Part 5

6.6K 325 17
                                    

Sudah dua hari aku berada di rumah Ayah, Elang sama sekali tak datang menjemput. Bahkan menghubungi pun tidak. Biarlah, kalau memang Elang tak datang berarti memang kami tak bisa bertahan. Aku tak bisa mempertahankan hubungan tanpa cinta. Ayah pun bertanya kenapa Elang tak kunjung menjemput. Aku hanya menjawab Elang sibuk dan tidak sempat menjemput. Tak ingin Ayah tahu yang sebenarnya. Pernikahanku baru seumur jagung, tetapi sudah berada di ujung tanduk. Aku mendesah pelan.

Awalnya Ayah tak percaya dengan jawabanku. Beliau sudah menduga pasti ada masalah di antara kami. Akan tetapi, setelah kuyakinkan kalau memang tidak terjadi apa-apa, akhirnya Ayah tidak bertanya lagi dan percaya.

Sore ini aku jalan-jalan di sekitar rumah, lalu tanpa sengaja bertemu dengan Pak Johar. Dia menghampiri dan betapa bahagianya aku bertemu dengan Pak Johar. Lupa jika aku telah bersuami. Keadaan rumah tangga yang tak sehat membuatku berbuat sesuatu yang bisa membahagiakanku. Kami pun jalan berdua. Mengobrol banyak hal, kemudian duduk di bangku trotoar. Menyaksikan lalu lalang kendaraan.

Pak Johar bertanya tentang kondisiku. Aku baru sadar kalau izin tidak bekerja karena sakit. Padahal yang sedang kurang sehat adalah jiwa, bukan badan. Namun, aku tak menjawab. Pak Johar tak perlu tahu yang sebenarnya.

Ketika kami sedang mengobrol dan tertawa lepas, tiba-tiba tanganku ada yang menarik. Aku mengaduh. Betapa terkejutnya aku ketika tahu yang datang, Elang. Lalu, Pak Johar menepis tangan Elang.

"Hei! Lepas!" bentak Pak Johar.

"Suka-suka gue, dia istri gue, lo mau apa?" Sorot mata Elang tajam menatap Pak Johar.

Pak Johar menatapku meminta penjelasan. Matanya membulat sempurna. Sementara aku salah tingkah dan hanya menunduk.

"Maaf ... aku nggak pernah jujur kalau sudah menikah, tapi sungguh pernikahan ini tak pernah kuharapkan.” Aku menjawab dengan suara bergetar menahan tangis.

"Nggak usah sok sedih dan nangis cari simpati deh. Lebay!" Elang membentakku.

Aku melotot tajam pada Elang.

"Maksud kamu apa? Ini semua gara-gara kamu! Kamu yang membuat masa depan dan hidupku hancur!" Aku mendorong Elang, lalu berlari meninggalkan mereka. Air mataku terus mengalir dengan derasnya. Hatiku benar-benar sakit.

Terdengar teriakan Pak Johar memanggil, aku berhenti dan menoleh. Dia meminta penjelasan tentang semua ini. Aku pun menceritakan semuanya. Perjodohan yang berujung pernikahan.

Akhirnya, aku meminta maaf karena tak pernah jujur soal status ini. Pak Johar pun mengerti. Dia mengatakan kalau akan selalu ada kapan pun kubutuhkan. Entah, hatiku semakin berdenyut nyeri mendengar perkataan Pak Johar.

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun aku berlari menjauh dengan berlinangan air mata. Kemudian, ketika sampai di rumah langsung masuk ke kamar dan menguncinya.

Terdengar suara Ayah memanggil, tapi tak kuhiraukan. Lalu, aku menghempaskan tubuh ke ranjang. Menutup wajah dengan bantal, rasanya ingin terbang ke alam mimpi.

Namun, baru saja hendak memejamkan mata, terdengar pintu diketuk.

Aku bergeming, lalu terdengar suara Ayah memanggil.

"Nora! Buka pintunya, Nduk. Ayah tahu kamu belum tidur. Ayo buka," pinta Ayah.

Dengan sangat terpaksa aku membuka pintu. Tampak Ayah tersenyum. Lalu, masuk ke kamar.

"Nduk, Ayah, kan sudah pernah bilang, kalau ada masalah sama Elang bicarakan baik-baik. Nggak boleh kayak gini." Ayah mengusap kepalaku lembut.

Pernikahan Membawa Luka(Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang