Kenyataan

42 1 0
                                    

"Kenyataan terkadang memang membuat kita terpuruk.
Namun sebuah kebohongan akan lebih menyakitkan dari pedihnya menerima kenyataan."
****

"Nia lo apa-apaan sih pakek hukum adek gue suruh nembak Dimas segala. Ga lucu tau ga lo" bentak Arsyad pada Nia, sebab gara-gara Nia adik kecilnya pingsan.

"Gu.. gue ga maksud Syad. Maafin gue" ucap Nia dengan wajah pucat pasihnya.

"Lo bilang maaf? enak banget lo. Awas aja kalau adek gue kenapa-napa lo harus tanggungjawab gue ga mau tau. Dim gue titip adek gue. Gue mau ke kantin cari teh anget buat Nai" ujar Arsyad yang mulai naik darah karena kegelisahannya melihat Naira yang tidak sadarkan diri dari 15 menit yang lalu dan mulai melangkahkan kakinya menuju kantin yang tak jauh dari UKS. Tinggalah Dimas seorang di UKS tersebut karena Nia sudah pergi sehabis dimarahi oleh Arsyad.

Tak lama Naira mulai membuka mata indahnya perlahan hingga akhirnya terbuka sepenuhnya. Kesadaran gadis itu masih belum penuh, ia bingung dengan keberadaannya sekarang. Dimas yang ada disampingnya menatap gadis itu tanpa berkedip dan akhirnya ikut tersadar dari lamunannya memandangi wajah Naira.

"Lo gpp?" tanya Dimas dingin tanpa ekspresi.

"Gue gpp. Gue haus mau minum"

"Abang lo masih beli" ucapnya masih dingin yang membuat Naira merasa dingin disekujur tubuhnya.

Akhirnya hanya terdengar suara detik jam diruangan tersebut. Sungguh hal tersebut sangat dibenci Naira, namun ia bisa apa selain diam memandangi cicak yang berlalu lalang merayap didinding. Sedangkan Dimas ia sibuk dengan smartphone yang ia genggam. Sampai akhirnya suara pintu dibuka memunculkan sosok yang sudah ditunggu-tunggu kehadirannya 5 menit lalu.

"Lo lama banget sih beli minum bang. Emang kantin pindah ke New York ya?" gerutu Naira yang dibalas jitakan dikepala oleh Arsyad dan Naira mengaduh kesakitan.

"Sekate-kate lo kalau ngomong. Lo kira kantin sepi. Tau ga gue tuh ngantri sampe kaki gue pegel. Pokok nanti gue mau lo ganti uang jajan gue" dumel Arsyad yang dibalas pelototan tajam oleh Naira. Namun sebelum Naira membuka mulutnya suara bariton milik Dimas membuat perdebatan kedua kakak beradik tersebut berhenti.

"Gue balik ke kelas" ujar Dimas singkat padat dan jelas.

"Oke bro. Lo hati-hati, kalau ada semut lewat jangan lupa minggir. Awas digodain cabe kiloan lo" ujar Arsyad yang menurut Naira sungguh menyebalkan dan dibalas anggukan ringan oleh Dimas.

"Apaan sih bang receh banget" ucap Naira sambil meminum teh hangat yang disodorkan Arsyad dan dibalas Arsyad dengan elusan dipucuk kepalanya.
************
Jam belajar siswa telah usai 15 menit lalu, dan disinilah Naira didepan gerbang sekolah menunggu Dimas yang akan mengantarnya pulang, namun cowok jangkung tersebut tidak menampakkan batang hidungnya. Naira yang sebal hanya bisa mengumpat dalam hatinya. Sampai suara motor membuatnya berhenti mengumpat.

"Naik" ucapnya dingin tanpa merasa bersalah yang sudah membuat Naira menunggu. Tanpa banyak bicara naik keatas motor Dimas. Dimas mulai membelah jalanan kota sore itu.

"Gue mau ajak lo" ucap Dimas tiba-tiba yang membuat Naira mengangkat alisnya merasa heran dengan cowok didepannya.

"Kamu mau ngajak aku kemana? Kamu ga mau nyulik aku kan?" ucap Naira takut-takut namun tak mendapat jawaban dari cowok didepannya tersebut. Bertambahlah kekesalan Naira pada cowok tersebut.

Tak lama motor Dimas berhenti disebuah danau buatan yang asri tak jauh dari pusat kota. Pemandangan di danau tersebut memang sangat asri dengan puluhan bunga yang berjajar rapi ditepinya yang membuat danau tersebut semakin menyejukkan mata dan hati bagi yang melihatnya. Tak lupa dengan ayunan di bawah pohon besar yang umurnya mungkin sudah puluhan tahun.

Dimas berjalan mendahului Naira tanpa berkata apapun pada gadis itu. Naira hanya menatap cowok itu sebal dan menggerutu sepanjang jalan dan tidak bisa mensejajari Dimas karena langkah cowok tersebut yang lebar.

"Kalau jalan bisa cepetan ga sih. Lemot banget" ujar Dimas cuek lalu menarik pergelangan tangan Naira agar mau berjalan disampingnya. Naira hanya diam tangannya di genggam oleh Dimas.

"Kita ngapain disini? Kamu ga mau macem-macem kan?" tanya Naira dengan was-was.

"Ya mungkin cuma satu macem. Udah deh lo duduk disitu. Gue pergi sebentar" ujar Dimas yang kemudian meninggalkan Naira sendirian diayunan dekat danau tersebut.

"Eh gila, kok aku ditinggal. Stone kok kamu ninggalin aku. Blegug sia teh" ucap Naira bingung dan hanya dibalas senyuman oleh Dimas, senyuman yang sangat-sangat tipis.

Tak lama Dimas kembali dengan satu bungkus permen kapas yang kemudian ia berikan kepada Naira. Naira kaget dengan perlakuan manis Dimas.

"Buat aku?" ucap Naira memastikan yang dibalas anggukan oleh Dimas. Kemudian Dimas duduk diayunan kosong sebelah Naira.

"Gue tau lo ada masalah sama masa lalu lo. Ya kalau lo mau lo bisa bagi luka lo sama gue" kata Dimas yang otomatis membuat Naira berhenti memakan permen kapas pemberian Dimas dan menoleh ke cowok tersebut dengan wajah seakan mengatakan darimana Dimas tau.

"Aku ga ada masalah sama masa lalu. Aku fine-fine aja" ucap Naira bohong dengan senyum manis yang ia buat-buat.

"Oke mungkin lo belum siap. Gue tunggu waktu itu" ucap Dimas sambil mengusap sayang kepala Naira, dan membuat gadis itu diam membeku atas perlakuannya untuk kesekian kali.

"Hmmm. Kamu ga mau kak? Enak loh" ucap Naira menawarkan permen kapas kepada Dimas yang dijawab gelengan. Sebenarnya tindakan Naira barusan hanya untuk mengalihkan pembicaraan yang menurutnya tidak penting itu dan mencairkan kecanggungan antara keduanya.

Hanya ada keheningan diantara mereka. Sibuk dengan pikiran yang berkelana di pikiran masing-masing. Tak terasa senja sudah mulai menghilang ditelan gelapnya malam.

"Pulang yuk" ajak Dimas tanpa meminta persetujuan Naira. Menggandeng tangan Naira begitu saja dan berjalan menuju parkiran motor.

Sesampainya diparkiran, Dimas memasangkan helm dikepala Naira. Naira hanya diam seribu bahasa, perlakuan Dimas padanya mampu membuatnya seakan kembali ke masa lalu yang enggan ia ingat dan itu seketika membuat Naira mengingat orang masa lalu dan membuat wajahnya pucat pasih.

"Lo sakit?" ujar Dimas khawatir melihat Naira yang pucat.

"Enggak" balas Naira cepat dan memalingkan wajahnya kearah lain.
'Iya gue sakit. Sakit dengan kenyataan yang baru saja gue dapat' batin Naira.
*******

D.I.M.A.STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang