Prolog

131 30 14
                                    

Serupa senja, yang datang dengan sejuta pesonanya. Mengarungi jiwa dengan penuh harap. Lalu sedetik kemudian meniadakan segala kenikmatan yang bersahaja.

Hidup di langit yang sama ditatap, tidak akan menjadi jaminan untuk bersama. Dahulu ada sebuah keyakinan dalam benak Anin bahwa kata ajaib yang sedang tenar di kalangan remaja sekarang, dapat menciptakan sejuta rasa bahagia di semesta ini. Dahulu juga dia mempercayai bahwa kata ajaib yang sering terucap manis ketika berada dalam romansa kasih sayang, dapat mengistirahatkan hatinya yang sering berlayar tanpa arah. Begitu luasnya keyakinan mengenai kata ajaib tersebut, bak lautan yang selama ini dia hulur-hilir tanpa sebuah pelabuhan. Bila bicara soal kata ajaib itu, entahlah seberapa lelahnya?! Percayalah Anin bukan terluka, tetapi dia menyesal. Menyesal karena telah memilih kata ajaib itu melekat di hatinya.

Dalam suka Engkau titipkan duka bersamanya. Siapa yang akan mengira? Jika duka bersembunyi di belakang suka. Suara yang disusun demikian rupa sehingga mengandung irama yang merdu, menggelegar di dalam ruangan tersebut. Lantunan musik demi musik setia mengiringi kesahajaan dunia. Terhitung lima gadis disana sudah terlihat lelah memainkan nada. Namun tak gentar! Mereka tetap berjuang untuk berlatih dan menciptakan harmonisasi indah di atas panggung nanti.

"Anak-anak berhenti sebentar." Tiba-tiba pintu masuk ruangan terbuka dengan lebar.

Seorang wanita dengan seragam cokelat masuk sambil mempersilakan beberapa laki-laki tersebut masuk. Namanya, Ibu Mira, guru pembina kelompok paduan suara SMA Kusuma Bangsa yang terkenal killer-nya nauzubilah. Sekaligus juga menjabat sebagai wakil kesiswaan di sekolah. Luar biasa bukan?! Yang artinya beliau juga menghandle kebutuhan serta permasalahan di kalangan siswa.

Sedetik kemudian tidak ada lagi kebisingan dalam ruang seni, kelima gadis tersebut berhenti menaik-turunkan suara mereka. Lalu merapatkan barisan di depan Ibu Mira.

"Saya sudah bilang kemarin buat cari suara duanya ya," Ibu Mira membuka suara lagi dengan tegas. "Keempat laki-laki ini yang akan membantu kalian." Lanjutnya sambil mengarahkan pandangannya pada segerombolan laki-laki di sampingnya.

Aninpun disana, salah satu dari kelima gadis tadi. Dia memperhatikan setiap kata yang dikeluarkan dari bibir Ibu Mira. Sampai di penghujung kata, Ibu Mira menanyakan perihal kebutuhan apa lagi yang group paduan suara butuhkan? Mereka menjawab dengan serentak bahwa tidak ada lagi yang dibutuhkan untuk sementara ini.

Ibu Mira kemudian mengalihkan pandangannya lagi kepada laki-laki di sampingnya. Tanpa sengaja, Anin mengikuti arah pandangan yang beliau tujukan. Kedua bola mata Anin terkejap beberapa detik. Sekujur tubuh Anin merasa bergetar dengan hebat- kegugupan merajalela. Jantungnya berdegup keras menahan keinginan batin untuk segera membuka suara yang menandakan ia sangat terkejut. Kupu-kupu yang berada di dalam perut Anin berterbangan menggelitik tiap rongga tubuhnya. Dia menarik kedua ujung bibir tipisnya keatas.

"Ciie yang lagi terpesona liat calon imam." Tiba-tiba Bela menyenggol lengan Anin pelan sambil membisik kalimat tersebut.

Anin tersipu malu, rona merah sudah siap menjalar di wajahnya.

"Berisik banget ya," balas Anin sambil tersenyum kecil.

"Bilang aja bahagia kan?" bisik Bela kemudian.

Alhasil, mereka berdua meluncurkan kekehan kecil disana, dan mengakibatkan semua mata tertuju pada mereka.

"Anin, Bela, ada apa?!" Ibu Mira menatap keduanya dengan tajam.

Anin dan Bela tergagap sebentar.

"A...mm... Itu loh Bu anak kucing Anin belum dikasih makan." YAK! Bela benar-benar garing banget.

Mereka semua menatap bingung pada Bela, kemudian Anin bersuara untuk mengalihkan pembicaraan tidak penting itu. "Gak kok Bu. Ohiya jadi mereka bisa langsung latihan sekarang kan?" Anin memandang pada keempat laki-laki tersebut, dan sesekali menghentikkan pandangannya pada laki-laki diujung sana.

"Tentu saja!" Ibu Mira mewakili suara dari semua laki-laki di depan sana.

Kepada hidup yang tidak pernah tersentuh.

Terima kasih dengan mengadakan dia bersama inisialnya.

***

Cerita ini diikutsertakan dalam grasindostoryinc

Inisial WTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang