Pernikahan yang kujalani ternyata tak seperti yang ada dalam bayangan. Menikah dengan seorang lelaki yang sama sekali tak mencintaiku. Membuat hidup tersiksa. Mungkin ini yang dinamakan luka yang tak berdarah.
Entahlah. Mengapa dulu aku menerima tawaran pernikahan ini? Kalau saja mengerti semua akan menyakitkan seperti ini, mungkin tak akan pernah menerimanya.
Netra ini masih belum bisa terpejam. Bagaimana bisa tidur, jika suami belum pulang? Padahal ini sudah larut malam. Hati ini benar-benar merasa resah. Meskipun kutahu, dia tak pernah menganggap sebagai istri. Namun, tetap harus hormat dan patuh padanya.
Sesekali melongok jam yang melingkar di pergelangan tangan. Jarum sudah menunjukkan angka 11. Kenapa dia tak kunjung pulang?
Tak lama kemudian terdengar pintu kamar berderit. Aku segera menoleh. Ah syukurlah, Elang sudah pulang. Aku menarik napas lega. Lalu menyalakan lampu. Tampak dia menoleh ke arahku karena kaget.
"Emm, ke-kenapa sampai selarut ini, Lang?" tanyaku takut-takut.
"Bukan urusan, lo!" Tanpa basa-basi dia pun menuju toilet.
Tak lama kemudian terdengar suara gemericik air di dalam toilet. Aku mendesah pelan. Kenapa harus hidup bersama manusia es itu sih? Aku membuang tubuh ke atas ranjang secara kasar. Lalu menutup seluruh tubuh dengan selimut. Setidaknya, meskipun tak ada tanggapan dari Elang, aku merasa lega karena dia sudah pulang. Bisa mengistirahatkan otot dengan tenang.
"Hei! Hei! Bangun!" Terdengar suara bass seorang pria.
Apa aku sedang bermimpi? Dia menepuk pundakku pelan. Oh Tuhan, manusia es itu menyapaku?
"Hoi! Denger nggak sih! Dasar cewek aneh, tidur apa ngebo?"
Aku gelagapan membuka selimut yang menutupi seluruh tubuh. Kedua alisku bertaut, menatap Elang meminta penjelasan.
"Jangan GR. Gue cuma mau ambil selimut yang lo pakek," ucapnya sinis.
Aku melihat selimut yang sudah ada di atas tubuh. Ya Tuhan, betapa bodohnya diri ini, salah memakai selimut. Aku pun tersipu malu. Mungkin saja pipi ini sudah berubah merah seperti tomat.
"Ups! Maaf, nggak sengaja pakai punyamu," ucapku sambil menyerahkan selimut pada Elang.
"Dasar cewek ceroboh!" ketusnya.
Kemudian, dia berbaring di sofa dekat jendela kamar. Aku masih menatapnya, kasihan. Dia harus tidur di sofa selama dua bulan terakhir ini. Salah sendiri, sudah ditawari tidur di kasur, tetapi menolak. Maksudku, dia yang tidur di kasur, aku di sofa. Bukan tidur dalam satu ranjang.
"Ngapain masih lihatin gue? Naksir sama gue?" tanyanya.
Aku bergidik. Amit-amit suka sama cowok playboy yang kasar kayak gitu.
"Udah tidur sana! Sudah larut malam!" Elang mematikan lampu.
Suasana malam yang begitu sunyi. Ah, andai saja pernikahan ini diharapkan oleh Elang. Mungkin saja sekarang kami bisa memadu kasih. Ah, sudahlah. Jangan pernah bermimpi seorang Elang Pramudya Patty bakal tertarik sama aku. Seorang gadis biasa yang penampilannya sama sekali tidak modis. Bukan selera seorang Elang.
***
Aku Annora Aurellia. Seorang guru honorer di salah satu SD. Terpaksa menikah dengan seorang pria kaya raya, anak salah satu pebisnis terkenal di Ibukota. Bukan karena hartanya yang berlimpah yang membuatku menikah dengannya. Namun, karena permintaan orang tuanya pada ayahku.
Aneh memang, zaman sekarang masih saja ada perjodohan. Ayah dan papanya Elang bersahabat dari SMP. Mereka memang bersepakat sejak dulu, jika masing-masing memiliki anak akan menjodohkannya. Hah, iya kalau anaknya mau, kalau tidak bagaimana? Dasar orang kolot.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernikahan Membawa Luka(Revisi)
RomanceAku Annora Aurellia. Harus menjalani pernikahan yang terpaksa dengan seorang pria dingin bak es. Aku terpaksa menikah karena permintaan Ayah, orang tua satu-satunya yang masih ada. Pernikahan yang kujalani sangat menyiksa. Luka tapi tak berdarah.