Aku tak tahu harus bagaimana sekarang. Aku terlalu bingung untuk melakukan hal apapun selain duduk diam. Pikiranku melayang entah kemana. Seperti sedang menaiki roller coaster, emosiku dijungkirbalikkan menghadapi beberapa hal yang berlangsung cepat beberapa hari ini. aku merasa beberapa hari yang lalu masih lajang. Bebas. Kemudian si Dinan itu datang, membuatku cemas. Dan juga Nico yang mempesonaku dengan segala yang ada pada dirinya. Perjanjian aneh yang ku buat dengannya. Dan sekarang. Bertunangan. Dan dalam waktu kurang dari satu bulan, namaku akan berubah menjadi Avarielle Jaegar. Pipiku membara membayangkan hal itu.
“Dek, mikirin apa sih? Mukanya merah gitu? Mikir mesum ya?”
Aku mencubit perutnya yang rata dengan gemas. “Kamu kali Kak yang mikir mesum?”
aku cemberut. Rusak sudah lamunanku tadi. Aku melirik cincin di jari manisku. Rasanya tanganku berat sebelah karena mengenakan cincin itu. Ini cincin berapa karat sih, berat amat. Takut tangan panjang sebelah kali gini caranya.
“Sewot banget sih, Dek,” kekehnya sambil menoel pipiku.
“Nggak usah toel-toel ya, emangnya aku banci taman lawang. Huh.”
Dia tertawa lepas sambil memegangi perutnya. “Yang bilang kamu tu banci siapa sih dek? Sini biar aku bunuh orangnya.”
“Nggak usah jadi pahlawan kesiangan kak. Nico yang bakal ngelakuin itu buat aku.” Aku menjulurkan lidah.
Nico? Berkorban buat aku? Kayanya rada imposibel deh. Tapi kalo dipikir-pikir. kok dia ngebet banget sih nikah sama aku. Apa gara-gara tinggal seatap kemarin, dia nggak betah nggak ngapa-ngapain aku gara-gara belum halal. Aduh, nico~~ kamu so sweet banget deh. Aku memegang pipiku yang kembali memerah.
“Ih, lagaknya. Mentang-mentang mau nikah.” Dengan sadis kak Alex, menoyor kepalaku, sekali lagi membuyarkan lamunanku.
“Ih, kakak. Iri aja. Ya udah sono buruan nikah ama kak Alice.”
“Kok Alice sih? Laura keles.” Tiba-tiba kak Sandra nimbrung.
Aku dan kak Alex memandangnya. Aku dengan pandangan sedikit syok. Sedangkan kak Alex dengan pandangan yang bisa disebut, jengkel mungkin.
“Kak Laura? Kak Laura yang model itu? Sahabatnya kakak itu?” tanyaku.
Bibirnya ditarik menunjukan senyum melecehkan padaku. “Iya dong. Siapa lagi yang cocok sama Alex kalo nggak Laura?”
“ya, kak Alice dong! Dia kan baik. Lembut. Mandiri. Cucok sama kak Alex yang manja ini.”
“Apaan sih dek?” kak Alex menarik tanduk poniku, membuatku mengaduh.
“Alice tu miskin yak. Dekil juga.”
“Tapi kan dia sahabat kak alex juga. sama kaya kak laura.”
“Alah, dia sahabatan sama alex dan laura tu biar dia bisa sekolah gratis. Beberapa tahun kemarin kemana dia pas alex nggak ada di sini? ngilang kan dianya? Sekarang alex udah disini, balik lagi dianya. Dasar matre emang.” ujarnya sinis.
“Cukup Sandra!”
“Nggak usah nuduh orang kak.”
“Emang kenyataannya gitu! Dia tu mau ngambil harta kita. Dia itu matre!”
Aku mengeram kesal, menjambak rambut coklatnya yang lebih terang dari rambut asliku. Kak sandra menjerit kesakitan karenaku jambak. Kak alex segera menahanku.
“Mommy!” teriaknya sambil menahan rambutnya agar tidak tertarik lebih keras, namun aku menariknya lebih kencang hingga dia kembali menjerit. Sementara kak Alex mencoba melepaskan cengraman tanganku dari rambut indah kak Sandra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainbow Wedding Dress
Romance[WARNING!!! Cerita ini mengandung unsur keanehan, part yang pendek dan waktu update yang tak menentu. Bagi yang bisa menoleransi, alma ucapkan terima kasih dan silakan lanjut, bagi yang tidak ya coba baca dulu deh, kali aja suka :3] Nicholas Jaegar...