01

93 8 0
                                    

Manik hyemi terbuka ketika tubuhnya berhenti terjatuh tiba-tiba. Dia mendongak untuk melihat pria itu. Dia sangat tidak familar dan itu membuat Hyemi bertanya-tanya siapa dia.

Pandangannya lalu jatuh di tangannya dimana dia memegang pergelangan tangan Hyemi dengan kuat. Hyemi bisa melihat urat di tangan pria itu muncul, wajahnya tegang, mungkin berusaha sebisa mungkin untuk menyelamatkannya agar tidak jatuh ke dalam laut.

"Pegang tanganku! Berikan tanganmu yang satunya lagi!" Dia berseru, menggeretak Hyemi dari pikirannya

Alih-alih melakukan apa yang dia perintahkan, Hyemi memilih untuk tetap kaku sebelum menggelengkan kepalanya. "Biarkan aku jatuh. Tolong biar—"

Ucapannya terpotong ketika pria itu mengulurkan tangan kirinya. "Pegang tanganku."

"Tapi aku—"

"Pegang tanganku! Aku tidak mau kau jatuh ke dalam laut itu!"

Perlahan dan ragu-ragu, Hyemi meraih tangannya. Mengencangkan gengamannya pada tangan Hyemi, pria itu menariknya ke atas. Manik-manik keringat terlihat berkilauan di dahinya ketika dia menggertakan giginya.

Hyemi terpaku pada situasi ini, ragu bagaimana caranya untuk berreaksi karena dia tidak menduga hal ini akan terjadi. Dia tersentak sedikit ketika pria itu memegang kedua bahunya, menaruh tubuhnya di bawah kemudian.

Rambut pirangnya menempel di sisi wajahnya dan miring setiap kali tertiup angin. Terengah-engah, orang asing itu bersandar di pagar besi, dadanya bergerak naik turun untuk menarik napas.

"Kenapa kau melakukan itu?" Dia tiba-tiba berbicara, memecah kesunyian malam. Alih-alih menatap Hyemi, maniknya malahan terpaku ke bawah kemudian jari-jarinya sibuk bermain dengan kerikil kecil.

"A-apa?"

"Aku bertanya padamu, kenapa kau melakukan itu? Kau masih muda jadi kenapa kau berniat untuk bunuh diri? Benar-benar seorang pengecut." Dia mencemooh lalu melempar Hyemi kerikil kecil yang sudah ia mainkan sejak mereka duduk berseberangan dengan satu sama lain.

"Kau tidak punya hak untuk mengetahuinya." Hyemi menjawab dalam monoton. "Harusnya kau membiarkanku mati saja."

Sebanyak terkejutkan Hyemi, pria itu menaruh tangannya di mulut dan tertawa histeris. Matanya berubah menjadi garis lurus, bibir padatnya ternganga karena pernyataannya. Hyemi mengernyitkan dahinya. Dia bertanya-tanya apa yang lucu tentang pemikirannya melakukan bunuh diri.

"Hei, kau tau apa, lebih baik di bilang jelek daripada menjadi orang yang bodoh." Dia berkata ketika tawanya perlahan menjadi cekikikan kecil.

"Apa kau baru saja memanggilku bodoh?" Hyemi meninggikan suaranya lalu mengepalkan tangan kanannya.

"Kenapa? Apa aku salah... Jung Hyemi?" Pria itu melirik sekilas tag nama yang berada di seragam yang Hyemi kenakan.

Alih-alih membalasnya, Hyemi menemukan dirinya menatap pria itu dengan intens. Dia berusaha mengumpulkan kemarahannya yang mulai bertambah tapi kemudian, hatinya melembut ketika pria itu melepaskan jaketnya, menyerahkan Hyemi kain biru itu setelahnya.

"Ya ampun. Lihat dirimu. Ini sudah larut malam dan kau masih mengenakan seragam sekolahmu. Ini, pakailah."

Hyemi melirik jaket itu tapi kemudian, dia menggelengkan kepalanya sebagai tanda dia menolak tawarannya. "Tidak usah. Aku tidak apa-apa."

"Selain menjadi bodoh, Aku lihat kau juga pandai berbohong." Dia mengangguk sekilas lalu menggigit bibir bawahnya. "Bibirmu pucat, kau mengigil tapi kau mengatakan bahwa kau baik-baik saja? Ya Tuhan, berhentilah berbohong."

"Hei memangnya kau siapa b—"  Perkataannya terpotong ketika pria itu mendekat padanya. Memakai senyuman tulus di wajahya, dia menutupi jaketnya di atas bahu gadis itu.

"Berhenti mengeluh dan menolak. Kau besok sekolah dan Aku tidak mau kau masuk angin." Katanya sepantas mungkin. "Pulanglah Hyemi. Dan ingat, jangan berani bunuh diri lagi."

Hyemi menelan benjolan besar yang terbentuk di belakang tenggorokannya. Dia mendongak, hanya menemukan dirinya hilang dalam tatapannya yang indah. Dia benar-benar orang asing kepada Hyemi tetapi caranya ia memperlakukan Hyemi seperti mereka sudah kenal selama bertahun-tahun.

Iris gelapnya menusuk ke dalam matanya. Mengeluarkan senyuman lembut, dia lalu terkekeh karena tatapan kosong Hyemi. Dia merasa itu lucu melihatnya melamun, bingung dan ragu bagaimana untuk membalas.

"Kenapa aku harus mendengarkanmu?"Hyemi berseru segera setelah dia memegang cengkeramannya.

"Apakah itu bahkan sebuah pertanyaan?" Dia menggosok tengkuknya lalu mengangkat salah satu alisnya.

"Jawab aku. Aku ingin pulang."

"Karena banyak orang di dunia ini yang mencintaimu. Kau mungkin tidak menyadarinya, tapi mereka ada."

Hyemi mengiggit pipi dalamnya. Dia seharusnya merasa tersentuh akan perkataannya tapi sayang sekali hatinya sudah berubah menjadi lebih dingin dari es, lebih keras dari batu. Rasa sakit yang dirasakannya selama ini membuat tubuhnya mati rasa terhadap hampir semua hal. Dia bahkan tidak bisa membedakan apa itu rasa sakit dan apa itu kebahagiaan lagi.

"Berhenti bicara omong kosong." Dia bergumam pelan. "Semua orang di dunia ini semuanya sama. Mereka terus berkata seperti mereka mencintai, seperti mereka peduli padahal sebenarnya tidak. Mereka bertingkah seperti mereka tau segalanya, ketika realitanya adalah mereka sama sekali tidak tau apa yang sedang aku hadapi."

Menghirup dalam-dalam, dia melanjutkan. "Dan kau tidak ada bedanya dengan mereka. Bertingkah seperti kau peduli ketika kau bahkan tidak tau seberapa banyak rasa sakit yang aku derita."

Pria itu terkejut karena kata-katanya tapi alih-alih semakin bingung, dia tersenyum lebar dengan bibirnya mengerucut bersama. "Aku mengerti perasaanmu Hyemi. Aku tau apa yang sedang kau rasakan."

"Tidak! kau tidak dan kau tidak akan pernah!" Dadanya terangkat. "Jangan berikan aku senyuman itu. Kau sama sekali tidak membantu!"

"Kau tau, apakah kau pernah mendengar pepatah 'senyuman orang yang paling menyedihkan adalah yang tercerah'? Di balik sebuah senyuman, tersembunyi ribuan luka yang tidak akan bisa disembuhkan. Di balik sebuah tawaan, tersimpan ribuan rasa sakit. Tapi di balik senyumanku, tersembunyi satu tekad. Dimana untuk memastikan kau tidak merasakan semua itu."

Smile / pjmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang