Bangsawan Tak Bergelar

12 4 0
                                    

[Dellona Point of View]

"Jadi kau akan menebus masa kejayaan keluargamu selama lima generasi  dengan jiwamu? Salvian!!!!"

Zrappp

Seketika kedua mata ini terbuka. Bayang-bayang ayah dan iblis yang merenggut jiwanya terus menghantuiku. Aku terus meringkuk dalam dekapan sambil mengeluarkan tangisan tanpa suara.

"Nona, kita sudah sampai di kota terakhir." 

Kusir yang kereta kudanya kunaiki memberi peringatan kasar. Kemudian aku turun dan memberikannya sebutir permata dari pecahan perhiasan yang kubawa, lalu pergi.

Di sepanjang jalan aku tak berani menatap siapapun atau membuka tudung kepala, tanganku bergetar, masih tidak percaya kalau sekarang aku telah jauh dari lingkungan istana yang sudah habis terbakar oleh api.

Gaun kebesaran yang selalu kukenakan tak lagi terlihat indah. Saat ini tanpa identitas, aku terus menyusuri jalan-jalan kota yang sempit berharap menemukan sesuatu yang bisa kujadikan pegangan.

Grapp!!

Seorang pria berbadan besar tiba-tiba menarik tanganku sampai aku jatuh terjerembab ke tanah. Tak berapa lama kawanan dari pria itu mengelilingi diriku. Dengan tatapan bengisnya pria besar tersebut meludahi kepalaku.

 "Hey nona muda! sepertinya kau orang baru ya. Mari kita lihat apa yang kau bawa!!"

Lelaki berbadan besar tersebut menarik paksa tudung kepalaku dan membongkar kantung kecil yang kubawa. Aku berusaha mempertahankan harta terakhir yang kumiliki tetapi pria itu terlalu kuat sampai akhirnya wajahku terhempas sikunya dan memberikan bekas memar.

"HEI! Beraninya wanita jalang ini!!" Pria lainnya mejambak rambutku dan meremas wajahku dengan jari jemarinya yang bau.

"HAHAHAHAH, Tampaknya dia orang kaya!"Ujar pria yang membongkar kantungku  dan segera menyelipkannya di dalam rompi pakaiannya. Kemudian ia menatap tajam ke arahku sambil memainkan matanya melihat dari atas ke bawah, setelah itu mendekatkan wajahnya yang bau alkohol tepat di depan wajahku.

"Cepat bawa dia! Tuan kita dapat barang bagus malam ini!"  Pria tersebut membaui leherku dengan penuh kenikmatan.

"Dasar keparat! Apa yang akan kau lakukan" Aku meludahi wajahnya.

PLAK!!!

 "Apa yang kau lakukan wanita sialan! Berani-beraninya meludahiku."   

Pria besar tersebut mengayuhkan tangan besarnya hingga menyetuh pipiku. Tamparan keras darinya berhasil mendarat sampai akhirnya tubuh ini tak dapat merasakan apapun. Pandanganku gelap, aku...

****

Saat tersadar, aku telah berdiri dengan tangan tergantung di atas seperti hewan rendahan yang berada di tempat jagal. Kulihat kiri dan kananku, jejeran wanita yang bernasib sama sepertiku masih terkulai lemas. Ada pula yang terus meronta minta untuk dibebaskan.

Tak berapa lama seorang pria berbadan tambun lengkap dengan cerutunya masuk ke dalam ruangan dan menyambut kami dengan kepulan asap tembakau yang ia hisap.

"Selamat malam para gadisku, apa tidur kalian sangat nyenyak?" Nafas yang pria tambun itu keluarkan membuat aku ingin muntah. Belum lagi ruangan tempat diriku di tahan dengan puluhan gadis lainnya sangat lembab, sumpek, dan bau.

"Ah, aku baru saja kedatangan anggota baru. Siapa namamu nona manis." Pria tambun tersebut mendekatiku lalu membauiku. Rasanya ingin muntah ketika pria busuk itu tepat berada didepanku.

Huekkk!!!!

Dan akhirnya aku memuntahkan jasnya. Pria itu perlahan-lahan menatapku dengan tatapan yang sangat mengerikan, kemudian memerintahkan bawahannya untuk menyeretku ke tempat lain.

"Lukass!!! Dari mana kau temukan wanita tak beradap ini! Cepat ajari dia sopan santun, bawa dia pergi dari sini!" Perintah pria tambun tersebut.

Kemudian pria yang merampas barang milikku tadi datang dan segera melepas rantai yang mengikat tanganku lalu menyeret tubuhku menjauhi wanita lainnya.

"Dasar! Kau mau mati hah!"

Lelaki bernama Lukas tersebut mendorongku masuk ke dalam sebuah ruangan lalu mengunciku dari luar. 

Aku berusaha tetap tenang, kemudian mencari-cari celah yang mungkin bisa membawaku kabur dari tempat ini.

Tiba-tiba saja seseorang masuk dan menjerat leherku dengan seutas tali. Aku berusaha memberontak tapi jeratan orang tersebut lebih kuat dari tenagaku. Lagi-lagi kesadaranku menipis dan sepertinya ini akan terus berlangsung.

Apakah ini karma dari perbuatan ayahku dulu?

Second TiranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang