Nat membolak-balik halaman buku di pangkuannya. Matanya memang berada di obyek buku tapi siapapun bisa melihat jelas bahwa fokus gadis berambut pirang itu tak berada di bukunya.
Pikiran Nat memang mengembara ke mana-mana. Ke rumahnya yang sepertinya memerlukan perbaikan sistem pemanas karena saat musim dingin terakhir Nat masih merasakan tubuhnya menggigil menahan hawa dingin yang masuk. Lalu beralih pada libur musim panasnya yang sebentar lagi akan tiba, dia sudah membayangkan saldo di rekeningnya akan membengkak parah seiring orang-orang yang bersedia menghabiskan banyak uang demi berbelanja di tokonya. Dan terakhir, pikirannya melayang pada peristiwa semalam.
Suatu kebetulankah jika lelaki yang menjadi targetnya adalah seorang pengacara?
Nat masih ingat betapa kagetnya dia mengetahui profesi Daniel yang seorang pengacara di firma hukum terkenal seantero Inggris. Apalagi saat Daniel menceritakan beberapa kasus yang pernah ditanganinya. Kasus-kasus yang sering membuatnya harus melakukan perjalanan ke luar negeri. Hebatnya lagi, semua kesuksesan karier itu dicapai Daniel di usia yang masih sangat muda.
Yang otomatis memunculkan rasa minder di hati Nat. Di usia 21 Daniel sudah menyelesaikan program pasca sarjananya, sementara di usia yang sama Nat masih tertatih-tatih menyelesaikan program sarjana.
Gwen yang sama-sama duduk di deret meja perpustakaan menyenggol lengan Nat pelan. Gadis itu berbicara sangat pelan, nyaris tak kedengaran. Gwen tak ingin terpergok petugas perpustakaan yang galaknya setara tukang tagih hutang kartu kredit.
"Sst... Nat?"
Nat melirik Gwen tanpa menghadapkan mukanya ke sang sahabat.
"Ada apa?" Nat balas berbisik.
"Kenapa kamu bengong?"
"Aku sedang memikirkan sesuatu."
"Apa itu?"
"Kemarin Sam datang ke rumah."
"APA?!"
"Sssssttt...!!!"
Gwen langsung membungkam mulut dengan telapak tangan. Dia sukses mendapat pelototan galak dari setengah lusin orang yang duduk semeja dengannya. Gwen nyengir lebar. Tanpa meminta maaf, dia segera menarik Nat keluar perpustakaan.
"Hei, Gwen..." Nat berseru tertahan, "... aku harus belajar, tahu!"
"Belajar di luar saja," Gwen menarik-narik tangan Nat.
Terburu-buru gadis pirang itu membereskan buku-bukunya yang berserak di atas meja dan mengekor Gwen. Mereka berjalan cepat keluar gedung. Lebih tepatnya Gwen yang setengah menyeret Nat hingga membuat sahabatnya pontang-panting mengikuti.
Langkah mereka baru berhenti saat mereka tiba di halaman perpustakaan. Pagi menjelang siang cuaca tak terlalu terik. Gwen duduk di undakan tangga tanpa takut bokong mereka terbakas panas dan memaksa Nat mengikutinya. Suasana di luar gedung perpustakaan cukup ramai, Gwen jadi tak perlu merasa bersalah saat harus berbicara dengan volume ekstra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amore Mio (TAMAT)
Romance•• WARNING!!! •• •• Mengandung konten 21++ •• •• Cerita ini juga diterbitkan di Hinovel dengan judul Amore Mio oleh Eliyen •• Kawin lari? Seumur-umur Nat tak pernah memikirkannya. Tapi sejak bertemu dengan Daniel, jatuh cinta padanya, dan mengetahui...