Sarapan pagi ini terasa sedikit berbeda bagi Aldo. Setelah hampir 1 tahun dirinya hanya sarapan bersama Bunda dan terkadang ditemani Ayahnya-jika beliau tidak sedang tugas di luar kota, kali ini ada abangnya.
Tahun-tahun sebelumnya, kegiatan sarapan akan terasa lebih ramai karena pertengkaran Eldo dan Aldo, entah karena rebutan lauk, rebutan nasi, atau karena pertengkaran lain yang memang belum selesai sehingga mereka membawanya ke meja makan. Bundanya sudah hapal dengan semua itu, mungkin itu juga sebabnya kenapa tadi bundanya bertanya "kalian kok lebih diem??"
Aldo dan Eldo kompak tidak menjawab. Kakaknya itu hanya mengendikkan bahu lalu kembali lanjut makan. Dan Aldo mengikuti apa yang Eldo lakukan.
Aldo cukup tahu jika sekarang kakaknya masih kesal karena pembicaraan mereka tadi malam. Sebelumnya, Aldo hampir tidak pernah mengatakan kalimat perlawanan bernada serius seperti kemarin malam. Mereka memang sering bertengkar namun Aldo berani bersumpah jika mereka sangat jarang bahkan hampir tidak pernah bertengkar secara serius. Memang pembicaraan kemarin juga tidak bisa disebut sebagai pertengkaran, tapi Aldo sadar jika jawabannya yang dia lontarkan cukup untuk mengirimkan bom tanda perang dingin dengan kakaknya.
"kalian itu jarang ketemu.. Sekalinya ketemu kok malah berantem.."
Seketika itu juga Aldo dan Eldo kompak menghentikan kegiatan mereka hanya untuk menatap bundanya.
"nggak usah kaget.. Bunda yaa, jelas tahu.. Kalian pikir kalian lagi bohong sama siapa?? Ini bunda, nggak peduli gimanapun cara kalian bohong, ini perempuan yang lahirin kalian berdua, bunda tahu semua tentang kalian.." perkataan bundanya lagi-lagi membuat Aldo dan Eldo kompak diam.
Iyaa, ini bunda. Sejenak Aldo lupa dengan kenyataan itu.
"berantem kenapa?? Ini bunda dari tadi ngomong kalian berdua nggak ada yang niat jawab, yaa??"
Kali ini kakaknya yang memutuskan untuk menjawab.
"nggak pa-pa, Bun.. Ini masalah cowok, bunda nggak bakal ngeti.."
Sekalipun tidak berbohong, nampaknya kakaknya tetap ingin menutupi alasan mereka berdua saling diam pagi ini.
"hidup sama ayah kalian selama 21 tahun, hidup sama kamu selama 19 tahun dan hidup sama adekmu selama 17 tahun udah bikin bunda ngerti semua masalah cowok.." jawaban bundanya justru membuat Aldo terkekeh ringan.
Meski terkadang bundanya terlihat dewasa, terlihat keibuan, dan terlihat mandiri, bunda juga bisa bersikap manja ketika ada sang ayah. Terkadang juga bunda bisa bersikap konyol seperti saat ini. Sedikit banyak sifat bunda membuat Aldo teringat pada Bianca.
Cewek itu dewasa, dibalik sifatnya yang konyol dan lucu, Bianca sebenarnya cewek mandiri yang sangat pemberani. Tapi jangan lupakan sifat manja Bianca yang kadang membuat Aldo tersenyum sendiri hanya karena mengingat cewek itu.
"tapi emang kita nggak lagi berantem, Bun.. Aku emang lagi mikirin tugas sekolah, kalo abang.. Nggak tahu, deh.. Paling lagi mikirin urusannya, urusan yang bikin dia mau pulang ke Indonesia.." Aldo juga mengikuti alur yang memang sudah dibuat oleh kakaknya.
Tidak ingin bundanya berpikir macam-macam tentang pertengkaran mereka, akhirnya Aldo memilih sedikit berbohong.
"ohh gitu.. Yaa udah deh, diem-diem aja terus.. Biar damai sarapan kita.." jawaban bunda yang terdengar santai itu justru membuat Aldo dan Eldo sama-sama tersenyum kecut. Demi apapun mereka berdua tidak pernah berniat menbohongi bunda. Tapi yaa mau bagaimana lagi.. Masalah kecil mereka tidak boleh sampai menjadi beban pikiran untuk bunda.
"yaa udah, Bun.. Aku berangkat dulu yaa.."
Cowok itu segera bangkit dari kursi lalu berjalan ke arah bundanya untuk menyalimi tangan perempuan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth
Teen FictionIni ceritaku, kisahku bersamamu, kenangan yang kurindu dan kepingan masalalu. Yang aku tahu, perbedaan memang menyatukan, tapi juga bisa memisahkan. Dan sekarang, aku disini. Berdiri bersama sepi, bertanya di dalam hati. Dimana kamu berada?? Tering...