Dua Belas

204 19 0
                                    

"Ca, woy Ca? Jan melamun nih! Dan mau sahur!" Maura kali ini mencoba menggoyangkan bahunya.

Akhirnya Ica mendongak menatap kami semua, namun saat aku melihat wajahnya, wajahnya sangat pucat dan yang ada dalam tubuh Ica kini bukan Ica.

"Gaes, kayanya dia bukan Ica deh." teman-temanku seketika menoleh padaku.

Dan sedetik kemudian, Ica mencoba mencekik dirinya sendiri. Kami sontak berteriak memanggil nama Ica.

"EH ICAAAA!!" suara Maura nampaknya masih kurang keras, jadi Najwa berteriak sambil menggoyangkan badan Ica.

"CAAAA!!! JANGAN GILAAA! ISTIGFAR!!!!"

Maura dan Najwa kini sibuk membacakan ayat-ayat suci Al-Quran. Tetapi yang terjadi malah Ica semakin menguatkan genggaman tangannya pada lehernya. Dan badannya bergerak tak tentu arah bagaikan ikan yang keluar dari kolam.

"Ca, nyebutt Ca!! Istigfar!" Bagas kemudian menampar pipi Ica beberapa kali.

Karena tangan Ica masih berada di lehernya, Kevin dan Rio mencoba menarik tangan Ica kembali. Tetapi mereka berdua tidak berhasil. Akhirnya terpaksa aku yang turun tangan. Aku langsung berdiri dan menatap Ica. Dengan keras aku berteriak.

"Nathalie!!!! Kamu mau apa dari kami???!!!!"

Setelah aku meneriaki kata-kata itu terdengar tangis yang menyayat hati dari arah Ica. Sekarang Ica sudah tidak lagi mencekik dirinya. Ia sudah dalam posisi terduduk dan menangis dengan nada yang menyedihkan.

"EEEHH ANJAYY! KABUR, KABUR!"

Bagas yang melihat perubahan Ica langsung mundur beberapa langkah. Termasuk juga Maura, Najwa, Rio dan Kevin. Aku mendekati Ica. Ia masih menunduk sambil menangis. Tanpa ba-bi-bu aku mengangkat kepalanya hingga posisinya sejajar dengan pandanganku.

Mata Ica terbuka, bukan putih lagi yang nampak dalam matanya, melainkan hitam legam. Kemudian ia tersenyum memamerkan giginya. Suara tangisan kini digantikan oleh suara cekikikan khas dari seorang hantu wanita. Setan sialan.

"Mau kamu apa? Kamu sampe berani-berani ngerasukin teman saya!" itu adalah kata-kata yang aku keluarkan pada Ica- eh maksudku pada setan itu.

Ia masih cekikikan dengan senyum pepsodent yang ia tampakkan padaku. Sungguh aku ingin menamparnya. Karena suasana mulai tidak kondisif, aku membacakan ayat kursi pada si setan ini.

Reaksinya sungguh tak main-main. Setan sialan ini hendak mencakarku sepertinya, tetapi dari arah belakangnya, Najwa menahan kedua tangannya. Selama aku terus berkomat-kamit membaca ayat kursi berulang kali, Najwa berusaha menahan tangan Ica.

"Eh, bantuin dong! Cowok kok takutan sih? Cemen!!"

Mendengar seruan Najwa, Rio, Kevin dan Bagas langsung membantunya. Rio memegangi kaki Ica yang tak mau diam, sedangkang Kevin Dan Bagas berusaha menidurkannya di lantai.

"Maura, bantuin!" teriak Rio.

Selain membaca ayat kursi, aku juga membaca surah-surah pendek yang aku ketahui. Rasanya ingin sekali aku menyemburkan air minum pada wajah Ica sekarang.

"Bagas! Tidurin sekarang, kalo gak bakal makin susah!" perintahku.

Dengan sekali hentak, Bagas membuat posisi Ica menjadi tidur dengan tangan kanan dan kirinya dipegangi oleh Najwa dan Kevin. Sedangkan aku masih memegang kepalanya. Sudah beberapa menit berlalu, tapi si setan belum mau keluar dari tubuh Ica.

"Iket aja lah!" ujar Maura.

"Coba pake kain atau apa gitu, Cepetan!" balas Bagas.

Maura langsung berlari ke arah tas jinjing yang ia bawa. Ia mengeluarkan tali yang lumayan panjang dan membawanya pada kami. Sekarang aku mulai kelelahan karena Ica. Aku rasa aku sebentar lagi akan tumbang, tetapi setan ini tak kenal lelah. Dasar nyebelin!

Pukul 3 PagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang