02

6K 430 321
                                    

Angin berhembus dengan silir, matahari sudah tergelincir ke ufuk Barat. Cahayanya terpancar sangat indah, burung-burung berhamburan disegala penjuru bumi. Pepohonan pun ikut menari menikmati hembusan angin.

Saat ini ia hanya ditemani oleh ponsel kesayangan dan secangkir teh hangat. Sesekali ia menyeruput teh dengan sangat menikmati.

Ketukan pintu membuatnya terpaku, hal apa lagi yang akan terjadi setelah ini. Yara enggan untuk membukanya, tapi ketukan itu semakin mengisi ke indra pendengarnya.

Pintu sudah terbuka lebar, menampakkan seorang gadis yang tengah menatapnya sinis. Lirikannya membuat Yara semakin geram, tidak ada habisnya jika ia bertengkar dengan Yira.

"Ada masalah apa lo dateng ke sini? Gak ada habisnya kalo berantem sama lo!" cetus Yara dengan pedas.

"Kalo setiap hari gue ngebantah perkataan Mama apa urusan sama lo?! Gue berhak atas segala hal, Yar," ucap Yira tidak mau kalah, tatapan matanya mulai menajam.

"Semua bukan urusan gue, tapi lo gak pernah mikir, lo bisa bilang kayak tadi tapi kenyataannya jauh berbeda dari ucapan lo," gumam Yara dengan memutar bola matanya malas.

"Terus lo gak suka?" tanya Yira dengan nada kesal, kemudian ia melangkah manjauh dari keberadaan Yara.

Pikirannya mulai merentang akibat beberapa kejadian yang muncul secara terus-menerus dan cukup membuatnya pusing. Tiba-tiba ponsel Yara berdering. Bertanda ada sebuah pesan masuk dan hanya tertera nomor tanpa nama di layarnya.

Pesan itu bertuliskan 'Wahai kekasihku janganlah engkau cemberut, nanti cantiknya pudar loh'.

Matanya membulat melihat pesan yang baru saja masuk di ponselnya. Jemarinya dengan lihai mengetik sebuah balasan pesan untuk dikirim kembali kepada lawannya.

Indra penglihatannya enggan untuk membaca isi pesan Fares. Ia hanya menghela napas panjang, kemudian ponselnya ia lempar sembarang di kasur.

Keadaan hatinya seketika hancur, baru saja ia ingin merasakan sebuah ketenangan namun kenyataan berkata lain.

Yara merebahkan tubuhnya di kasur, tatapan mata begitu tajam tapi terlihat kosong. Hanya keheningan yang menyapa segalanya. Langit hitam legam beserta bintang dan bulan yang menghiasi malamnya dengan indah.

Yara mengeryitkan dahinya kesal saat pikiran kembali terlintas tentang masalah Yira. Dirinya sangat benci dengan nama itu, tetapi ia harus berpura-pura agar semuanya terlihat lebih baik.

Menghilangkan rasa jenuh Yara memutar lagu dari ponselnya dengan suara standar. Mungkin hanya dirinya yang dapat mendengar. Perasaannya kembali netral karena terbawa oleh alunan musik yang sangat merdu.

Hari sudah semakin larut, rasa kantuk tidak bisa ditahan. Kemudian ia menarik selimut hingga batas leher dan seperkian detik ia tertidur nyenyak.

***

Beker terus saja berbunyi hingga bergema di dalam kamar Yara. Gadis itu mengerjap-ngerjapkan matanya hingga dapat terbuka.

Nyawanya belum terkumpul seratus persen, bahkan belum sama sekali. Tapi ia sudah bangkit dari tempat tidur, matanya pun masih setengah terbuka. Alhasil kepalanya membentur dinding cukup keras hingga membuatnya tersungkur.

"Astaga! Siapa sih yang taro tembok di sini. Sakit tau, pagi-pagi bikin kesel aja!" teriak Yara seraya merintih kesakitan. Tanpa dramatis lebih lanjut Yara melanjutkan langkahnya menuju kamar mandi.

Di ruang tamu ada seorang laki-laki bertumbuh tinggi sedang berbincang dengan Wanda.

"Kenalin tante ... nama saya Fares. Saya boleh ajak Yara berangkat bareng kan?" tanya Fares dengan sopan dan tunduk.

Angle Strongest [Pindah di Dreame/Innovel] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang