11 - Lost Control

4.7K 290 50
                                    

“Ava!” Mama menarik Ava dari pelukan Remy dengan cepat. “Jaga sikapmu. Semua kolega papa dan suamimu ada disini. Mama nggak mau kamu membuat reputasi mereka jelek karena tingkahmu. Mengerti?” bisik mama cepat dan tepat di telinga Ava. Hanya Ava yang dapat mendengar itu, Nico memandang kedua perempuan beda usia itu dengan pandangan menyipit curiga.

Ava mengangguk kaku. Dan begitu cengkraman di lengannya dilepaskan, dia buru-buru mundur dan menempel pada Nico. Lalu kembali memasang wajah cerianya.

“Jangan terlalu menekannya, Mom. Ini hari pernikahannya. Semua orang berhak bahagia. Terutama mempelai wanitanya.” Alex mencoba mencairkan suasana.

“Hey, aku belum melihat kalian berciuman,” pekik Laura, mengedip pada Ava yang kini bersemu merah.

“Yaa... yaa...” beberapa tamu undangan yang ada didekat mereka ikut antusias.

“Mom, aku harap Ava tidak menampar Nico karena dia gugup seperti tadi pagi,” cela Sandra yang berjalan anggun dibelakang Mama. Ava memandang Sandra dengan sengit.

Nico tergelak, sementara Remy memandangnya kaku “Aku suka saat istrimu malu-malu dan salah tingkah,” ujarnya diakhir tawa, memeluk Ava posesif dan mengecup puncak kepala Ava. Hanya dengan kecupan kecil Ava sudah merona dan membenamkan wajahnya dipelukan Nico. Membuat para tamu ber-oh ria dengan nada iri.

“Ava manis sekali.” Alice terkekeh.

“Kak Alice...” rengek Ava dengan nada manja khas anak kecil.

Sandra mendencih tak senang. “Seingatku ini pesta untuk kalangan atas. Kenapa ada si miskin disini?”

“Alexandra! Jaga ucapanmu.” Alex menggeram rendah. Laura menahan Alex agar tetap ditempatnya, mengelus punggungnya menenangkan.

“Alexandre mengamuk. Uuu... aku takut.” Sandra menjulurkan lidahnya. “Aku hanya bicara apa adanya kakakku sayang. Seharusnya kamu nggak perlu marah. Kecuali kalo aku bicara fitnah.” Sandra melipat tangannya dengan angkuh.

“Kau!”

“Kak, bisakah?” ujar Ava lirih. “Bisakah kalian tidak bertengkar di hari pernikahanku?” Alex tertegun memandang mata Ava telah berair. Perlahan tanpa diinginkan empunya, butir kristal itu mengalir meninggalkan jejak tipis di pipi yang sendari tadi merona kini pucat. “Please...” bisik ava lirih, tak mampu menahan kesedihannya.

Di hari bahagianya ini. Seharusnya semua keluarganya turut bersuka cita. Berkumpul dengan senyuman ditiap wajah mereka. Saling bersulang dan mendoakan pernikahannya. Bukan saling mengejek dan memakin seperti ini.

Ava tidak dapat menahan air matanya. Air mata yang selama ini dia pendam sendiri. Tanpa pernah dia tunjukan pada orang lain. Namun air mata ini mengalir tanpa henti. Dia kehilangan kendali diri. Tangannya tak ada daya untuk menghapus air matanya. Hanya dapat mencengkram tuxedo Nico yang masih membisu, tak tau apa yang harus dilakukannya untuk mengembalikan senyuman si gadis pelangi.

Semuanya terdiam. Tak ada yang berani bersuara. Bahkan musik pun terhenti.

“Cengeng.” Bisikan lirih itu membuat Alex memandang sandra dengan nyalang. Mengeram tertahan pada saudari kembarnya yang entah kenapa tidak punya perasaan pada adik mereka.

Tanpa pikir panjang Nico menyeret Ava ke lantai dansa. Memberi isyarat pada band pengiring untuk memainkan lagu. Dan mereka pun mulai berdansa. Berdansa dalam diam. Nico mendekap Ava dengan erat. Membiarkan gadis itu menangis sepuasnya. Dalam dekapan Nico, Ava hanya diam. Menangis sembari meruntuki dirinya sendiri. Dirinya bergerak beriringan dengan gerakan Nico. Kiri, kanan dan putar. Mereka berdansa tanpa aturan, tanpa peduli iringannya.

Rainbow Wedding DressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang