"Dimana Ataya?"
Reva membuka mulutnya lebar-lebar, heran. Untuk pertama kalinya Arkana menyebut nama Ataya. Jika saja ada Ataya dia pasti akan sangat senang.
Reva cepat-cepat mengalihkan pikirannya, berusaha sok-cuek dengan yang ada dihadapannya sekarang. Padahal Reva sudah berpikir kemana-mana hanya dengan hal sederhana ini.
"Kenapa? memang Ataya punya hutang ke lo?"
Balas Reva dingin, mengalihkan pandangannya."Serius."
Dengan ekspresi datarnya membuat Reva bertanya-tanya sendiri dalam hati, ada apa sebenarnya."Sejak kapan lo jadi debt colector?"
Balas Reva santai.Tanpa membalas pertanyaan Reva, Arkana meninggalkan kelas itu begitu saja dengan tatapan dingin.
"Terimakasih,Reva!"
Teriak Reva menyindir Arkana yang sudah berada di luar kelas."Dih. Untung dia masih punya jantung sama ginjal. Kasihan hatinya sudah mati. Andai ada yang mau donor hati buat makhluk mars itu."
Gumam Reva.*****
"Hahaha. Memang otak nya ketinggalan dirumah jadi gitu,deh."
Ataya tertawa geli mendengarkan Reva yang bercerita tentang ulangan tertunda hari ini.
"Tau,tuh. Datang-datang cuma bilang 'baik anak anak, keluarkan kertas sobekan' terus keluar lagi gak balik-balik."
"Hahaha,"
"Gue seneng bisa lihat lo ketawa lagi, tay. Gue tahu itu gak ikhlas, hanya sebatas menutupi luka lo, tapi seenggaknya lo belum lupa sama caranya."
Reva tersenyum, dibalas Ataya.
"Eh,"
Reva terdiam, mengingat satu hal yang ingin dia ceritakan."Tay, lu besok masuk,kan?"
"Iya, udah mendingan,kok. Kemarin cuma gara-gara begadang sama kurang makan aja. Seharian gue hibernasi ampuh juga,"
"Untung lu kesini bangunin gue. Bisa bisa hibernasi nya kelewatan, terus nanti kayak ceritanya Ashabul Kahfi, tidur 309 tahun."
Balas Ataya asal."Gue ikhlas lu tidur 309 tahun. Asalkan bangun-bangun lu udah lupa sama Arkana. Gue akan berusaha bertahan hidup buat jagain lo."
Ataya menunduk, menggigit bibir kuat-kuat, membasahi tenggorokannya yang kering.
"Cinta itu tidak sopan. Dia adalah tamu, tapi dia berlaku seenaknya. Dia datang kapan saja, tanpa izin, tanpa alasan yang jelas, memberantakkan apa saja. Dan dia pergi tanpa membenarkan-nya kembali dan tanpa pamit."
Ataya mendongak, dan berusaha untuk tetap santai.
Ataya tidak suka topik pembicaraan seperti ini, sungguh.
Tapi mau bagaimana lagi, Reva selalu saja mencari cara agar tameng itu bisa lepas dari Ataya.
Tameng itu adalah ketulusannya untuk Arkana.
Ataya tahu itu memang demi kebaikan Ataya sendiri,
tapi? kau tahu kan, cinta memang tidak bisa dipaksakan."Terus?"
Balas Reva dingin."Gue jatuh cinta hanya dalam waktu satu detik, tapi, buat ngelupain 309 tahun-pun gak akan cukup."
"Lebay."
Reva menyengir sinis."Gue perlu lemparin batu ke kepala lu dulu biar lu bisa amnesia gitu?"
Ataya tahu, jika sudah berbicara tentang seperti ini pasti Reva hanya akan membully nya.
"Jangan, kasihan batunya dia gak berdosa dilempar-lempar."
Balas Ataya asal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Logika Dan Hati
Teen Fiction"Aku tetap disini dan selalu disini untuk menunggu kembalimu meski aku tahu kau tidak akan pernah kembali. Aku tidak pernah menyesal dengan apa yang telah terjadi, aku hanya ingin memperbaikinya. Selamat tinggal,Ataya." -Arka...