SANDARAN 0,0

922 49 11
                                    

SANDARAN
°°I love you so bad°°

____________________

Dua tahun lalu gadis itu telah bersandar diantara kelelahan perasaan yang membuatnya resah dengan namanya cinta, seolah mereka murka dan gadis itu berhasil mendapatkan apa yang tidak ingin ia dapatkan. Semestinya, janji itu tidak perlu ia buat kalau tidak bisa masing masing menepati.

Gadis itu duduk di pojok kafe seraya menyantap americano di hadapannya yang telah ia pesan beberapa menit yang lalu. Jemari lentiknya sibuk berkutik dengan kumpulan abjad di keyboard laptop miliknya.

Siapa sangka, gadis ini malah jatuh ke dunia sastra bukan malah dunia seni rupa yang ia impikan sejak lama.

Tassia menyandarkan punggungnya di kursi dan menarik napas panjang. Menatap lirih tulisan bercetak tebal yang lebih menguasai layar laptop dibanding semua kata yang lebih kecil.

Break Heart , Tassia mengingat bagaimana perjalanan cintanya dulu bersama lelaki muda yang dingin. Siapa lagi kalau bukan lelaki yang sejak lulus menepakan kakinya di Jerman untuk menuntut ilmu.

Lagi lagi Tassia terdiam, seakan akan perjanjian itu dengan Rianto tidak ia setujui. Tapi, gadis ini tidak bisa seegois perasaannya. Tassia lebih memilih untuk berpisah dengan Nico selama Nico mencari jati dirinya di Jerman. Negeri manusia berotak baja, Tassia setuju dengan kalimat itu. Nico bukan anak yang bodoh, jadi ia pantas berada disana dengan pemikiran dan logikanya diatas rata rata normal.

"Hai, udah lama nunggu?" sapa lelaki muda yang sepantaran dengan Tassia langsung duduk di hadapan Tassia dengan wajah semringah dan mata hazlenya.

"Udah seabad aku disini." Tassia melipat kedua tangannya di depan dada. "Jadi gimana? novel aku bakalan diterbitin?"

"Hmm... Bisa, tapi ada syaratnya."

"Apalagi? Aku nggak mau ya kalau persyaratan yang aneh." ucap Tassia yang lebih halus dari perkataannya saat SMA

Tassia bukan lagi gadis selebor yang selalu membuat kehebohan. Sekarang Tassia malah menjadi pribadi yang halus dan lebih cuek dari dulu. Semenjak Nico tidak lagi dihadapannya dan buku menjadi pasangannya.

"Selesaikan dulu novelnya, setelah itu baru gue yang urus semua." balas lelaki di sebrang Tassia seraya menatap Tassia lekat.

Kaisar menarik bibirnya membuat lengkukan indah dengan bibir tipis. Ia tersenyum melihat teman di perkuliahannya ini. Kaisar Adjie Darma, ketua band yang berhasil melirik Tassia.

"Kalau dilihat lihat, teman SMA lo mana?" Tanya Kaisar. Ia menoleh kearah lain seraya mencari keberadaan orang yang ia maksud.

"Oh, Vanny?" Tassia mematikan laptopnya dan memasukan kedalam tas punggung yang ia bawa. "Biasa, anak muda itu asik dengan adiknya."

"Hari libur yang menyedihkan." kata Kaisar dengan memamerkan gigi rapihnya. "Gue punya dua tiket nonton Festival Musik di J-Expo. Mau?"

Tassia diam sehabis menyeruput habis americano. "Nggak usah, aku udah ada janji, lagian aku udah nggak terlalu suka musik juga."

"Kalau yang datang LANY apa masih nolak?" tawar Kaisar sambil memamerkan dua lembar copy-an e-ticket yang sudah ia print.

"Berapa harganya?" tanya Tassia langsung mengambil satu lembar itu.

Kaisar mengacak acak pucuk kepala Tassia. "Gue tau lo nggak akan bisa nolak kalau ada LANY."

"You know what i want." Tassia melihat Kaisar dengan tatapan dingin seperti yang Nico lakukan dulu kepada dirinya. "Jadi berapa harganya?"

Coldest Senior 2 : SANDARANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang