Rania mengerutu. Sudah dua jam ia duduk di kursi di depan ruang guru. Bukan hal biasa buat Rania tentunya, tapi kali ini dia benar-benar sudah tidak betah.
Rania disekolahkan di Pesantren di pelosok jawa oleh kedua orang tuanya, dengan tujuan meningkatkan sisi agama dan kemandirian Rania.
Hasilnya? Tentu saja semuanya gagal total karena Rania tidak pernah sungguh-sungguh ikhlas disekolahkan disana.
Seribu satu cara sudah dilakukan Rania untuk keluar dari sana, tapi selalu berakhir di ruang guru. Memanjat pagar, sudah. Menebeng Mbok Ratih yang mau ke pasar, sudah. Pura-pura sakit juga sudah dilakukan Rania, wah lengkap pokoknya.
"Rania." panggil Ustadzah Fatimah. Kepala sekolah yang Rania hormati, bagaimana tidak, hanya ia yang tetap sabar dan tetap memaklumi, beda dengan guru-guru lain.
"Saya sudah mempertimbangkan perhitungan guru-guru untuk mengeluarkan kamu dari pondok karena semua hal yang sudah kamu perbuat." Mata Rania berbinar, mengerjap senang.
"Saya tidak setuju untuk mengeluarkan kamu, saya sudah mengevaluasi nilai-nilai kamu, dan saya memasukkan kamu ke dalam tim olimpiade. Kamu adalah anak yang berpotensi, saya tidak bisa mengeluarkan kamu begitu saja dengan potensi sebesar ini"
"Tapi ustadzah, akhlak saya jelas-jelas tidak baik, untuk apa baik secara akademik, tetapi akhlaknya buruk sekali." Rania memberi alasan, dia tahu jelas hal ini, hal yang familiar sekali setelah masuk pondok.
"Itu bukan masalah besar Rania, saya tahu kamu anak baik, ini hanya bentuk akal-akalan kamu saja bukan?" Rania sungguh kalah telak.
====
KAMU SEDANG MEMBACA
Irtiza
Short StoryIrtiza. Si manusia sempurna. Sempurna nilainya, sempurna akhlaknya. Panutan semua orang. Rania, siswi kelas 10 pesantren terkemuka di pulau jawa. Selalu ingin keluar dari belenggu aturan a-z. Apa masalah yang menyebabkan keduanya saling terkait?