Chapter 2 : Just The Way You Are

1.4K 49 1
                                    

Aku terduduk di sebuah sofa empuk di sudut perpustakaan. Sedang membaca beberapa buku music. Ya, sebenarnya lebih tepat beberapa buku tentang permainan harmonika. Aku benar-benar masih penasaran dengan laki-laki tampan pemain harmonika yang secara tidak sengaja ku temui kemarin sore. Aku kira harmonika hanya biasa di sentuh oleh para kaum hawa. Lebih tepatnya, aku kira harmonika hanya sudih disentuh oleh para kaum hawa. Menurutku permainan harmonika itu menonjolkan kelembutan para pemainnya, dan sepertinya para kaum adam tidak pantas di sebut lembut.

Tiba-tiba Aku mendengar suara kursi yang secara pelan ditarik di hadapanku. Aku memusatkan pandangan ke arah suara itu berasal, didepanku. Astaga! Apa ini benar-benar mimpi? Apa hanya kebetulan? Atau ini rencana Tuhan? Laki-laki itu muncul lagi, kali ini dia duduk di sebuah meja di hadapan sofaku. Jaraknya memang tidak terlalu dekat, tapi wajahnya terlihat sangat jelas dari sofa ini.

Aku mengambil salah satu gambar laki-laki itu yang ku ambil kemarin untuk memastikan apa yang di hadapanku sekarang benar-benar laki-laki itu. ini benar-benar nyata. Aku mengamati wajahnya lebih jelas, dia punya lesung pipi yang lumayan dalam tapi tidak telalu dalam, bibir yang tipis, dagu yang runcing, mata di bilang sipit tidak, tapi di bilang bulat, juga tidak dan Astaga matanya biru seperti lautan. Poninya terlihat sedikit menutupi matanya. Dia terlihat sangat tampan dari sini. Ah momen ini tidak boleh di sia-siakan, aku memutuskan mengambil polaroidku dari tas tanganku dan mengambil beberapa gambar dari laki-laki itu.

Tiba-tiba saja laki-laki itu menoleh ke arahku. Dengan cepat aku menyembunyikan polaroidku dan memalingkan wajah kearah lain. Dan saat dia kembali membaca bukunya, aku memasukkan kembali polaroidku dalam tas tanganku.

Aku mengambil salah satu buku yang kuambil dan membukanya lebar, tepat dibawah mataku, menutupi sebagian wajahku. Alis ku terangkat ketika melihat sampul buku yang dibaca laki-laki itu. Dan seketika aku membalikkan buku yang sedang terbuka manis menutupi sebagian wajahku. Astaga buku kami sama. Kali ini aku benar-benar percaya bahwa ini adalah rencana Tuhan. Tapi itu tidak penting.

Aku kembali membuka lebar buku yang dari tadi menutupi sebagian wajahku. Mataku terus mengamati laki-laki itu, dan lagi-lagi laki-laki itu menoleh kearahku. Serentak aku menarik bukuku naik dan seolah-olah sedang membacanya. Apa ia masih melihatku? Aku tidak bisa mengamati gerak-geriknya kalau ia masih melihat kearahku. eh Tapi, Kenapa dia sendiri? laki-laki setampan dia tidak mungkin tidak memiliki teman.

“lagi sendiri?”

aku terkaget dan menoleh kearah suara yang tiba-tiba saja membuyarkan lamunanku itu. A..astaga, laki-laki itu berada di sebelahku. Aku salah tingkah, aku menoleh ke arah laki-laki itu tadi dan kembali menoleh kearah laki-laki itu sekarang. Aku tidak bisa berkata-kata. Laki-laki itu tersenyum manis memamerkan lesung pipinya.

“kamu lagi sendiri?”

“i..iya”

astaga ia menatapku. ASTAGAA!! *Ceritanya ini aku lagi menjerit-jerit dalam hati*

“baguslah, aku juga lagi sendiri. tadi aku lihat seseorang membaca buku tentang harmonika di hadapanku. Aku penasaran dan mendatangimu. Apa kau bisa bermain harmonika?”

“i..iya.”

aku menarik nafas

“astaga, maksudku.. tidak”.

Laki-laki itu kembali tersenyum kearahku.

“oh haha tidak perluh setegang itu, aku cuman ingin kenalan dengan kamu saja. Hmm.. kamu tertarik dengan harmonika?”

“i..iya begitulah”

“baguslah, aku tidak tahu kalau ada orang lain selain aku yang tertarik dengan music harmonika di sekolah ini. aku kira semua orang berpikir kalau harmonika itu alat music yang membosankan dan tidak layak di pelajari sama sekali”

7:00 PMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang