DDA | Four

27 6 0
                                    

"Kadang seseorang berhenti peduli, bukan karena dia tidak peduli lagi, tapi karena ia sadar bahwa kepeduliannya tak dihargai."

---

"Sttt.."

Nada mendesis merasakan otot-ototnya yang terasa sangat sakit. Mulai dari lengan, pipi, kaki hingga punggungnya...tercetak beberapa luka serta memar. Bahkan setelah tertidur pulas tadi malam, rasa sakit itu tidak berkurang malah makin sakit.

Awal pagi yang membuat Nada tidak bersemangat.

Gadis itu terduduk sebentar di atas tempat tidur, mengumpulkan semua tenaganya meski hanya sekedar untuk bergerak. Dibanding luka yang ada di tubuhnya, jauh dalam lubuk hatinya lebih terluka. Mengingat sudah bertahun - tahun ia diperlakukan seperti itu oleh Ayahnya. Dan selama itu, Nada menahannya. Menahan kemarahan yang ia rasakan.

Satu kaki Nada terulur, mulai beranjak dari tempat tidur. Melangkah gontai sekaligus malas, menuju kamar mandi. Meski hari ini ia sedang sakit, tentu Nada harus ke sekolah. Kembali bersikap seolah tidak terjadi apa - apa.

---

Dengan langkah cepat, Nada berlari kecil menuruni tangga seraya menendeng sepatu dan tasnya. Memang hari masih sangat pagi tapi, dia ingin cepat-cepat ke sekolah karena tidak tahan di rumahnya bersama orang yang hampir saja membunuhnya kemarin.

"Nada hati-hati Nak, nanti jatuh." tegur Jone yang tengah menyiapkan sarapan untuk putrinya sebagai permintaan maaf atas kejadian kemarin.

Kemarin Jone tau kalau ia kehilangan kendali. Menghukum Nada begitu saja tanpa mendengar penjelasannya terlebih dahulu. Itu semua karena Jone terlampau emosi, saat kekasihnya atau lebih tepatnya selingkuhannya datang di kantornya. Menangis tersedu - sedu, mengaduh kalau Nada datang melabraknya di depan umum.

Nada menoleh kearah seseorang yang menegurnya. Namun, karena melihat orang itu adalah Jone, ayahnya sendiri yang membuatnya sedikit berjalan pincang pagi itu, Nada berlalau begitu saja tanpa menghiraukannya.

Ia terlampau kecewa dan marah. Kemarin bukan pertama kalinya Jone menyakitinya seperah itu, dan Nada tau jelas alasan setiap Ayahnya semarah itu padanya. Ia tau. Itu pasti ada hubungannya dengan Widya, selingkuhan ayahnya.

Melihat itu sikap acuh Nada, Jone benar-benar merasa bersalah atas perlakuannya kemarin. Ia sadar kalau dia terlalu kerasa kepada putri semata wayangnya, "Nada sarapan dulu yuk!"

"Ga dulu deh yah, Nada buru-buru." Ucap Nada sebelum akhirnya cepat-cepat menuju pintu depan. Sejujurnya dia sedang malas dulu jika harus mengobrol dengan Ayahnya atas kejadian kemarin.

---

Entahlah, aku bingung dengan perasaanku sendiri.

Hari ini, detik ini juga aku merindukanmu. Bagaimana bisa?

Sebab kau tak lagi menampakkan diri setelah semua berakhir. Namun, dipagi itu kau datang dengan sepucuk harapan. Menggenggam tanganku memberi kekuatan kembali.

Nada menutup lembaran bukunya, menatap ke arah guru mata pelajaran matematika yang tengah menjelaskan hal yang membuatnya merasa bosan. Dan menjadikan menulis puisi sebagai pelarian.

Dia Dan AkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang