Menyambut Cinta Yang Hilang

1.5K 47 0
                                    


Sebulan sudah Lidar bisa bernapas lega. Bau rumah sakit yang tidak pernah ia sukai, membuat hidungnya terasa sakit. Meski tubuhnya masih lemah, namun ketekatannya untuk sembuh sangat kuat.

Keceriaan dari bibir mungil gadis itu mulai terlihat. Meski ia kini harus terbiasa menutupi seluruh tubuhnya agar terhindar dari sinar matahari. Ditambah obat-obatan untuk menjaga daya tahan tubuhnya.

Udin, Ibu dan keluarganya yang sudah tenang dengan perubahan Lidar. Mengajak gadis itu untuk berbicara dari hati ke hati. Mengingat umurnya yang sudah menginjak 26 tahun.

Lidar menatap curiga kepada Udin, Udin yang paham akan tatapan tajam Lidar segera menghindar dari jangkauan manik-manik bola mata adiknya. Ia berdeham, kemudian menatap lurus ke sebuah sudut ruangan. Lidar yang paham kemudian mendekat dan mengambil posisi duduk di samping Kuniangnya.

"Ibu, Kuniang. Apakah pembahasannya sama seperti sebelumnya?" Tanyanya curiga.

Udin hanya mengangguk dengan kepala menunduk, takut membuat adik sepupunya drop, dengan tubuh yang baru pulih melawan Lupus.

"Jikalau ada seseorang yang berniat ingin mengajak Lidar ta'aruf. Kini Lidar telah ikhlas dengan jalan yang sudah Allah tetapkan. Menghindarpun tak akan mungkin, sesuatu yang telah tercatat pada lauhul mahfudz tak mungkin dapat dihindari. Jika memang orang itu baik, cukup seminggu ta'arufnya dan Lidar merasa cocok, lanjutkan saja ke jenjang pernikahan yang di ridhai Allah. Tapi yang pasti, dia mau menerima kekurangan yang ada pada diri Lidar, termasuk Lupus ini," Ucapnya dengan wajah penuh keikhlasan.

"Jadi kamu tidak masalah meski dijodohkan lagi!" Ucap Udin mengangkat kepalanya.

"In sha Allah. Jikalau Lidar boleh tau, apakah Lidar mengenalnya?"

"Iya, kamu mengenalnya."

"Kalau begitu bolehkah Lidar melihat biodatanya?"

"Baiklah, CV ta'arufnya nanti akan Kuniang serahkan kepadamu."

Lidar hanya mengangguk tanda setuju. Ibunya sangat bahagia ketika putrinya tak lagi mengelak akan perjodohan. Sementara Kuniangnya kembali pulang untuk mengambil sebuah map yang berisi biodata ikhwan yang ingin menjalani proses ta'aruf dengannya. Tak berapa lama sebelum ia menyerahkan map itu, ada rasa keraguan yang menyusup di hati Udin. Sebab jauh sebelumnya, Lidar pernah terluka, jikalau luka ini kembali dibuka ia takut hati adiknya akan semakin hancur.

Lidar menatap bingung. Ketika matanya bertemu wajah sendu Kuniangnya. Sebelum ia menyerahkan map merah itu. Ia kembali menyakinkan apakah nanti adiknya akan kecewa lagi, sebelum yang sudah-sudah ia rasakan.

"Ini Cv Ta'arufnya. Apapun keputusanmu, kamu yang akan menjalaninya. Kuniang dan Ibumu tak ingin memaksamu."

Lidar terkejut, bayangan masa lalu seakan memberikan ruang baru. Untuk kembali ia jajaki pada hati yang kini sudah tertata. Dengan satu tarikan napas, diselipkan nama Allah dalam hatinya. Sebab apa yang terjadi ia sudah pasrahkan semuanya kepada Allah, jikalau memang ternyata itu takdirnya, mengelakpun ia tak bisa. Lidar tersenyum kemudian ia mengambil map yang berada di tangan Kuniangnya.

Di lihatlah biodata ikhwan tersebut, sungguh ia sangat terkejut. Namun sebisa mungkin ia pasrahkan semua kepada Penciptanya. Pelan-pelan di tutup matanya, ia seakan kembali mengingat masa lalunya satu tahun ke belakang, diam-diam ditata hatinya, sambil meyakinkan dirinya, "Jikalau memang sudah Engkau takdirkan aku bisa apa Ya Rabb? Satu tahun ini, cukuplah sudah bagi kami memantaskan diri. Sebab doa tak pernah salah, apa yang aku pinta, pasti akan ku tuai hasilnya." Maka dengan mengucap Bismillah. Dengan ke ridhaan dan atas izin Allah, lantang ia katakan.

Muaro Cinta di Ranah Minang (Sudah terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang