6th

189 16 11
                                    

Lea's POV

"Sidney?"

Gadis berambut cokelat gelap itu menoleh saat aku memanggil namanya. "Oh, hai."

"Bagaimana kabarmu? Apa liburanmu menyenangkan?"

Sidney hanya tersenyum, terpaksa. Sedetik kemudian, ia berhenti berjalan, mengambil sesuatu dari dalam tasnya dan memberikannya padaku.

"Woah! Untukku? Terimakasih."

Sidney mengangguk dan tersenyum kecil, lalu melanjutkan langkahnya kembali dengan gontai.

Keningku berkerut heran. Wajahnya yang murung. Raut muka ditekuk. Entahlah. Bukan ekspresi ini yang kuharapkan akan terlihat di wajah Sidney sepulangnya dia dari liburan. Namun, aku tidak punya cukup keberanian untuk bertanya banyak dan pada akhirnya hanya memilih untuk tetap berjalan di sampingnya dengan canggung.

"Dia masih belum puas berlibur."

Tiba-tiba, seseorang berjalan disampingku dengan langkah sedikit melompat seolah ada sebuah per di sepatunya. Ciri khas seorang Tommy.

"Hai, Tom. Lama tidak melihatmu." Ujarku sambil terkekeh.

"Lama?"

Spontan, aku dan Tommy menoleh ke arah Sidney yang tampak sangat, sangat kesal.

"3 hari. Liburan sialan macam apa itu?"

Aku menggaruk tengkukku yang tidak gatal. Baiklah. Liburan selama apa yang diinginkan Sidney? Satu minggu? Sebulan? Satu semester khusus untuk liburan? Oke, ini sedikit sarkas.

"Berapa lama liburan yang kau inginkan, Sid? Satu bulan?" tanya Tommy santai sebelum meminum air dari botol minumannya. "Atau satu tahun? Ingat masa depanmu, Sid."

Aku hampir tersedak ludahku sendiri saat Tommy mengatakan semua yang aku pikirkan dengan gamblang, dengan santai. Pria itu memang pintar membuat keadaan semakin panas.

Sidney berhenti berjalan dan membalikkan badannya menghadap kami yang ikut berhenti juga. "Memang apa yang kau tahu, Tom? Kau tidak akan pernah paham! Jadi, berhentilah berlagak sok pintar seolah kau tahu segalanya."

Dan, ya. See? Sidney terbakar sekarang.

Kulihat Tommy hanya menaikkan salah satu alisnya dengan ekspresi apa-maksudmu-Sid. For God sake, aku tidak suka berada ditengah-tengah keadaan canggung ini. Maksudku, aku benar-benar berada di antara mereka. Di antara dua kubu yang sedang mengobarkan bendera perang. Ini. Sangat. Tidak. Nyaman.

Dan sepertinya untuk kali ini, Sidney yang menyerah. Ia berlari meninggalkan kami yang masih berdiri mematung di lorong kampus.

"Rumit." Gumam Tommy sangat pelan, sampai terdengar seperti bisikan.

"Maafkan aku, Le." Tommy terkekeh, dan kami pun melanjutkan langkah. "Kami memang kurang akur."

Sontak, aku tertawa mendengar pengakuan Tommy. "Aku berpikir itu sudah jadi rahasia umum, Tom."

"Sial." Umpat pria itu sambil tertawa.

"Dan, kau." Aku menoleh dan menatap Tommy penasaran. "Kemana saja kau selama 3 hari ini?"

"Berlibur. Bersama Sidney. Dan keluarganya."

Mendengar itu, aku meninju lengan pria itu, diikuti suara mengaduh yang dibuat-buat. "Jadi, kau yang membuat Sidney terlihat sangat marah tadi?"

"A-apa? T-Tidak. Kalau dia marah padaku, dia tidak akan bicara denganku. Melihatku saja, malas. Apalagi menanggapi ejekanku."

"Kukira dia memang malas bicara dan melihatmu, Tom. Bukannya kau sangat berbakat untuk jadi menyebalkan?"

Hello. I'm Coraline.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang