Part 4

6.2K 319 16
                                    

Aku dan Pak Johar menghabiskan waktu bersama hingga senja berlalu. Aku tahu jika ini memang salah, tapi bisa apa? Pulang pun percuma, Elang tak pernah ada di rumah kecuali telah larut malam. Aku juga ingin bahagia. Meski semua ini dosa, seorang wanita bersuami jalan berdua dengan pria lain. Tuhan ampuni hamba.

"Kamu ngelamun lagi, Ra?" tanya Pak Johar.

"Eh, ng-nggak, Mas," jawabku.

"Sebentar lagi magrib, kita cari masjid dulu aja, ya? Habis itu aku antar pulang," ucap Pak Johar.

"Emmm, aku bisa pulang sendiri naik ojek, kok, nggak perlu diantar," sahutku.

"Ya udah, terserah kamu. Sekarang kita ke masjid dulu."

Aku mengangguk. Kemudian, kami meninggalkan taman. Tiba di masjid aku segera mengambil wudu dan salat. Aku bersujud, memohon ampun pada Yang Maha Kuasa. Aku tak bermaksud mengkhianati suami. Namun, perlakuannya yang tidak baik memaksaku berbuat seperti ini.

Selesai salat, tanpa menunggu Pak Johar aku mencari taksi. Setelah itu, mengirim pesan padanya, agar nanti tidak bingung mencari. Aku mendesah pelan.

Taksi melesat membelah jalanan kota. Entah, dada berdebar-debar tak keruan. Jantungku berdetak lebih cepat. Ada apa ini?

Tanpa terasa sampailah di rumah. Setelah membayar ongkos, aku melangkah dengan gontai. Ketika membuka pagar, ternyata mobil Elang sudah terparkir rapi di garasi. Berarti dia sudah pulang. Aku membuka pintu, tidak terkunci. Akan tetapi, kenapa lampunya masih mati?

Aku terperanjat ketika sudah berada di dalam. Lampu langsung menyala dengan sendirinya.

"Bagus! Ternyata begini kelakuan asli lo?" Elang tersenyum miring.

"Maksud kamu apa?" tanyaku dengan suara pelan.

"Dari mana aja seharian ini? Apa begini kelakuan seorang istri yang katanya wanita salehah, hah!" Elang menggebrak meja di ruang tamu.

Aku menutup mata. Tak menyangka Elang akan marah besar seperti ini. Kukira Elang belum pulang, karena biasanya larut malam baru sampai di rumah.

"Siapa lelaki tadi! Jawab!" Mata Elang melotot tajam dan rahangnya mengeras.

Aku tak berani menatap wajahnya yang sedang tersulut emosi. Dari mana Elang tahu? Aku memang salah, tak seharusnya jalan berdua dengan pria lain. Meskipun tak ada hubungan apa pun dengannya.

"Telinga lo masih berfungsi, kan? Kenapa nggak jawab! Buka jilbab ini!" hardik Elang sambil memegang jilbabku.

"Nggak ada guna lo pakai jilbab, kalau kelakuannya lebih buruk dari wanita lain di luaran sana!" Elang masih menatapku dengan tajam.

Hatiku terasa nyeri. Kenapa dia bisa tahu kalau aku jalan dengan pria lain? Selama ini dia tak pernah menganggapku sebagai istri. Bahkan dia pernah membawa seorang perempuan lain ke sini, tapi aku tak marah. Lalu, jika aku hanya jalan berdua, tanpa ada hubungan apa pun, apa itu salah? Elang memang sangat egois!

"Kamu tahu dari mana kalau aku jalan dengan pria lain?" Aku bertanya dengan bibir bergetar.

"Lo pikir gue bodoh! Gue punya banyak mata-mata buat ngawasin lo!" Elang tersenyum sinis.

Aku menatap Elang heran. Tak menyangka kalau pria bertubuh jangkung ini selalu mengawasi setiap yang kulakukan.

"Kenapa? Kaget? Makanya jangan macem-macem! Jawan siapa pria tadi!" sentak Elang.

"Dia hanya teman kerja di sekolah," jawabku pelan.

"Teman kerja, tapi sampai lupa pulang. Atau jangan-jangan dia pacar lo?" tanya Elang sambil melangkah ke arahku.

Pernikahan Membawa Luka(Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang