Untuk A, Kedua Kali.
Tulisan-ku kali ini, masih tentang aku yang selalu merindukanmu, A. Apa hatiku memang selalu seperti itu? Walau kutahu yang kau rindu sudah pasti bukanlah aku, tetap saja aku ingin kau merasakan bagaimana rasanya menjadi seseorang yang dirindu.
Ternyata begini ya rasanya, A? Melihat garis bibir indahmu yang terangkat kuat, deretan gigimu yang rapi saat terlihat, sebagai ekspresi tawa bahagia-mu bersamanya. Menjadi seseorang yang hanya bisa menjadi penikmat, bukan sebagai alasan apalagi pembuat. Hatiku terluka, akibat pedang yang kau tancapkan dengan kuat.
Kira - kira sudah berapa lama ya, aku hanya bisa menatapmu dari kejauhan saja? Diam - diam ikut tersenyum, saat melihat-mu tertawa. Juga, diam - diam ikut bersedih, saat yang kulihat diwajah-mu hanya ada luka dan duka. Setidaknya, dengan posisiku yang seperti ini, sudah cukup untukku berkata bahwa aku bahagia.
Banyak orang - orang bilang bahwa jika terus - terusan diabaikan, sudah jangan terlalu dipaksakan. Tapi, kenapa yang kulakukan hanya terus melanjutkan, A? Tidak salah, kan? Jika aku masih ingin berjuang?
Pernah suatu hari, seseorang bertanya tentang-mu kepadaku.
' Apa yang kau lihat di dirinya? '
' Apa kau tahu pelangi? '.
' Tahu. Tapi, apa hubungannya dia dengan pelangi? '
' Dia seperti pelangi. Indah, penuh warna, banyak orang yang memuji akan indahnya dirinya, saat kau melihatnya, hanya perasaan kagum yang bisa kau rasa. Tapi .. '
' Tapi .. ? '
' Sayang sekali, Ia tak pernah bisa kumiliki. Dan dari sebanyak - banyaknya hal yang bisa kulakukan, aku hanya mampu sebatas, mengagumi. '
KAMU SEDANG MEMBACA
A.
PoesíaTulisan ini khusus kupersembahkan untukmu, yang tak pernah tahu bahwa aku selalu menyimpan rasa. Seperti titik dalam sebuah kalimat, kita juga berakhir tanpa alasan yang tepat. -Nug.