"Setiap pertemuan pasti ada kisah klasik didalamnya. Layaknya sebuah perahu yang bermuara di pelabuhan terakhir"
*****Naira termenung sendirian di balkon kamarnya seraya memandangi gemerlap malam kota metropolitan tersebut. Pikirannya pergi berkelana mengingat-ingat sesuatu yang membuatnya selalu gelisah tatkala mengingat langit jingga. Layaknya sebuah gulungan film yang berputar putar dikepalanya, seketika membuatnya pening.
"klining klining" suara notif LINE membuyarkan lamunannya. Naira bergegas mengambil hpnya di atas nakas.
D. Hafizi Arliansyah
add back, please.Naira hanya mampu mengerutkan keningnya dengan nama yang menurutnya tidak asing itu. Dia berpikir keras siapa pemilik nama itu. Sebenarnya tidak heran jika banyak yang tiba-tiba nge-add akun LINE nya dan mengiriminya pesan yang menurutnya unfaedah untuk dibaca, secarakan Naira bisa dikatakan cewek populer disekolahnya.
Di sisi lain Dimas sedang gelisah menunggu balasan dari Naira. Entah apa yang dipikirkan cowok dingin itu tiba tiba mengirim pesan untuk Naira. Tak lama getaran diponselnya membuatnya buru-buru membuka lockscreen hpnya, namun nihil, hanya pesan operator yang muncul dinotifikasi. Dimas hanya mampu menghela nafas kasar seraya mengacak rambutnya frustasi dengan tingkahnya yang mendadak konyol tersebut.
"Gue kenapa sih" monolog Dimas sambil mengacak rambutnya frustasi.
Dimas menghempaskan tubuh tegapnya pada kasur king size miliknya. Rasanya dia lelah dengan aktifitas seharian tadi, ditambah lagi dengan jabatan waketos yang menguras sedikit pikirannya.
____________________________
Kringgg.....kringgggg.....Suara bel sekolah tanda berakhirnya pelajaran disekolah membuat para siswa berhamburan keluar tempat yang menurut mereka sangat menguras tenaga dan pikirannya, apalagi kalau bukan kelas.
Naira keluar kelas X IPA 1 bersama dengan Ara, mereka kebetulan satu kelas dan Naira tidak menyangka ia bisa masuk kelas yang bisa dikategorikan kelas favorit tersebut.
"Nai lo bareng siapa?" tanya Ara seraya berjalan menuju gerbang utama.
"Ga tau gue. Naik taksi kali" ujar Naira putus asa.
"Ya maaf banget gue ga bisa nganter lo. Kebetulan gue ada acara sama keluarga abis ini. Maafin gue ya Nai" ucap Ara merasa bersalah yang hanya dibalas gelengan ringan oleh Naira.
"Eh itu jemputan gue udah dateng. Gue duluan ya Naira sayang" ucap Ara seraya mencubit gemas pipi chubby Naira.
"Ah gila sakit ogeb" balas Naira emosi.
Naira terdiam sendiri tak tahu harus pulang naik apa. Ia tahu tidak mungkin meminta abangnya Arsyad untuk mengantarnya pulang karena masih ada rapat OSIS yang mengharuskannya datang.
Lima belas menit sudah Naira menunggu taksi dan angkutan yang lewat namun hasilnya nihil. Naira mulai putus asa dan berjalan kaki menuju jalan raya dan berharap ada taksi yang lewat. Jam dipergelangan tangannya udah menunjukkan pukul 5 sore dan semburat merah dilangit sudah nampak jelas membuat Naira sedikit gelisah.
Tinn...tinn...
Untuk kedua kalinya suara klakson motor itu mengganggu telinganya.
"Naik" ucap cowok itu dingin bahkan terkesan seperti perintah.
"Lo lagi lo lagi. Kenapa sih setiap gue sial pasti ada lo?"
"Naik ga. Lama gue tinggal" ucapnya sekali lagi.
"Tinggal aja. Ga ngaruh" jawab Naira kesal setengah mati.
"Ya udah"
Tak lama Dimas menancap gas motornya dan berlalu meninggalkan Naira yang sedang menyumpah serapainya.
"Dasar cowok ga peka. Awas aja lo. Siapa sih namanya belagu amat" omel Naira disepanjang jalan.
Tak lama Naira telah sampai dirumah bergaya minimalis milik kedua orangtuanya tersebut.
"Baru pulang dek?" tanya Arsyad dengan watadosnya.
"Wah gila' lo bang. Tega banget sama gue. Gue ditinggalin, kalau gue diculik gimana? Kalau gue dijadiin perkedel sama penculiknya gimana? Terus kalau gue dijual sama penculiknya gimana coba? Mau tanggungjawab lo?" cerocos Naira sambil melempari Arsyad dengan bantal sofa.
"Lo apa-apaan sih. Lo baik baik aja ga ada yang lecet juga. Alay banget lo" jawab Arsyad dan berlari menuju kamarnya dan Naira hanya mendengus kesal atas kelakuan abangnya.
__________________________
"Dimas dari mana aja kamu?" tanya laki laki paruh baya pada anak bungsunya yang baru pulang sekolah padahal jam sudah menunjukkan pukul 8 malam."Bukan urusan Anda" jawab Dimas dingin dan melangkah meninggalkan Ayahnya menuju kamarnya.
Memang hubungan Dimas dengan Ayahnya dikatakan tidak baik akibat kejadian 2 tahun silam yang merenggut nyawa ibunya. Dimas sangat terpukul dan kecewa dengan kejadian tersebut. Mungkin hal itulah salah satu alasan yang merubah Dimas menjadi sosok yang tak tersentuh.
Dimas merebahkan tubuhnya dikasur empuk miliknya dan mencoba membuka aplikasi LINE dan mengetikkan sesuatu disana, tak lama ponselnya bergetar menampilkan notif yang membuat darahnya berdesir hebat.
Naira A. Putri
siapa?
apa kita pernah bertemu?D. Hafizi Arliansyah
gue dimasSetelah membalas pesan dari Naira, Dimas melempar asal ponselnya diatas kasur miliknya. Kemudian laki laki itu berjalan menuju balkon kamarnya dan memandangi indahnya kota Malang dimalam hari. Pikirannya jauh menerawang kejadian masa lalu yang membuatnya seketika pening dan akhirnya masuk ke dalam dan merebahkan tubuhnya di kasur empuk miliknya kemudian terlelap.
******
KAMU SEDANG MEMBACA
D.I.M.A.S
Teen FictionMenurut sebagian orang senja itu indah dan penuh makna. Namun tidak untuk Naira- gadis cantik yang benci akan senja. Mengingatkan ia akan pedihnya masa lalu, yang membuatnya sedikit enggan menatap keindahan senja. "Kamu tahu kenapa aku benci senja?"...