03

5.3K 658 6
                                    

"Kak Chim, tadi ada bibi cantik yang bermain bersama Taetae dan teman-teman."

Taehyung mengawali ceritanya saat Jimin mulai mengusap kepalanya. Jimin hanya diam mendengar, karena Taehyung bisa merajuk jika ia menyela.

"Bibi bilang Tae anak manis". Taehyung terkikik malu. Bahkan pipinya berubah kemerahan. "Katanya Taetae seperti anaknya yang sudah pergi."

Taehyung memandang Jimin. "Apa menurut Kakak anak bibi itu dan Ibu pergi ke tempat yang sama?" tanyanya. "Soalnya bibi bilang anaknya pergi jauh, ibu 'kan juga pergi jauh. Kita saja tidak tau kapan ibu akan kembali dan membawa kita pulang."

Taehyung memainkan jari-jarinya. Entah kenapa, mendadak ia teringat dengan ucapan wanita yang bersamanya. Tentang rencananya yang akan mengajak Taehyung pergi. Namun belum sempat dijawab, Jimin yang lebih dulu mengajaknya untuk pergi.

Taehyung ingin menerima ajakan itu, tapi dia takut ibunya datang mencarinya. Taehyung tidak ingin jika hanya Jimin saja yang diajak pulang bersama ibunya sedangkan dia tidak.

Taehyung tidak tau sejak kapan ibunya pergi. Dia bahkan hampir melupakan bagaimana rupa sang ibu. Yang Taehyung ingat hanyalah mata ibunya yang menyipit saat sedang tersenyum, sama seperti kakaknya.

Setiap hari, Taehyung selalu menunggu kedatangan ibunya. Taehyung sudah siap dengan pelukan hangat untuk ibunya, juga cerita yang dilewatkan ibunya selama dia pergi. Tapi, hari itu tak kunjung datang. Taehyung mulai bosan.

"Kak...." Taehyung memiringkan badannya menghadap Jimin, "apa ibu tidak sayang pada kita?"

Jimin mematung. Gerakan tangannya terhenti. Sesaat mereka hanya terus memandang, menunjukkan bagaimana rasa rindu yang ada dihati masing-masing.

Jimin tidak bisa, dia tidak bisa memandang Taehyung terlalu lama, itu hanya akan membuatnya kembali kalah. Dia akan menangis. Jadi dengan segera Jimin mengalihkan pandangannya pada langit-langit kamar.

"Tentu saja ibu sayang pada kita."

"Tapi kenapa ibu meninggalkan kita?"

Jimin menelan ludahnya kasar. Dia hampir kehabisan kata-kata untuk menjawab pertanyaan adiknya. Itu wajar jika Taehyung ingin mengetahui banyak hal, namun Jimin tidak akan selalu bisa menjawabnya. Jimin juga memiliki banyak pertanyaan, tapi tidak semua bisa terjawab.

"Ibu...." Jimin menggantung kalimatnya. Ia harus memikirkan jawaban yang bisa dimengerti Taehyung, yang tidak akan membuat anak itu kembali bertanya.

"Ibu pergi... Mungkin karena kita belum menjadi anak baik." Helaan napas keluar dari celah bibirnya.

"Maksudnya kita nakal, Kak? Apa selama ini Taetae nakal?" Taehyung merenung sendiri. Mengingat perbuatan apa yang kiranya membuat ibunya memilih meninggalkan mereka.

"Ya, kita sedikit nakal," sahut Jimin. "Ibu ingin kita menjadi anak yang lebih baik, yang tidak cengeng dan menjadi berguna."

"Tapi Taetae tidak nakal, Kak Chim," rengek Taehyung. "Taetae 'kan selalu menurut, Taetae juga sudah tidak pernah mengompol, dan Taetae tidak suka menangis." Bibirnya mengerucut. "Tapi ibu tidak juga kembali." Suaranya memelan. Terdengar serak. Saat Jimin menatapnya, Taehyung menangis.

Padahal dia baru saja mengatakannya kalau dia tidak suka menangis.

"Ibu benar-benar tidak sayang pada kita. Ayah juga." Taehyung terisak pelan dan saat itu juga Jimin bergerak memeluknya.

Setiap isakan yang Taehyung keluarkan terasa menyakitkan, tapi Jimin selalu berusaha untuk menjadi lebih kuat. Dia adalah kakak, saat adiknya menangis karena merindukan ibu, dia yang akan menjadi penenang.

✔ MOONCHILD | Park JiminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang