RED - 3: Afternoon Tea

153 17 4
                                    


Sepulang dari kuil, Neuri berhenti sejenak di depan sebuah cermin yang menempel anggun di koridor. Bukan cermin itu yang menarik perhatiannya, melainkan anggrek bulan di dalam vas kecil yang terpajang di atas meja rias.

Seingatnya, di luar hutan tidak tumbuh bunga berwarna putih itu. Seseorang harus benar-benar masuk ke dalam hutan untuk mendapatkannya. Namun, siapa yang bersedia masuk hutan hanya untuk beberapa tangkai anggrek bulan?

Para pelayan tentu terlalu sibuk. Mungkinkah tamu barunya?

Mungkin saja, meskipun sulit dipercaya.

.

oOo

.

Loqestilla tengah berbaring menyamping tanpa memikirkan apapun, ketika seorang pelayan datang membawa baskom berisi air hangat dan lap bersih dari kain lembut.

Pelayan yang sedari kemarin jarang bicara itu, kali ini melakukan pekerjaannya seperti biasa. Ia menepuk pundak Loqestilla supaya beranjak dan membuka pakaian. Setelah itu ia akan membuka perban yang membungkus tubuh Loqestilla, menyeka badan yang tidak tergores luka, dan membubuhkan salep pada borok yang mulai mengering.

"Miss?"

Loqestilla yang duduk membelakangi si pelayan pun menoleh, memberi senyum kecil. Sebenarnya agak penasaran karena tumben sekali pelayan tanpa ekspresi ini memanggilnya. "Ya? Ada apa?"

"Punggung Anda ... banyak sekali bekas luka."

"Ooh." Loqestilla kembali menghadap ke depan, ke arah jendela yang ditutup rapat dengan gorden ditali rapi pada sisi kanan-kiri. "Saya memang sering terluka. Sebenarnya bisa cepat sembuh dalam tiga sampai empat hari, tetapi luka yang terlalu berat kadang masih saja membekas. Lagi pula, bagian punggung sangat sukar diolesi obat." Lalu ia terkekeh sendiri.

Si pelayan mengangguk-angguk. "Saya akan minta resep dokter untuk menghilangkan bekas lukanya."

"Terima kasih."

Tanpa Loqestilla melihat, pelayan itu tersenyum simpul. Ada perasaan hangat merambati hatinya. Perasaan sebagai pelayan yang utuh. Mau bagaimana lagi, sudah sangat lama sejak terakhir kali dia merawat majikan perempuannya. Setelah majikannya tiada, ia hanya menjalankan tugas sebagai pelayan pada umumnya. Bersyukur juga karena Lord Neuri tidak memecatnya, padahal Earl of Lunadhia itu tidak membutuhkan bantuan seorang mantan dayang seperti dirinya.

"Permisi, Miss Loqestilla."

Seseorang mengetuk pintu kamar, dari suaranya yang berat tetapi bernada datar itu, Loqestilla yakin bahwa valet Neuri yang datang.

"Tolong buka pintunya, aku akan memakai baju," pinta Loqestilla pada pelayan yang sedari tadi bersamanya.

Selagi mengenakan gaun tidur langsungan yang praktis, mata merah Loqestilla mengawasi pergerakan si pelayan ketika membuka pintu lalu mempersilahkan seorang pria berjas masuk.

Pria paruh baya pun datang membawa nampan berisi surat tanpa stempel. Ia segera menyerahkan surat tersebut langsung ke hadapan Loqestilla yang duduk di tepian ranjang.

Hanya membaca sekilas, segera timbul kernyitan di dahi Loqestilla. "Undangan minum teh?"

Sang valet mengangguk. "Anda tidak perlu menulis surat balasan. Cukup katakan pada saya jawaban Anda. Akan saya sampaikan langsung pada Lord Lycaon."

Seraya tersenyum, Loqestilla menjawab, "baiklah. Bilang pada Lord Neuri bahwa saya bersedia datang."

Valet itu mengangguk lagi. "Kalau begitu, saya permisi." Dia pun berlalu dengan cepat sambil membawa nampan peraknya.

Red DisasterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang