1: Hari Pertama

65 22 11
                                    

"Inginnya juga tidak mengenal, tetapi kalau Allah berkehendak lain, yakinlah pasti akan hadir yang lebih baik."

Nyata itu gelap. Senja mengantarkan semesta pada sang kegelapan. Tidak ada makhluk hidup yang terlihat terang, hanya sepaket rasi bintang di langit yang menampakkan cahayanya malam itu. Anin duduk termenung di bangku taman kota. Tak banyak yang bisa dia lihat, hanya beberapa gedung pencakar langit dengan kerlap-kerlip lampu di kota. Anin lebih suka dengan suasana alam di lembang.

"Anin, apa kabarmu sayang?" Seorang wanita bergegas menghampirinya dan menjatuhkan dekapan erat pada tubuh kecil Anin.

"Baik Mama. Anin gak bisa napas ni." Anin melerai dekapan wanita tersebut, yang diketahui sebagai Mama Anin.

"Dimana mobilnya?" Tanya Anin sambil menarik kopernya.

Mamanya melirih bahagia pada kedua bola mata anak perempuannya. Sudah lama dia tidak memberikan kasih sayang pada gadis kecilnya. Segenap kerinduan pun tersirat dalam pandangan Mamanya.

"Anin capek Ma, gak usah drama berlebihan." Kata Anin dengan malas. Mama Anin memang sering melebihkan keadaan, terlalu kanak-kanak bagi Anin.

Anin dan Mamanya memiliki sifat yang berbanding terbalik. Jika Anin lebih suka kedamaian, maka Mamanya suka kebisingan. Beberapa orang mungkin akan mengira Anin bukan anak Mama jika melihat dari tingkah laku mereka. Namun walaupun Mamanya terlihat masih sering hura-hura, tetap saja dia tidak pernah lupa untuk memerankan dirinya sebagai tokoh 'IBU'.

"Anin sayang gak kangen sama Mama?" Mamanya mencubit kedua pipi Anin.

"Aaaah Ma! Sakit tau." Anin memegang kedua pipinya yang tadi dicubit Mamanya. "Anin kangen banget tapi Anin juga capek," sambung Anin kemudian dengan wajah lelahnya. Yah, Anin baru saja melakukan perjalanan dari Lembang ke Depok. Tidak terlalu jauh sih namun entah kenapa Anin merasa ingin segera merebahkan dirinya di atas kasur?

Mamanya langsung menarik Anin dan memeluknya dengan satu tangannya. "Disana sayang." Dia menunjuk pada sebuah mobil hitam yang terparkir seorang diri di ujung taman tersebut. "Sini kopernya," baru saja Mamanya hendak mengambil koper di tangan Anin, lalu sengaja Anin menjauhkan kopernya segera mungkin.

"Anin aja bawa, masih kuat kok." Anin tersenyum manja yang dibalas Mamanya dengan senyuman juga.

Mereka berdua berjalan menuju mobil yang sudah dimaksudkan oleh Mama Anin tadi. Semoga Anin bisa bertahan sebisa mungkin di rumah barunya. Tidak ada konflik spesial di keluarga barunya, hanya saja Anin belum siap untuk menjadi bagian dari mereka. Bukan ini yang Anin inginkan, tetapi Anin justru membutuhkannya.

***

Hari ini, hari pertama Anin menginjakkan kedua kakinya di sekolah baru. Pagi tadi, Pak Widananto, suami Mama Anin menawarkan diri untuk mengantar Anin ke sekolah tapi Anin dengan sengaja menolak dengan alasan dia lagi ingin naik angkot saja. Anin belum siap untuk mengobrol panjang kali lebar dengan beliau, bahkan memanggilnya Papa saja, Anin belum siap.

Anin sudah bertanya pada Mamanya mengenai jalan ke sekolah barunya. Untungnya, tidak terlalu rumit dan jauh. Cukup naik satu angkot saja. Yah! Anin sekarang sudah berada dalam angkot berwarna merah. Dia masih memikirkan suasana sarapan tadi pagi sambil menggelengkan kepalanya. Bagaimana bisa Anin hidup di keluarga itu sekarang ?!

"Neng stop di SMA Kusuma Bangsa kan?" Abang Angkot berhasil memecahkan lamunan Anin.

"Iya... iya bang." Untung saja, sebelum naik tadi Anin sudah berpesan pada Abang Angkotnya, meskipun dia melamun tetap tidak kelewatan.

Inisial WTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang