V

42 6 2
                                    

Untuk A, Kelima kali.

Bagaimana caraku memulai tulisanku kali ini ya, A? Karena dalamnya rasa sakit yang kurasa, telah berhasil membuatku lupa bagaimana cara berkata - kata. Ah, apa aku pernah benar - benar berkata padamu bahwa aku terluka? Atau sebenarnya berusaha menutupi luka yang itu kamu, alasannya?

Tak terasa, sudah berapa lama aku menunggumu peka, ya? Jangankan perasaanku kau balas, ragamu saja sudah tak dapat kulihat dengan jelas. Tapi tenang saja, aku masih mampu berdiri sendiri dan bersikap aku baik - baik saja. Ah, apa kau pernah memberi sedikit peduli pada sakit yang kurasa?

Tapi tenang saja. Walau rasaku tak akan pernah terbalas, setidaknya dengan melihatmu, aku dapat bernafas dengan lepas.

Sebab apa kau tahu, A?
Menjadi tubuh yang senantiasa tegar, tak pernah mudah. Menjadi bibir yang selalu siap tersenyum, tak pernah mudah. Menjadi lengan yang selalu siap merengkuh, tak pernah mudah. Apalagi menjadi hati yang selalu siap mengalah, kau tahu? Tak pernah mudah.

Katanya, sesekali perlu untuk menjadi lebih perduli pada diri sendiri. Agar tak ada lagi sakit - sakit yang tak bisa ku hindari, apalagi ku akhiri. Tapi kenyataannya? Kau masih menjadi seseorang yang kunanti - nanti, walau hanya sakit yang kudapati.

Aku sudah bersahabat dengan sepi sejak lama, A. Namun, apapun sepi yang bersangkutan denganmu, aku belum mengakrabinya.

Entah mana yang lebih baik. Berdiri disini selamanya tanpa kau tahu apa - apa, atau memberitahumu secepatnya tentang perasaan apa yang selalu mengganjal didada? Atau lebih baik berada diantara? Mengharapkan semesta ' mau ' menjadi perantara diantara kita. Atau bahkan malah lebih baik, menyerah saja?

' 19.19'

A. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang