Sasuke menyerahkan segala urusan kantor pada Itachi. Pria itu selalu siap sedia dirumah menunggu Hinata. Ia tidak bisa percaya pada siapa pun lagi - termasuk Ibunya.
"Mau makan apa, Hinata?" Sasuke tersenyum manis. Ia siap mengabulkan apapun keinginan istrinya. Meskipun Hinata meminta telur naga sekalipun - Sasuke rela menjelajahi semesta untuk mencari.
"Apa saja." Hinata tidak bernafsu makan semenjak kejadian itu - bahkan selalu muntah tanpa sebab. Namun apapun pemberian Sasuke pasti di telan karena takut suaminya kembali sedih.
Saat ini semuanya jungkir balik. Hinata tidak bisa melayani Sasuke dengan baik. Tidak bisa memasak, menyapu, mencuci baju, membenarkan dasi - bahkan tidak bisa berdiri ke kamar mandi. Dirinya tidak berdaya.
Hinata merasa seperti benalu. Terkenang lagi awal perjalanan cinta mereka yang tidak pernah mulus. Pernah terbesit dipikiran Hinata jika Sasuke mungkin bukan jodohnya. Mereka terlalu memaksa hingga akhirnya jadi begini.
Tiba-tiba perut Hinata mengaduk. Sasuke langsung tanggap mengambil wadah dan meletakkan di depan wajah Hinata. Sang istri memuntahkan makanan yang baru masuk ke mulutnya.
Wajah Hinata memerah menahan gejolak di perutnya. Mata mereka beradu - saling menyiratkan kesakitan. Perasaan tidak enak itu kembali datang - ia kembali muntah.
"Tidak apa-apa." Sasuke mengelus pundak sang istri. Menghapus aliran yang menganak di pipi Hinata. "Bagaimana? Sudah baikan?"
Hinata mengabaikan perkataan Sasuke. Menoleh ke arah berlawanan. Airmata setia mengalir bak air terjun. Sasuke mengambil tissue - membersihkan sekitar mulut Hinata.
"Jangan menangis." Sasuke berbisik lirih, "dan jangan menghindariku." Hinata menoleh melihat mata Sasuke memerah menahan sesuatu.
"Maafkan aku." Hinata menghindarinya kembali.
"Tidak ada yang perlu di maafkan. Kau tidak salah. Aku yang seharusnya minta maaf." Sasuke mengecup kening Hinata.
"Kau tidak akan merasakan penderitaan ini jika aku tidak memaksa kehendakku. Ini murni kesalahanku." Sasuke mengecup mata sayu Hinata berkali-kali. Berakhir dengan kecupan di bibir kering Hinata.
"Aku ke belakang dulu." Sasuke beranjak meninggalkan Hinata. Membawa wadah berisi muntahan sang istri. Ia membersihkan tempat itu dan mengeringkannya.
Sasuke terduduk di lantai dapur. Mengambil tempat di sudut tak terjamah untuk menumpahkan segala kesedihan. Kenapa Tuhan memberikan ganjaran melalui Hinata. Kenapa tidak langsung pada dirinya.
Melihat Hinata menderita beribu kali lebih menyakitkan daripada penderitaannya sendiri. Tuhan sungguh adil. Memberikan karma untuk Sasuke melalui Hinata.
Sasuke tergugu tanpa suara. Bahunya bergetar hebat. Ingin memukul dirinya sendiri yang tidak becus menjaga Hinata. Suami macam apa dia? Kebahagiaan apa yang sudah dia berikan pada Hinata?
Mikoto melihat semuanya. Saat sang putra keluar dari kamar dengan wajah sendu. Dan menangis sendirian. "Maafkan ibumu, nak!" Mikoto melelehkan airmata melihat bahu Sasuke yang kembali bergetar.
Mikoto ingin menghampiri tapi tahu Sasuke tak akan senang. Tak lama kemudian sang putra bangkit - mencuci muka untuk menghapus airmata - lalu mengambil salad buah dari kulkas.
"Sayang, saatnya makan buah."
Sasuke menyuapi Hinata, memasukkan beberapa potong buah ke mulutnya. Selalu saja janinnya menendang saat lambung Hinata terisi sesuatu.
"Ini obatnya." Sasuke memberikan obat yang telah digerus. Hinata harus mampu menelan semua obat dan antibiotik ditambah cairan infus yang terus mengalir di tubuhnya. Semua ini Hinata lakukan untuk sang buah hati dan suami tercinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Fool
Fiksi UmumDemi tuhan kenapa ia bisa mencintai gadis berotak dangkal yang kerap kali mengundang kemarahannya. Sumpah Sasuke sangat membenci gadis bernama Hinata itu. Sangat membencinya hingga ia ingin mati saja. Cover © ScarlettaMezv