratna.
Waktu berlalu, jadwal shift Ratna dan Agus telah usai, waktunya pulang.
"Rat, mau kuanter pulang?",. Ucap Agus ketika Ia menyaksikan Ratna berdiri sambil celingukan di tepi jalanan.
"Ehh, ga usah Gus, jemputanku kayaknya bentar lagi sampe",. Paras ayu nya sama sekali tak terusik, meski terlihat jelas tanda kelelahan di wajahnya. Agus tak berkutik, Ia sungguh telah jatuh begitu dalam nya pada gadis dihadapannya ini.
"Rat, ada yang pengen aku omongin",.
"Ngomong aja, ribet amat, jangan sok serius gitu ah, kayak mau ketemu malaikat maut aja hahaha",. Ucap Ratna usai melihat raut keseriusan terpancar dari Agus.
Agus menarik napasnya panjang,"Aku mau bilang, kalo aku..",. Belum sempat Agus menyelesaikan kalimatnya, pandangan mata Ratna berpindah ke sesuatu dibelakangnya, sontak saja Agus membalikkan badannya penasaran dengan apa yang Ratna tengah lihat.
"Sayang, maap aku telat, tadi macet, yuk pulang",.
"Dasar..",. Ujar Ratna sambil mengekspresikan kejengkelan, namun tetap terlihat menggemaskan,"Oh iya Gus, tadi mau ngomong apa?".
"Ah?! Oh enggak, ga kenapa-kenapa, dah sana pulang, tuh Doni udah jemput".
"Yaudah deh, eh sayang kamu bawa kan?".
"Bawa dong.., bentar",. Doni mengaduk-ngaduk Isi tasnya, Ratna tersenyum penuh arti, sedang Agus kini kebingungan menyaksikan tingkah keduanya.
"Nah!, ini dia", Doni turun dari motornya, dan menyerahkan sesuatu kepada Agus yang kemudian di terima dengan penuh kebingungan.
"Dateng ya bro, minggu depan, lu bakalan dapet jamuan paling spesial pokoknya, secara lu udah gue anggep kayak sodara gue sendiri". Ucap Doni sambil kemudian mengapit Ratna.
Wedding, Doni & Ratna
Agus berusaha sekeras mungkin menahan tangannya yang gemetaran sekaligus sekuat mungkin tersenyum di hadapan sahabatnya dan gadis yang Ia cintai.
"Wow, perasaan kalian baru tunangan dua bulan yang lalu, buru-buru amat mau nikah?".
"Iya Gus, kami ngerasa ga perlu ditunda-tunda lagi",. Ratna tersenyum penuh kebahagiaan, semuanya terlihat jelas dari matanya.
"Selamat buat kalian, tenang gue pasti dateng",. Agus memaksakan senyumannya, berharap dua pasangan di depan nya tak sadar dengan senyum yang Ia buat-buat.
"Yaudah, gue pamit bro, jangan lupa dateng yaa minggu depan, yuk sayang". Ratna mengangguk tanda setuju, Doni meremas tangan Agus dengan kuat, salam berpamitan sebagaimana biasanya, lalu tak lama berselang keduanya telah melaju meninggalkan Agus yang masih membatu di tempat Ia berdiri. Kakinya seolah dipaku ke tanah, matanya menatap nanar ke lembaran kertas di tangannya, jantungnya berdegub tak beraturan, ada gejolak aneh di seluruh tubuhnya.
Agus masih berdiri di tempat yang sama, pendar kemerahan tak terlihat sore ini. Agus menatap ke langit, rupanya awan mendung bergelayut diatasnya. Agus mendesah, hanya ada satu yang menjadi tanya di benaknya hingga saat ini.
"Mau sampai kapan aku menantimu kasih? Menantimu lepas dari sahabatku sendiri?".
***___***___***___***___***___***___
Satu yang menjadi tanya ku
Seperti apakah aku di petak-petak nadimu?
Semacam apakah aku di tiap garis logikamu?
Sebagaimanakah aku di tiap lingkup hembus napasmu?
Lalu kau jawab dengan retorika yang memutar otakku sedemikian rupa
Kau putar balikkan realita
Kau harapkan aku menjadi sebagaimana biasanya
Maafkan aku kasih
Rasaku terlanjur membumbung tinggi
Anganku terlanjur melesat melampaui langit
Maka, bila kau suruh ku menghilang
Aku akan menghilang, dengan tiap mohon yang selalu kuutarakan pada Tuhan
Sebuah rasa yang tentu masih sulit kau balas
Atau bisa jadi, justru mustahil untuk membekas
Maka maafkan aku kasih
Rinduku macam kopi yang kau sesap
Rasaku macam asap yang kau hirup
Cintaku bahkan lebih dari makanan yang telah habis kau lahap
Maka aku akan tetap disini, menantimu di bawah hutan-hutan beton
Menunggumu datang, menunggumu pulangSemarang, 2018
-NamakuNaya-
KAMU SEDANG MEMBACA
Selepas Hujan
Short Story"Jeda sejenak selepas rintik, aku pernah menantimu tanpa tanda titik" Kumpulan kisah tentang menunggu, puisi tentang menanti, kisah-kisah selepas hujan dibulan Novemberku, tentang kamu dan tentang penantian tak berkesudahanku. Maka, menunggumu adala...