BAB 2

14.5K 678 37
                                    

"Ma, besok lusa aku ngajar, jadi aku harus belajar." Susah sekali untuk membujuk Mama. Sungguh aku tidak ingin satu udara bersama Bapak dosenku yang terhormat ini. Lagian, sedari tadi dia juga terus mengotak-ngatik laptopnya tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

"Temenin Rey sebentar, dong sayang," ucap Mama lembut seraya menyimpan nampan yang berisi gelas dan kue. "Setidaknya sampai Papa pulang. Dia mau konsultasi soal disertasi sama Papa. Lagi pula 'kan, kamu yang mengajar, masa kamu yang belajar juga?"

Menyebalkan. Setelah mengucapkan itu, Mama malah melangkah pergi ke dapur sehingga menyisakan aku dan Pak Rey di ruang keluarga. Sampai saat ini Pak Rey tak berkutik sedikitpun. Tidak ada basa-basi menyuruhku untuk tinggal atau pergi.

"Mama pikir ngajar itu gampang?" Suaraku sedikit meninggi membuat Pak Rey melihatku dengan sekilas tanpa bicara.

Kok, pengen nonjok, ya?

Aku mengetuk-ngetuk ujung ponselku ke kursi dengan asal. Berpikir-pikir alasan apalagi yang harus aku katakan kepada Mama agar aku pergi dari tempat ini. Wajahku sudah tak terbentuk karena ku tekuk lamat-lamat.

"Saya gak pa-pa ditinggal," Pak Rey mengucapkannya sangat begitu pelan dan tak jelas.

"Eh?"

"Ke kamar aja!"

Palu mana palu?

Kalo laptop digeprek, jadi laptop gebrek gak, ya? Rasanya selain pengen nge geprek laptopnya, aku pun ingin menusuk matanya. Ini ketiga kalinya aku ditatap begitu. Aku gak suka!

"Bilang dari tadi!" Ucapku dengan sangat-sangat ketus, tanpa melihat ke arah Pak Rey lalu bangkit menaiki tangga tanpa memberi tahu Mama. Memangnya cuma dia yang bisa ketus? Aku juga bisa kali.

Setelah menutup pintu dengan rapat-rapat dengan tak lupa mengunci pintu aku langsung membaringkan tubuhku tanpa mengganti baju terlebih dahulu. Hayati lelah.

Ku geser resleting tas bagian depan. Kurogoh isinya dan ku ambil earphone untuk menjejali kedua telingaku, lalu mulai mengklik play musik dengan volume yang sangat besar. Mencoba untuk tidak memikirkan hal yang tidak penting. Besok pembukaan PPL, dan besok lusa aku mulai mengajar di SMA Bagaskara. Sebenarnya, aku gugup.

Sudah sepuluh menit berlalu, aku sudah tenggelam dalam lantunan musik. Saat lagu solonya milik Jennie member Blackpink, tanganku langsung beralih menuju google dan mengetikkan "Lirik lagu Solo-Blackpink".

Satu-satunya girlband asal Korea yang aku sukai adalah Blackpink, dan lagi, member yang aku sangat sukai adalah Jennie. Sebab itu, aku sangat suka sekali dengan lagu solo pertamanya, apalagi dancenya yang sangat WOW.

"Bicci naneun sollo!" Sesekali aku menyanyikan dengan sedikit berteriak dan sesekali juga menggerakan tubuhku yang sedang berbaring ini. "I'm going solo lo lo lo lo lo..." kini aku semakin menggila. Kalau saja aku bisa menari, mungkin aku sudah mengcover dance-dancenya Blackpink dari dulu. Aku ini Blink garis keras, lho.

"Kia?!! Berisik! Papa lagi ngobrol sama Rey!" Suara bariton itu seolah-olah mengintruksiku untuk diam.

Kebodohan yang keempat.

Aku menepuk jidatku. Aku lupa keberadaan Pak Rey di rumahku. Lama-lama bisa dapet mobil. Akhir-akhir ini aku sering mempermalukan diriku sendiri.

"Mau ditaruh dimana mukaku?" Dengan gusar aku menendang-nendang kakiku.

***

Ternyata membuat anak untuk tidak membenci pelajaran matematika itu butuh tenaga tambahan. Sangat susah. Terlalu kuat sugesti yang ditanam didalam diri anak bangsa ini. Padahal, matematika tidak sepusing yang dibayangkan meskipun terkadang pusing. Hanya butuh kerajinan dan ketelitian yang ekstra saja.

EUPHORIA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang