Kebisingan terdengar dalam seantero SMA Buana Jaya. Seorang siswi melangkah dengan gontai, derap langkah kaki bergema di koridor kelas. Sorot beberapa pasang mata melirik ke arah gadis itu dengan tatapan tidak wajar.
Begitu ia menginjakkan kaki di ambang pintu semua murid langsung menatap dan memperhatikannya. Mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki. Penampilannya sungguh urakan, apalagi lengan baju yang ia gulung ke atas dan kancing bagian atas ia biarkan terbuka. Serta ujung rambut yang ia cat berwarna cokelat. Ditambah lagi dengan sifat yang mendukung penampilannya.
Pak Arvin berdiri di samping gadis itu, ia hanya mengelus dadanya pasrah memiliki murid seperti ini. "Yara, silakan kamu memperkenalkan diri secara lengkap," ucap Pak Arvin dengan suara datarnya. Ia bernotabene—wali kelas 12 IPS 3.
"Nama ... Ayyara Yuan Nisaka. Tinggal di perumahan Agung Semesta," ucap Yara dengan memutar bola matanya malas.
Ekhm boleh juga nih, cantik pula.
Paling setelah ini dia membuat heboh.
Gayanya kayak orang menengah ke atas anjay.
Keributan mulai terdengar dalam telinga Yara. Tapi, ia tidak menghiraukan barang sedikit pun ucapan dari teman sekelasnya. Yara justru mengalihkan tubuhnya menuju tempat duduk yang tersisa di pojok kiri dekat jendela. Bosan. Hanya itu yang dapat mewakilkan perasaannya sekarang, tidak ada teman satupun yang ia miliki di sini.
Awal pertemuan yang sangat buruk. Belum sampai setengah jam ia berada di dalam kelas, tetapi sudah membuat geger satu kelas. Ketika Pak Arvin sedang menjelaskan Yara justru tertidur dengan sangat nyenyak. Mungkin baginya ia sedang didongengkan oleh Pak Arvin.
Tatapan mata Pak Arvin begitu tajam ke arah Yara. Seketika keadaan berubah menjadi hening semua murid pun hanya bergeming. Tanpa diduga Pak Arvin menggebrak meja Yara dengan sangat keras. "Yara! Kamu apa-apaan ini, belum setengah jam mengikuti kelas tapi sudah membuat masalah. Bangun!!" Pak Arvin geram melihat kelakuan Yara.
"Yaelah maaf, Pak. Semalem saya gak tidur, eh paginya disuruh masuk sekolah baru sama bokap," sahut Yara dengan wajah yang masih terlungkup di atas meja.
"Kamu pikir ini sama kayak rumah, yang ingin melakukan apa pun tanpa ada yang larang. Cepat cuci muka atau kamu saya keluarkan dari kelas?" tanya Pak Arvin dengan nada suara tinggi.
"Laki-laki juga bawel banget sih, Pak," ujar Yara. Kemudian ia bangkit dari tempat duduk dan melangkahkan kaki dengan cepat tanpa mengucapkan permisi. Sial, bahunya membentur tubuh Pak Arvin cukup keras.
"YARAAAA!!!" teriak Pak Arvin dengan menampakkan jelas urat dibagian lehernya. Setelah itu ia hanya menghela napas panjang.
Yara menutup telinganya dengan kedua tangan, kemudian ia berlari menuju toilet tanpa melirik ke arah Pak Arvin.
Bel istirahat berbunyi. Seketika kelas berubah menjadi ricuh, mereka sudah tidak sabar menunggu Pak Arvin keluar dari kelas. Karena rasa lapar bisa mengubah orang jadi lebih galak dan kejam.
Sedangkan Yara kembali ke dalam kelas dan duduk seperti semula. Ia sibuk memainkan ponsel pintarnya. Kemudian sebuah headset terpasang dikedua telinganya. Alunan musik mengalir dan mengisi indra pendengarnya. Volumenya full hingga tidak bisa mendengar suara apapun dari luar.
"Ekhm ... hai Yara," sapa laki-laki dengan suara beratnya yang berdiri tepat di samping kanan Yara. Laki-laki sebaya itu terlihat gagah dengan pakaian putih abu, yang disertakan dasi terpasang rapi di lehernya dan sabuk yang melingkar di pinggangnya.
Hanya sebuah keheningan yang menjawab sapaan tersebut.
"Hai Yara," sapa kedua kalinya dengan nada sedikit tinggi, kemudian ia menyentuh pundak Yara. Sontak Yara terkejut dan langsung melepas kedua headset-nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angle Strongest [Pindah di Dreame/Innovel]
Teen Fiction[New versi on Innovel] Walau sering membuat onar, namun Yara bertekad agar impiannya tercapai demi seseorang yang ia sayang. Meski hinaan sering menjatuhkan harga dirinya dan tangis menjadi saksi pilu atas segala kemalangannya. Yara tak pernah mere...