24 November 2006Hari ini adalah hari yang sangat menegangkan. Hari dimana nilai-nilai ujian dibagikan. Mungkin, hari ini adalah hari terakhir aku melihat semua temanku. Iya, hari ini kami akan melaksanakan wisuda. Wisuda dilaksanakan di auditorium lantai 4 yang disulap menjadi tempat yang sangat cantik dan klasik.
Semua kawankh terlihat cantik dan tampan, dengan setelan jas serta gaun-gaun yang indah.
Aku mencari dia. Iya dia, Azam. Aku tidak melihatnya sedari tadi. Apa mungkin dia sudah berangkat untuk mengikuti tes AKPOL tahap selanjutnya. Kurasa tidak, jika memang benar mengapa dia tidak mengabariku. Sontak aku tersadar, memangnya aku siapanya, harus memberitahu terlebih dahulu.
"Naylaaa!!" teriak seseorang.
Aku mencari keberadaannya. Aku melihat tangan seseorang yang melambai kepadaku. Ternyata itu Azam. Dengan setelan jas hitam dan dasi merah serta potongan rambut yang rapi dia berlari menuju ke arahku. Sungguh dia sangat tampan."Huuhh, acaranya belum dimulai kan?" tanyanya dengan nafas terengah-engah.
"Beh aku kira kau gak datang cuy. Belum kok, acaranya belum dimulai."
"Huuh untunglah. Wadey cantik bener." pujinya yang mebuatku tersipu malu.
"Iyola ji. Memang kalo orang cantik tuh begitulah." jawabku dengan bercanda.Acaranya pun dimulai. Alhamdulillah aku mendapatkan nilai yang memuaskan, begitupula dengan Azam. Setelah pengumuman nilai, selanjutnya sesi foto-foto. Jadi kami mengambil foto dengan teman-teman sekelas. Tidak terasa tiga tahun ku lewati dengan teman-temanku. Banyak suka duka kami jalani bersama. Banyak kenangan yang harus disimpan dengan rapat dan terjaga dengan baik.
.
"Nayla, sini foto dulu." ajak ibuku.
Kami mengambil foto berdua dengan berbagai gaya.
"Nayla, gih foto sama Azam, buat kenang-kenangan." ujar ibuku yang sontak membuatku kaget dan kagetnya lagi bahwa Azam sudah siap di samping ibuku.
"Hehe iya bu."jawabku dengan gagap.Jarakku dengan Azam tidak terlalu dekat, masih dalam batasan. Tidak terlalu dekat saja aku gugup, bagaimana nanti kalau... ah sudahlah.
Iya, memang benar, foto itu menjadi kenangan manis, semanis gula tanpa kopi.
.
Setelah semua acara telah selesai, aku dan ibu berniat untuk pulang. Kami menuruni tangga menuju lantai 1. Tapi aku singgah sebentar ke toilet untuk mencuci tangan. Ibu menungguku di parkiran.
Selesainya, ketika aku keluar dari pintu toilet aku melihat Azam sedang berfoto dengan sahabatku, Anna. Mereka terlihat seperti sudah lama begitu dekat.
.
Anna adalah sahabat yang sangat kusayangi. Dia cantik, sholeha, sangat baik, dan dia segalanya untukku. Dia lah yang membawa perubahan baik kepadaku. Dia juga yang mengajariku tentang ilmu yang tak pernah ku ketahui sebelumnya. Sungguh aku adalah fakir ilmu, mungkin Allah menjadikan dia sebagai sahabatku agar aku senantiasa berada di jalanNya. Jika ditanya seberapa besar aku menyayanginya, dengan lantang aku akan mengatakan 99,9%. Aku sangat begitu dekat dengannya. Semua tentang dia, aku mengetahuinya begitupula sebaliknya.
.
Ketika keluar dari toilet, aku bertemu dengan Rina, sahabatku juga.
"Rin, kelihatannya Anna dekat ya dengan Azam?" tanyaku penasaran.
"Lah, kan Anna memang suka sama Azam. Yaudah aku duluan ya Nay, ditunggu mamah." ujar Rina yang membuat seluruh tubuhku lemah, tak berdaya. Aku shock, bodohnya aku tidak mengetahui perasaan sahabatku sendiri. Aku sangat bodoh, sungguh bodoh. Aku terlalu mementingkan perasaanku, namun aku tidak memperhatikan sahabatku. Sahabat macam apa aku ini. Tanpa disadari, air mata pun jatuh. Dengan sigap, aku langsung menghapusnya. Aku berusaha bertindak seperti tidak terjadi apa-apa.Ketika aku sampai di hall, aku masih melihat mereka berdua berbicara dengan tatapan yang sangat sedu.
"Naylaa!!" teriak Azam.
Aku menoleh dan hanya menatapnya.
"Anna aku duluan ya. Byee!" sapaku kepada Anna dengan senyum kecilku yang sedikit memaksa.
Anna melambaikan tangannya kepadaku. Aku membalikkan badan dan langsung meninggalkan mereka.
Azam bingung mengapa aku tak menjawabnya.
"Nayy! Naylaa! Naylaa!!" teriaknya dengan lantang.
Aku tidak ingin menoleh, aku takut hati ini akan perih. Aku langsung bergegas menemui ibuku yang sedari tadi menungguku di parkiran.Aku berlari menuju ibu dan langsung memeluknya. Ibu kaget, karena ketika aku berlari menujunya air mataku sudah mengalir deras. Ibu bertanya kepadaku apa yang terjadi. Namun aku hanya diam, enggan menjawab karena itu sangat berat untuk diungkapkan dan sangat menyedihkan. Mungkin ini waktunya untuk mengikhlaskan Azam. Mengikhlaskan orang yang sedari dulu kusukai. Mungkin dia lebih bahagia dengan Anna, dan Anna pasti merasa sangat senang.
.
Baik. Sabtu, 24 November 2006. Dengan hujan rintik sendu, aku Nayla Nadira resmi mengikhlaskan Azam Abdullah demi sahabat tercintaku, Anna Annisa. Aku mundur dan berusaha untuk mengalah. Walau sakit, aku akan berusaha untuk tidak menyukainya. Tenang saja, aku tidak berharap lebih kepada Azam. Aku hanya sekedar mengaguminya, ehe.
KAMU SEDANG MEMBACA
Merelakan
عاطفيةJika mencintai artinya merelakan, dan merelakan artinya kehilangan, sungguh aku akan memilih untuk tidak pernah mencintaimu. - 2006, yang tengah merelakan Disatu sisi aku mencintaimu, namun disisi lain aku juga menyangi sahabatku.