07

4.5K 615 10
                                    

Jimin melirik jam di pergelangan tangannya berkali-kali. Hari ini begitu sial baginya. Karena seharusnya ia sudah sampai di club sejak tadi, tapi dia malah ketiduran dan baru terbangun pukul dua belas malam tepat. Jimin berdecak kesal, semakin mempercepat langkahnya begitu tempat yang di tuju sudah terlihat.

Ketika Jimin membuka pintu, sudah banyak pelanggan yang berdatangan, dan Taemin sedang sibuk meracik minuman di balik meja bartender.

"Ini dia yang ditunggu," cibir Taemin begitu Jimin mengambil celemeknya. "Dari mana saja, eoh? Berkencan?"

"Tutup mulutmu. Kita dibayar untuk bekerja, bukan untuk merumpi."

Jimin menghampiri satu pelanggan yang baru mendaratkan bokongnya di kursi dan menanyakan pesanannya. Taemin tertawa hambar kemudian melanjutkan lagi pekerjaannya yang terhenti.

Hingga beberapa pelanggan silih berganti belum ada percakapan di antara keduanya. Jimin maupun Taemun sibuk melayani para pemesan dan sesekali mengobrol dengan mereka.

"Mau minum apa, Tuan?" Taemin bertanya pada pria paruh baya yang baru saja menghampiri meja.

Pria itu masih diam, berpikir. Sampai pandangannya terpaku pada Jimin yang sedang sibuk meracik minuman sambil sesekali tertawa karena lelucon pelanggannya.

Matanya terbuka lebar, begitu sadar siapa yang tengah ia perhatikan. Tidak mungkin salah, benar dia.

"Park Jimin?"

Yang merasa namanya disebut menoleh, senyum yang tadinya mengembang dibibir penuhnya perlahan lenyap begitu pandangan mereka bertemu. Mata kecilnya juga membesar.

Jimin merasakan tubuhnya menegang, jantungnya berpacu cepat sementara tangannya bergetar hebat membuat gelas yang dipegangnya ikut bergetar. Taemin yang melihat gelagatnya dibuat kebingungan.

Jimin merasakan tenggorokannya tercekat. Tidak cukup mampu hanya untuk mengeluarkan satu patah kata saja. Menyebut pria di hadapannya, yang dulu ia sebut sebagai monster bernama ayah.

***

"Siapa paman itu, Jim?" Taemin langsung bertanya begitu Jimin kembali setelah cukup lama pergi bersama pria paruh baya tadi.

Jimin membuang napas. Mengambil ranselnya dari dalam loker dan mencangklongnya tanpa menghiraukan Taemin.

"Ya! Aku bertanya" Taemin mendengus kesal karena setelah itu Jimin pergi begitu saja.

Taemin menyusul dan menyamai langkahnya dengan Jimin.

"Tidak perlu tau," sahut Jimin sebelum Taemin kembali bertanya.

Taemin mendecak, memicingkan matanya ke arah Jimin kemudian membuang pandangannya menatap objek lain.

Benar, meski Taemin telah mengetahui segalanya tentang Jimin, tapi dia tidak pernah tau orang-orang yang memiliki hubungan dengan Jimin selain Taehyung.

Tidak orang tua, tidak juga teman terkecuali anak panti.

Di persimpangan jalan keduanya berpisah, lalu kemudian, saat Taemin benar-benar tidak terlihat, Jimin menghubungi seseorang.

Terdengar nada sambung tiga kali sebelum panggilan diterima.

'Hallo?'

Jimin menegak ludahnya kasar. Sejak dulu, setiap kali dia ingin berbicara dengan ayahnya, rasanya sulit sekali. Tidak tau kenapa, tapi sejak pertemuan tidak disengaja tadi, ketakutan yang hampir berhasil ia pendam kembali muncul dengan lebih menakutkan.

✔ MOONCHILD | Park JiminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang