Bagian Pertama

84 20 7
                                    

Seperti biasa alarm berbunyi, suara rintik hujan, dan bau masakan ibuku tercium sampai di kamarku.

"Kak, bangun. Dah jam setengah 5 nih," ibuku berteriak dari dapur.
"Iya mah, Tika turun nih," ucapku sambil berusaha untuk bangkit dari kasur.
"Buruan siap-siap sekarang hari Senin, kamu upacara, nanti terlambat kamu yang malu loh."
"Iya, mah."


Setelah aku selesai bersiap-siap, aku menuju ke meja makan. Disana ada kedua adik kembarku dan kakakku yang sedang menyantap sarapan. Aa Dika, kakakku. Dan kedua adikku, Hana dan Hani. Dan aku Kartika Aprillia Bunga biasa dipanggil Tika. Aku duduk di bangku kelas 11 sma. Kami tinggal berlima di rumah ini, sedangkan ayahku sedang ada proyek di luar kota. Dia selalu menyempatkan dirinya untuk pulang sekitar sebulan sekali untuk menghabiskan waktu bersama-sama.

"Hana Hani, ayo berangkat. Aa tunggu di mobil," ucap A Dika sembari mengecek hp-nya.
"Iyaa a, tungguin aku lagi make sepatu sebentar," kata hana yang terburu-buru menggunakan sepatu.
"Ayo a, kita berangkat. Tinggalin aja Hana. Lelet banget sih make sepatunya," ucap Hani sambil berlari ke arah mobil.
"Ih, tungguin, ini sebentar lagi selesai."
"Ya udah cepetan," ucap A Dika sedikit kesal.

Tiba-tiba ibuku menghampiriku.

"Kak, ojeknya udah dipesen?"
"Iya mah, ini di GPS abangnya udah di depan gerbang perumahan."
"Oh, ya udah, kamu jalan aja kesana. Hati-hati ya sayang."
"Pamit berangkat ya mah, bye!"

Lalu, kami pun berangkat ke tujuan masing-masing.

Pukul 06.04, aku sampai di depan gerbang sekolah.

"Nih uangnya, bang. Kembaliannya ambil aja."
"Makasih ya, neng," ucap abang ojek online itu sambil tersenyum.

Aku berjalan ke kelasku yang berada di lantai dua dengan sweater dan masker yang masih aku pakai. Tiba-tiba Anya, teman kelasku, datang kepadaku dan menepuk pundakku cukup bersemangat dengan muka cerianya dan senyumnya yang manis ditengah gerimis ini.

"Hai, Kartika!" ucap Anya menyapaku.
"Napa sih lo, nya. Kaya abis ditembak sama si itu aja, hahaha."
"Enggak ditembak sih, tapi dia tadi malem nge-vn gue bilang selamat tidur cantik semoga mimpi indah gitu."
"Apaan sih, merinding gue dengernya."
"Tapi seneng gitu deh gue, hehehe," ucap Anya sambil senyum-senyum sendiri.
"Huh, dasar si Anya."

Sesampainya di kelas, baru beberapa orang saja yang ada di kelas. Dan seperti biasanya dia sudah ada disana. Rama, temanku. Dia adalah teman laki-laki terbaik yang pernah ku temui. Badannya yang tinggi, rambutnya yang ikal, dan kacamata adalah ciri khasnya. Saat kelas 8, aku pernah sekelas dengan dia. Hubunganku dulu tidak begitu dekat, namun anehnya saat sekarang kita berada di kelas yang sama lagi, dia sangat baik kepadaku. Aku tidak tahu, apa alasan dia berubah seperti ini.

Waktu menunjukan pukul 06.57, dan chairmate-ku pun baru datang. Nafasnya terengah-engah, tali sepatunya yang lepas, dan dasinya yang belum terpasang menandakan dia tergesa-gesa ke sekolah.

"Gila Tik, jalanan di pertigaan macet banget," ucap Tasya sembari duduk.
"Ya, lagian udah tau macet, malah dateng siang," kataku.
"Mau gimana lagi. Semalem gue tidur kemaleman gara-gara belajar buat ulangan PPKn."
"Oh, PPKn. Santai lah itu mah gampang."

Lalu bel pun berbunyi, tanda kami harus turun ke lapangan untuk upacara.

"Kuy lah turun! Dasi gue udah rapih nih," ucap Tasya mengajakku.
"Tapi itu lo, " belum selesai berkata, tanganku ditarik oleh dia.
"Apa lagi sih. Udah buruan."

Karena terburu-buru, Tasya pun lupa dengan tali sepatunya. Aku mencoba berjalan tanpa menginjak tali sepatunya. Namun, kakiku pun menabrak meja dan terjatuh.

"Aduh!" ucapku.

Namun sebelum aku terjatuh, di belakangku ada Rama yang dengan cepat memegang tanganku.

"Oops, hampir aja. Lo enggak apa-apa?" ucap Rama.
"Iya, enggak apa-apa. Makasih ya Ram, hehehe."
"Lain kali hati-hati ya."
"Tali sepatu lo tuh, Tas. Tadi gue mau bilang tapi lo main narik gue aja," kataku.
"Oh, iya. Sorry ya Tik, hehe," ucap Tasya.
"Ya udah, gue turun duluan ya."
"Iya," ucapku.

Lalu aku dan Tasya pun turun setelah Tasya selesai mengikat tali sepatunya.

Tiba waktunya untuk istirahat pertama. Aku dan Tasya mengeluarkan bekal masing-masing. Nasi goreng tanpa kecap dan telur mata sapi sempurna buatan ibuku seperti biasanya. Tiba-tiba Anya dan Keiko datang menghampiri kami.

"Hai Tas, Tik. Makan bareng yuk!" ucap Anya sambil menarik kursi.
"Gue duduk disini ya," kata Keiko sambil duduk di samping Anya.
"Eh nya, kei, lo tau enggak? Tadi si Rama lucu banget megang tangannya si Tika tau," ucap Tasya memulai percakapan.
"Apa sih lo tas. Orang gue jatoh, gara-gara lo pula."
"Tapi lo seneng kan? Asyik."
"Eh, by the way ini kita ngomongin Rama, bocahnya ada enggak tuh?" ucap Anya.
"Kaga elah, dia lagi ke kantin kayanya."
"Biasa aja sih," ucapku menjawab pertanyaan Tasya tadi.
"Emangnya lo engga ada rasa apa-apa gitu ke dia, Tik? Lo ngerasa enggak sih sikap dia ke lo tuh beda banget sama sikap dia ke cewek lain," kata Keiko.
"Masa sih, bukannya emang sikap dia berubah. Soalnya beda banget kalo dibandingin sama dulu smp."
"Enggak kok. Beda sikap dia kalo ke gue. Pokoknya gue nge-ship kalian banget deh."
"Ngomong apa sih lo, Kei."

Bel pun berbunyi, waktunya jam pelajaran kembali. Tepat sebelum bel berbunyi, Rama kembali ke kelas. Sepertinya dia habis bertemu dengan temannya. Aku tahu temannya itu pasti Iqbal. Dulu kelas 10 aku sering melihat mereka berdua di kantin. Aku iri dengan Rama, dia punya sahabat yang selalu ada untuknya.

Di Ambang RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang