SANDARAN
°°Im yours°°__________
Waktu semakin padat membuat dirinya mengerang saja tidak bisa. Tassia berani bersumpah hanya untuk istirahat saja ia hanya bisa tidur dan makan. Lalu kembali lagi ke kampus dengan suasana yang menegangkan dengan banyaknya tugas, ditambah dengan sempitnya waktu untuk urusan penerbitan novel miliknya. Membuat Tassia tidak memikirkan hal yang membuat ia mengganggu kegiatannya.
Tassia mengotak atik laptopnya dengan bunyi ketikan dimana mana dan mata yang terfokus pada layar laptop. Sesekali menghela napasnya berat. Matanya juga mulai berat namun ia berusaha untuk menyelesaikan tugasnya malam ini.
Selesai mengerjakan tugas kampus, ia beralih ke folder lain yang harus ia kirim hari ini kepada penerbit dengan melalui email. Tassia memeriksa semua alur ceritanya agar cerita miliknya tidak terlalu dipandang rendah.
Tangannya ia tarik ke atas melawan udara dan merelaksasikan tulang tulangnya yang tadi sempat menegang.
Ia sendiri lupa akan kesehatan dirinya dan kabar untuk Nico yang sedari tadi menelpon namun tidak sempat ia balas. Melipat kedua tangannya menyila dan menenggelamkan wajahnya pada lipatan tangan di atas meja belajar. Tassia terlalu lelah, dan akhirnya untuk malam ini ia menyerah dengan kantuk yang menyerangnya.
☕☕☕
"Lo kenapa?" tanya Rega seraya tangannya mengaduk cokelat panas di cangkir putih dengan asap yang mengepul nikmat. "Lecek banget mukanya."
"Tassia kenapa ya?" tanya Nico heran.
Rega duduk di sofa lalu meletakan cangkir cokelat panasnya di atas meja. "Ya... Jangan tanya gue, mana gue tau. Emang kenapa?"
"Gue telpon nggak diangkat."
"Punya yang lain kali." celetuk Rega dengan ekspresi wajah yang datar.
Mata Nico melirik Rega yang sedang asik menyesap secangkir cokelat panas. Ia tidak kepikiran sama sekali dengan itu. Mungkin ada alasan lain yang membuat Tassia tidak membalas panggilannya atau mungkin memang seperti apa yang dikatakan Rega?
Mengambil lagi ponselnya yang ia letakan di atas meja dan mencari nomor Tassia lalu memulai panggilan. Meletakan ponselnya di telinga, namun sial, ia hanya mendapat jawaban operator menyebalkan. Beralih dengan skype namun sama saja tidak ada jawaban dari Tassia semenjak dua hari yang lalu.
"Gue harus gimana?" Tanya Nico yang tampak gelisah dengan perasaannya sendiri.
"Jangan ngegantungin perasaan orang. Kalau emang lo nggak siap untuk memulai ya harus siap melepaskan. Terlalu lelah untuk nunggu yang nggak pasti." kata Rega seperti dirinyalah yang paling bijak. "Cewe juga punya harga diri, nggak seharusnya lo mainin kayak gini. Kalau lo yakin lo sayang ya... Lo bilang."
"Berarti selama ini gue aja nggak yakin dengan perasaan gue ke Tassia gimana?" Nico memikirkan perkataan Rega barusan.
"Bukan lo yang nggak yakin, tapi sekarang Tassia yang nggak yakin dengan perasaan lo." Rega mengambil jeda. "Lo nggak tau sebelum Tassia kayak gini lo selalu bilang apa? Lo sibuk kan?"
"Tapi emang kenyataannya gue sibuk." bantah Nico, membenarkan kenyataan.
"Dia butuh waktu lo. Lo nggak tau disana ada cowok yang selalu di samping Tassia. Lo nggak kepikiran kalau tiba tiba perasaan Tassia berubah ke Kaisar dan... Nanti lo malah nangis bombay disini. Kalau nggak yakin memiliki lagi, lepasin jangan buat kecewa perasaan perempuan. Kena karma lo!" menyesap kembali cokelat hangat miliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Coldest Senior 2 : SANDARAN
Novela JuvenilPerjalanan mereka belum berakhir Hubungan jarak jauh kali ini menjadi pembatasnya Tidak ada status? Namun mereka punya komitmen. Sandaran menjadi tempat istirahatnya.