Tiga

27 4 0
                                    

Tak lama setelah polisi dan ambulan tiba, para wartawan mulai berdatangan. Beberapa orang juga terlihat sedang menayangkan siaran langsung dari ponselnya. Seorang wartawati cantik mendekati kami dengan kameramennya.

" Boleh wawancara sebentar?" katanya pada kami. Sigit dan Mia segera mengangguk setuju sambil tersenyum senyum senang, sedang aku sendiri menggeleng.

" Yang lain saja mbak." Ujarku seraya menarik tangan Sigit dan Mia. Meski wajah mereka berubah kecewa namun mereka tak kuasa menolak tarikanku.

" Yah Shita,,, kenapa sih ga boleh? gue kan mau nampang walaupun sebentar, biar mantan gue nyesel, ternyata gue bahagia tanpa dia, masuk tivi lagi." Kata Mia sambil merapikan poninya saat kami sudah menjauh dari TKP.

" Iya, gue kan juga pingin masuk tv Ta, biar bokap nyokap gue bangga, anaknya ada di tv." Apa apaan ini Sigit ikutan merajuk seperti anak kecil.

Aku berhenti lalu menatap mata mereka satu persatu.

" Pertama, kita kan mau menyelediki ini, gue takut kalian keceplosan dan akan mengatakan sesuatu yang berhubungan dengan penyelidikan kita, dan kalian tau sendiri, kalo sampe pembunuhnya tau kita lagi nyelidikin kalian bisa bisa...." Aku memasang tangan menyilang di depan leher seraya menjulurkan lidah, Sigit dan Mia bergidik ngeri.

" Kedua,,,, plis deh masuk tv karena ada di tempat pembunuhan sama sekali ga keren tauuuu!!! salah salah malah kalian yang bakal dijadiin tersangka." lanjutku lalu segera berbalik dan melanjutkan perjalanan.

Kedua orang dibelakangku sekarang berjalan mengikutiku dengan patuh.

" Kita mau kemana sekarang?" tanya Sigit.

" Ke abang mi ayam, tadi kan kita belum bayar." sahutku enteng.

#####

" Bang sorry,,,, berapa gue tadi?" kataku begitu sampai di tempat mie ayam.

" Gapapa neng lagian udah dibayarin juga kok." kata si abang.

" Lhah,,, sama siapa bang?" otakku berputar cepat.
" Jangan jangan apa dibayarin sama cowo yang tadi duduk disitu?" tanyaku segera.

" Seratus buat neng cantik,,, iya tadi dibayarin sama abang ganteng yang duduk disitu, tapi cuman punya neng nya aja, punya temennya belum tuh."

Sigit merengut mendengarnya.

" Yahhh pilih kasih bayarin orang, ga gue restuin hubungan kalian berdua." Katanya sambil mengeluarkan selembar sepuluh ribuan. Aku menatapnya dengan tatapan, siapa elo berhak ngerestuin hubungan gue.
Si abang mi menatap lama uang sepuluh ribuan yang diberikan Sigit.

" Ambil aja bang kembaliannya, mumpung gue lagi baek." katanya kemudian.

" Kembalian apaan??? kurang goceng! tadi kan abang pesen es teh manis sama ngambil kerupuk dua kan?!" si abang berubah jadi galak.

" Eh iyaaa,,, maaf deh bang,,, lupa,,," Sigit buru buru mengeluarkan uang lima ribuan yang segera disambar oleh abang mi ayam.

" Jangan galak galak bang ama pelanggan, namanya juga manusia sering khilaf." Sigit membela diri.

" Gapapa bang omelin aja, ini orang khilaf mulu sukanya,,," kataku sambil tertawa.

" Udah yuk caw,,,, kemana kita?" tanya Mia yang sedari tadi jadi pendengar setia.

" Hmmm.... ke kamar kos gue aja deh." usulku akhirnya. Meskipun kos an ku khusus wanita tapi boleh menerima tamu pria sebelum jam 8 malam.

Kami berjalan beriringan dalam diam selama menuju kamar kos ku. Semua sibuk dengan pikirannya masing masing, sampai aku tidak menyadari ada seseorang berdiri di hadapanku.

Case ClosedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang