Menemuinya

10 3 0
                                    

Dua hari setelah kejadian itu..

Azam's Pov

Besok adalah hari keberangkatanku untuk melanjutkan pendidikan. Alhamdulillah setelah menunggu pengumuman, aku dinyatakan lolos seleksi. Jika lolos, itu artinya aku harus mengikuti akademi polisi selama 4 tahun. Jika demikian, maka itu artinya aku harus berpisah dengan dia, Nayla. Sedih rasanya harus pergi meninggalkannya. Tapi aku juga tau, dia akan melanjutkan pendidikan kedokterannya.

Hati ini ingin sekali menyatakan perasaannya. Namun tertahan pada kenyataan bahwa sangatlah sia-sia jikalau ku menyatakannya. Tapi aku takut sekali kalau Nayla di gebet orang duluan.

Terjadilah peperangan batin di benakku. Antara ingin mengungkapkan atau tidak. Namun, aku tersadar. Jika Nayla memang jodohku, pasti Allah dekatkan. Jika tidak, maka Allah pasti jauhkan. Seberapa jauh dia melangkah, jika memang benar Nayla untukku,pasti dia akan kembali kepadaku. Iya, aku meyakini itu.

.

Sebelum keberangkatan ku besok, malam ini aku mengajak teman-temanku untuk berkumpul di sebuah cafe yang berada di dekat sekolahku. Aku juga mengajak Nayla. Mungkin malam ini, terakhir kalinya aku melihat dia.

.

Sekarang jam menunjukkan pukul 19.50 .Suasana di cafe sangat ramai namun hati terasa sepi. Semua kawanku telah berkumpul, namun aku tidak melihat keberadaan Nayla. Mungkinkah dia tidak ingin datang menemuiku. Apa dia marah padaku. Dua hari yang lalu saat wisuda selesai, aku menegurnya namun dia hanya melihatku dengan tatapan marah dan kecewa. Aku bingung, apa yang telah ku lakukan padanya. Kurasa aku tidak pernah menyakitinya.

Aku masih menunggunya, tidak lengap rasanya jika semua kawanku sudah memberikan salam perpisahan denganku, namun tidak dengan dia. Aku mencoba menghubungi Nayla, namun dia tidak menjawabnya. Aku mulai khawatir kepadanya.

"Aku rasa aku harus pergi ke rumahnya." batinku.
"Iya, sekarang aku harus ke rumah Nayla." ujarku untuk meyakinkan diri.
"Guys, makasih yah sudah mau nyempatin waktunya. Makasih semuanya. Semoga ke depannya kita semua menjadi orang yang sukses dan bisa bermanfaat bagi semua orang. Aamiin. Aku duluan ya, ada urusan penting." kataku sambil memeluk temanku satu persatu.

Aku bergegas menuju rumah Nayla dengan motor hokiku.
Sesampainya disana, ku lihat pintunya masih terbuka.

"Assalamualaikum. Assalamualikum." salamku.
"Wa'alaikumussalam. Lohh Azam, mari masuk nak." jawab ibu Nayla. "Ada perlu apa Zam?" tanya ibunya.
"Ada Nayla nya bu, ada keperluan sebentar." kataku.
"Oh ada, tunggu sebentar ya, ibu panggilin dulu."

Jantungku berdegup kencang, aku takut akan respon dari Nayla.

Kulihat seorang perempuan dengan gamis hitam dan jilbab biru dongker membawa segelas teh untukku. Itu dia, Nayla.

"Minum dulu Zam." katanya dengan nada datar.
"Iya makasih." ujarku sambil mrngambil segelas teh hangat yang disajikan Nayla.
"Nay, boleh aku bertanya?" tanyaku.
Dia hanya mengangguk dan menundukkan pandangannya.
Aku menarik nafas dan langsung pada intinya.
"Pernah aku menyakitimu? Pernah aku menyakiti perasaanmu?" lanjutku.
Dia mengangkat kepalanya dan melihatku sejenak. "Tidak" jawabnya dengan nada yang sangat begitu datar.
Aku rasa dia menyembunyikan sesuatu dariku. Sikapnya sangat dingin. Berbeda dengan Nayla yang aku kenal.
"Nay, besok aku berangkat loh buat pendidikan. Pendidikannya kira-kira selama 4 tahun. Yah aku gak bisa liat kau lagi deh. Tapi aku senang kok, kau juga dapat beasiswa kedokteran kan? Semoga nanti bisa jadi bu dokter ya." ucapky untuk mencairkan suasana.
"i..i.iya.aa" jawabnya dengan sedikit serak.
"Oiya Nay, aku minta maaf ya. Kalo selama ini aku buat kau kesal, buat kau marah-marah, buat kau jengkel. Aku bercanda aja. Jangan dimasukin ke hati ya Nay. Oiya Nay.." belum sempat ku melanjutkan, Nayla memotong pembicaraanku dan membuatku terdiam.
"Zam.."
"Aku yang seharusnya minta maaf. Aku ngejauhi kau dengan tiba-tiba. Aku yang bodoh Zam. Maaf ya ngerepotin kau, sampe kau harus jauh-jauh datang ke rumahku karena kau ngerasa bersalah. Aku yang salah Zam. Maaf ya Zam." katanya dengan nada tersedu-sedu. Ku melihat ada tetesan air mata yang jatuh di pipinya.
"Gakpapa Nay."
"Nayla. Nayla Nadira. Kalau ada masalah, cerita Nay. Jangan dipendam sendiri. Barangkali aku bisa bantu."
"Nayla, coba liat aku sebentar." pintaku kepadanya.
"Nay, sebenarnya ada masalah apa?" tanyaku.

Dia hanya diam dan kembali menundukkan pandangannya.

Nayla's Pov

Ketika Azam menanyakan apa yang terjadi denganku, ingin saja kuberitahu bahwa aku menyukainya namun sahabat yang kusayang juga menyukainya dan aku mengalah dan menyerah dengan perasaan ini. Mata ini tidak mampu lagi menampung air mata yang sedari tadi ku tahan.

Aku yakin aku sudah melupakan perasaan ini dan itu adalah kabar yang baik, namun kabar buruknya adalah aku bohong tentang hal itu.

MerelakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang