yuhuu~ datang lagi di tengah malam haha :D
happy reading! ^^****
Ava pov
Dan sekarang aku disini. Duduk di atas jok mobil yang nyaman. Aku tak sendiri tentunya. Namun suasana disini sangat hening. Malaikat tampan disampingku ini sama sekali tak ingin mengeluarkan suara. Bahkan hembusan nafasnya saja sangat halus nyaris tak terdengar. Membuat suasana dalam mobil sport ini semakin kaku. Apa harus aku yang lebih dulu bicara? Aku memandangnya ragu-ragu. Entah apa yang ku pikirkan sebelumnya. Mengiyakan ajakan malaikat yang main di club malam untuk ke apartemennya.
“Alamak. Dari samping aja udah ganteng begini. Diem aja udah bikin deg deg serr apa lagi kalo... Ah...” Aku mengeleng-gelengkan kepala mengusir pikiran kotor yang menghinggap dipikiranku. Melirik Om tampan yang fokus menyetir.
Betapa beruntungnya aku malam ini. Walaupun sedikit tragedi sebelum akhirnya aku menemukan malaikat yang tersesat ini. Ralat. Malaikat ini yang menemukanku. Mengingat tadi usaha coba-cobaku yang pertama untuk masuk ke dalam club malam. Jangan salahkan aku, tujuanku kan hanya ingin mencari kesenangan lain, mencoba hal baru dan menemui si Dinan itu. Dan aku tidak tahu kalau masuk malam club malam perlu menunjukan identitas. Dan aku lupa membawa dompetku. Hanya berbekal ponsel yang sedang mati dan beberapa lembar uang di celana jins buntutku.
“Jadi...” ujarku memulai pembicaraan. “Kenapa kamu bawa aku?”
Si tampan tidak bergeming. “Om!” Aku menarik lengan jaketnya mencari perhatian. Merajuk seperti anak kecil pada ayahnya.
Dia melirikku. Tatapannya menusuk. “Jangan panggil aku om! Aku tidak menikah dengan tantemu.”
Bibirku mengerucut kesal. “Ish. Abis dari tadi kamu diem terus. Nggak jawab pertanyaanku.”
“Anggap saja aku membantu pemerintah mengurangi tingkat gelandangan,” ujarnya sedikit bergumam.
Mataku memincing mendengar jawabannya. Jawaban apa itu? Dia sedang bercanda? Apa dia membawa semua gelandangan yang ditemuinya? “Kau membawa semua gelandangan yang kau temui? Ke apartemenmu?”
Dia tertawa, jenis tawa yang dipaksakan. Catat. Sangat dipaksakan. Itu ketawa sekali karena diiringi dengan tatapan mencemooh dari mata hitamnya. “Kamu pikir aku pemilik yayasan sosial? Dasar bodoh.”
Kalau dia bukan lelaki tampan yang sudah mencuri hatiku, sudah aku bunuh dari tadi. Seenaknya sendiri membodoh-bodohkan orang. Dia kira dia siapa? Renkarnasinya Einstein? Rasanya pengen gigit mulutnya biar nggak seenaknya hina orang. Abaikan pikiranku yang tadi. “Jadi kenapa kamu bawa aku?”
“Bisakah kau berhenti bertanya? Aku sedang fokus menyetir.” tatapan matanya mengisyaratkan : tutup mulutmu.
“Aye aye, Captain!” untuk saat ini aku menyerah. Lagi pula jika sudah saatnya dia akan bicara kan? Lebih baik melihat memandangan di samping kananku daripada mencari keributan dengannya. Tanpa senyumku mengembang.
****
Nico pov
Jujur saja, aku tidak tau apa yang aku lakukan sekarang. Membawa anak gadis orang yang aku tak tahu asal usulnya ke apartemenku. Ya sebenarnya aku sering melakukannya, dengan benda empuk bergerak yang menyodorkan tubuhnya padaku. Tapi yang ini berbeda. Tujuannya berbeda. Dan aku sendiri tak mengerti apa pilihanku untuk melakukan apa yang disarankan Juan memang satu-satunya jalan untuk terbebas dari calon pilihan kakekku. Berharap ide gila ini tak akan menyusahkanku nantinya. Setidaknya jika ini berhasil, aku akan terhindar beberapa saat dari syarat yang diajukan pria tua kesayanganku itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainbow Wedding Dress
Romansa[WARNING!!! Cerita ini mengandung unsur keanehan, part yang pendek dan waktu update yang tak menentu. Bagi yang bisa menoleransi, alma ucapkan terima kasih dan silakan lanjut, bagi yang tidak ya coba baca dulu deh, kali aja suka :3] Nicholas Jaegar...