Selamat Tinggal Tanah Minang

1.5K 37 0
                                    


KISAH Lidar dan Surya menjadi kisah tersendiri bagi keduanya. Cinta berbalut Islami dibumbui budaya Minang, menjadi konsumsi yang menarik untuk diceritakan. Cinta yang ia pasrahkan kepada Sang Penciptanya, pada akhirnya akan bermuara ke tempat asalnya. Begitulah cinta Lidar dan Surya sejauh manapun cinta itu terpisahkan, dan kepada siapakah cinta itu hanyut. Pada akhirnya ia akan kembali pada satu pusaran cinta, yang memang sudah Allah takdirkan untuknya, yaitu pusaran cinta di Ranah Minang tempat ia pertama kali membuka mata.

Ini pertama kalinya ia menyiapkan segala sesuatunya untuk suaminya tercinta. Mulai dari menyiapkan pakaian, sarapan hingga hal-hal terkecil seperti menyiapkan sepatu serta jam tangan untuk mendukung waktu kerjanya. Surya menatap lembut ke wajah istrinya, kemudian mengecup kilas keningnya.

"Jika nanti kamu marah padaku, begitupun aku. Ingat selalu kepada hadis HR al-Baihaqi. "Demi Allah, aku tidak bisa memejamkan mata hingga engkau meridhaiku, in sha Allah tidak jadi marah lagi," Ucapnya melempar senyum.

"In sha Allah, bimbinglah aku menjadi istri yang shaleha yang senantiasa berbakti kepada Allah."

Suaminya menganggukkan kepala dengan wajah penuh berbinar. Sudah seminggu lamanya mereka berstatus suami istri, hanya sedikit Lidar berbicara. Sebab ia masih tidak percaya jikalau kini ia menjadi seorang istri. Lidar masih sibuk dengan kegiatannya menulis, sejak ia berstatus seorang istri ia selalu saja mendapat undangan, sebagai pembicara di seminar kepenulisan. Sementara Surya sebagai seorang suami selalu setia mendampingi Lidar ke manapun ia pergi, sepulang dari tugasnya mengajar sebagai seorang dosen.

Namun berbeda dengan Hasan, pria yang selalu menutupi kesedihan serta kesendiriannya. Ia menghabiskan waktu dengan semua rutinitas pekerjaannya. Hingga hampir setiap hari tak pernah, ada waktu untuk persoalan cinta.

Terpikirlah ia untuk kembali menempuh pendidikan, dengan mengambil beasiswa S2 ke luar Negeri. Berharap dengan meninggalkan tanah Minang ini, sementara waktu ia akan amnesia dengan semua kehidupan yang pernah ia alami di kampungnya itu. Mula-mula ia amat ragu harus meninggalkan Amak dan Abaknya, apa lagi keponakan-keponakan yang sangat dekat dengannya, namun jika kesempatan beasiswa ini tidak diambil, maka pastilah akan menyesal diakhirnya.

Berundinglah Hasan kepada Amak dan Abaknya, begitu pula dengan Uninya. Namun sayang tak hadir Uda dan Yuli istrinya. Lama menimbang, awalnya berat Amak melepaskan anak bungsu pergi jauh ke negeri orang, jikalau Jakarta atau berbeda pulau masih ringan hatinya, jika rindu masih bisa ia pergi untuk berjumpa. Namun jika sudah berbeda Negara, jangankan untuk sekedar berkomunikasi, untuk bertemu rasanya akan sangat sulit.

Dengan segala keikhlasan meski berat lebih besar melepaskan, Amaknya harus meredam rasa egoisnya, karena ini untuk kesuksesan putra bungsunya. Ia ingin putranya kelak menjadi orang terpandang, yang tak hanya elok budi pekertinya, namun pandai dan disegani orang.

Jikalau lah terangkat nama Hasan, tentu keluarga, terutama Amak dan Abaknya lah yang teramat bangga. Sebab jarang dari sekian pemuda di Pariaman ini bisa bersekolah tinggi, bahkan menembus manca Negara. Sesuai mimpinya, ia ingin menaklukkan dunia luar seperti Ajo Suar dunsanaknya. Namun bukan Leiden University yang akan ia jajaki, tak tanggung-tanggung ia bisa masuk di Universitas bergengsi yaitu University of Camridge yang terletak di Cambridge, Britania Raya, Inggris.

"Mak, Bak sudikah kalian melepasku?"

"Jikalau itu sudah menjadi cita-citamu sejak dulu, tentulah Amak mengikhlaskannya."

"Tapi satu pesan Abak San. Apapun yang terjadi, teruslah mengingat Allah. Sebab apa yang kamu alami, tentulah semua atas kehendak Allah."

Hasan hanya mengangguk, dengan wajah penuh haru. Usai diciumnya kening Abak dan Amaknya. Bergegaslah ia masuk kamar dan membereskan segala sesuatu yang harus ia bawa, untuk selama dua tahun di sana. Ia bahagia karena menjadi salah satu orang-orang terpilih, dari ratusan bahkan ribuan yang mengantri untuk bersaing. Namun ia bersyukur jika nikmat itu Allah berikan untuknya.

Keesokan paginya berangkatlah Hasan menuju bandara, ditemani keluarga serta sahabatnya. Tampak juga Lidar dan Surya menghantar keberangkatan hasan. Air mata perpisahan menghantarkan pria itu menuju mimpinya. 


sejauh ini sudah bikin kamu greget belum?????

Muaro Cinta di Ranah Minang (Sudah terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang