Satu

549 44 13
                                    

Aku kembali mencuci piring di dapur rumah ini dan dengan malas kembali merapikan baju yang akan dimasukan ke dalam koper.

Ukuran koper yang tidak seberapa, membuatku kesulitan menata bajuku yang sangat banyak. Setelah menata bajuku aku langsung bergegas menelepon Najwa.

Rencananya aku dan beberapa temanku akan mengadakan liburan bersama di daerah Puncak, Bogor dalam rangka mengisi liburan kuliah.

Selain aku dan Najwa ada juga Ica, Bagas, Rio, Maura, dan Kevin. Kami akan menginap di sana sekitar dua minggu dan beruntungnya kami tak perlu khawatir tentang penginapan, karna teman ayahnya Bagas adalah pemilik salah satu villa di sana.

Kembali kepada keadaanku saat ini yang menelepon Najwa tetapi tak diangkat-angkat. Daripada berlama-lama aku segera menyiapkan baju yang akan ku gunakan.

Rencananya kami berangkat pukul 13.30 dengan mobil Rio, dan Rio menjemputku dahulu karna kebetulan orang tuaku sedang keluar kota dan kakakku Kak Tia sedang bekerja jadi tidak ada yang mengantarku ke tempat kami berkumpul.

Setelah mandi aku segera bersiap siap. Dari luar terdengar suara klakson mobil yang ternyata itu adalah Rio. Padahal waktu baru menunjukan pukul 12.50.

Aku membukakan pintu untuknya. Ia tersenyum sampai-sampai lesung pipinya terlihat jelas. Aku mempersilakan ia duduk di kursi depan sembari aku membawa jaketku dari dalam rumah.

Saat aku kembali ia lagi-lagi tersenyum. Ia kemuadian meminum beberapa teguk air dari botol yang ia bawa. Dan aku memulai percakapan dengannya.

"Ri, kenapa dateng jam segini? Tumben biasanya ke kampus aja ngaret," ujarku sambil sedikit tertawa.

"Yaa... Itung itung ngapel lah. Kangen juga dua hari ga ketemu kamu Nat." ia mencubit pipiku.

"Ih apaan sih Ri. Eh iya ngomong-ngomong macet gak nih kita otw jam 2?"

"Gak kayaknya deh. Soalnya kan ini hari senin nat, orang pada sibuk. Dan kita gak akan mampir kemana-mana lagi kan jadi dibawa ngebut aja hahahahah,"

"Ih gak jelas deeh.. Tiba-tiba ketawa. Tapi nanti malem jadi kan api unggunnya?"

"Ya jadi dong sayangku. Aku udah bawa kayu bakar tuh," ujarnya sembari menunnjuk mobilnya yang ada di depan rumahku.

"Hmmm okelah. Mereka minta dijemput dimana?"

"Di kafe Souteast katanya. Yaudah lah yuk kita pergi sekarang aja. Kamu udah bilang ke kakakmu kan?" aku mengangguk.

Dari ruang tamu, aku langsung mengambil koper kecil ku yang tingginya hanya selututku dan juga tas jinjing. Tak lupa aku membawa tas kecilku yang biasa kubawa saat jalan-jalan.

Aku menutup semua jendela dan membuat catatan untuk Kak Tia dan menelmpelkannya di kulkas. Aku segera keluar rumah dan memastikan semuanya dalam kondisi aman dan tidak ada barang yang tertinggal.

Tak lama kemudian, aku dan Rio berangkat menuju kafe Southeast.

Di halaman kafe sudah duduk Najwa, Ica, Maura, Bagas dan Kevin. Mereka sama-sama membawa tas yang digunakan para traveler kecuali Ica yang membawa koper kecil sepertiku.
Nampaknya Kevin baru saja menyelesaikan makan siangnya. Aku menghampiri mereka duluan sebelum Rio.

"Nanaatttttt!!" seru Maura kegirangan.

"Ahahahay lu kangen ya ama gue ya, Ra?" aku menarik salah satu kursi di antara Maura dan Ica.

"Ih najis kangen kangenan entar situ pada lesbi hiiiii," Kevin tiba tiba nyeletuk dan aku seketika melemparnya dengan tisu.

"Eh gimana kalian dah pada bawa bahan buat barbekyu pas api unggun kan?" tanya Bagas.

"Udah tuh gue bawa daging banyak banget ampe berat dah isinya jinjingan gue," Najwa menunjuk tas jinjing warna ungunya.

"Ya baguslah biar lo kurusan," ucapku. Tak lama Rio datang menghampiri kami, ia bilang sebaiknya kita cepat berangkat karna langit mulai kelabu. Kami bertujuh meninggalkam kafe Southeast dan menuju Bogor.

°°°°°

Tak kusangka perjalanan kami ke Bogor membawa nasib buruk bagi kami. Seharusnya kami tidak usah pergi kesana agar kami tetap bertujuh. Sungguh petaka bagi kami tetapi sejak kepulangan kami dari Bogor, terungkaplah fakta sebenarnya tentang villa itu.










Vote and comment please.. 😊

Pukul 3 PagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang