04

53 5 1
                                    

"Dia sudah tiada."

Kalimat-kalimat itu terus berputar di pikiran Hyemi. Otaknya masih dalam keadaan syok. Jika pria itu sudah tiada, lalu siapa yang menyelamatkannya minggu lalu? Apakah itu adalah seorang hantu? Tidak. Itu konyol. Dia terlihat sangat baik-baik saja dan nyata.

Hyemi menghela nafas dalam-dalam, mata terpaku pada lapangan yang luas sambil duduk di bangku. Tapi kemudian, maniknya menangkap seorang pria berambut pirang, bersorak riang ketika dia berhasil mendapatkan gol. Dia menatap figur itu dengan penuh perhatian. Itu saat ketika dia menyadari bahwa itu adalah pria yang dia lihat di jembatan dulu mempunyai anting yang sama dengan Jimin.

Dia terpukau dengan betapa dekatnya hubungan antara si kembar itu.
Mereka tidak hanya terlihat identik, mereka bahkan punya anting yang sama.

"Hei Jung Hyemi! Mainkan sesuatu, maukah kau?! Dasar pemalas bodoh!" Jimin berteriak dari tengah lapangan, langsung menyadarkan perempuan itu dari lamunannya.

"Huh?" Rahang Hyemi terjatuh, mata berkedip dengan cepat pada suara yang tiba-tiba masuk ke dalam gendang telinganya. Walaupun dia sedang melamun, dia masih bisa menangkap apa yang laki-laki berambut pirang itu katakan dan sebagai balasan, dia langsung bangkit berdiri.

Membersihkan kotoran yang terdapat di seragam olahraganya, dia berjalan menuju kerumunan berisi perempuan yang sedang bermain basket. Mengikat rambutnya menjadi sebuah ponytail, dia kemudian melebarkan jarak antara kakinya, bersiap untuk menangkap bola yang dilemparkan ke arahnya.

Ini bukan pertama kalinya dia terlibat dengan perempuan lain; dia sudah melakukannya berkali-kali lagian. Tapi masalahnya, dia sudah tidak lama melakukannya. Sangat lama, sebenarnya. Hyemi tidak tau kenapa, tapi dia lebih memilih untuk menyaksikan mereka dari jauh dan menganggumi panorama dari SMA Hanyang yang mempesona.

"Jung Hyemi, tangkap ini!" Salah satu dari perempuan di seberangnya berteriak, melemparkan bola ke arahnya. Hyemi tidak setuju, sangat bertekad tapi dia sangat terkejut, bolanya meluncur dengan kecepatan lebih tinggi dari yang ia kira.

Sayangnya dia tidak cukup cepat untuk menangkapnya, jadi bolanya berakhir dengan mengenai mukanya yang pucat dan agak suram. Dia merasakan sakit yang menyengat di hidungnya sebelum dia dengan cepat terduduk di tanah. Semua teman kelasnya mengelilingi figurnya, mata terbuka lebar seperti akan keluar dari tempatnya.

"Jung Hyemi! Hidungmu berdarah!" Seorang pria berkata lalu dia mengarahkan jari telunjuknya ke hidungnya yang memerah. Perlahan dan ragu-ragu, dia meraih hidungnya dan dia bisa merasakan cairan kental keluar dari kedua lubang hidungnya.

Cairan merah cerah di jarinya, dia hanya berkedip saat melihatnya. Hyemi tau itu adalah darah dan dia seharusnya berlari ke toilet atau UKS, tapi otaknya tidak cukup cepat untuk memerintah ototnya untuk bekerja. Dia terlalu syok, dan dia rasa itulah kenapa impulsnya tidak efesien pada saat itu.

"Wah apa yang terjadi?" Jimin menerobos kerumunan siswa. Seperti yang lain, dia punya ekspresi kaget yang sama.
"Kau-"

"Yah Hyemi, kenapa kau masih duduk?! Pergi ke toilet atau apapun! Ada darah!" Laki-laki lain berseru, memotong perkataan Jimin.

Hyemi mengangkat kepalanya lalu matanya melihat setiap teman kelas disekitarnya. Mereka sedang melihatnya, tapi tidak seorangpun memberikannya bantuan. Itu normal. Mereka hanya menjadi diri mereka sendiri seperti biasanya.

Mata Hyemi membulat kaget ketika Jimin tiba-tiba mendorong laki-laki disampingnya, berjalan menuju Hyemi yang masih tidak menyadari keadaannya saat ini.

Dia berlutut tepat di depan Hyemi dan memiringkan kepalanya untuk dapat melihat lukanya. Ketika dia tau itu tidak serius, dia mengangguk.

"Kau baik-baik saja?" Dia berkata dengan ramah. Itu sikap yang jarang terjadi pada Jimin namun, Hyemi mengangguk. Walaupun di dalam sana dia kaget dengan tindakan tiba-tiba nya.

"Ayo." Laki-laki itu mengambil tangannya dan menariknya untuk bangkit.
Dia memperhatikan bahwa Hyemi sedang bingung dan tidak yakin bagaimana untuk bereaksi, jadi dia memberikannya senyuman yang meyakinkan. Dia tidak bisa berbohong pada dirinya sendiri bahwa perempuan yang ia lihat di jembatan dulu, dia lucu apalagi ketika dia sedang melamun.

Hyemi mengerutkan alisnya. Dia kaget pada laki-laki yang tadi menghinanya, sekarang sedang memegang tangannya, membawanya ke tempat yang tidak ia ketahui. Tiba-tiba, dia merasakan perutnya bergejolak sedikit pada kontak fisik itu.

"Kita akan pergi kemana?"

"Hidungmu berdarah, Hyemi. Ayo pergi ke UKS. Ummm... tapi dimana letak UKS berada ngomong-ngomong?"

Itu lucu ketika yang memaksa untuk membawanya ke UKS berakhir dengan menanyakan arah padanya. Dia mendorong tangannya sedikit sebelum dia menunjuk ke sebuah lorong

"Disana."

"Ah benarkah?" Dia tersenyum malu-malu dan mengusap leher belakangnya. Sebuah tawa lembut keluar dari mulutnya lalu dia melihat ke lantai. Warna merah terbentuk di pipinya sebelum dia membuntuti gadis itu dari belakang, berjalan menuju lorong itu.

Mengabaikan sakit di hidungnya, dia mengambil kesempatan untuk melirik laki-laki di belakangnya. Bukannya dia tidak bersyukur ada seseorang yang membantunya tapi dari semua siswa, kenapa Jimin?

Kenapa Jimin menolongnya padahal dia tadi menghinanya?

"Ngomong-ngomong Jimin, aku tidak tau apakah hanya aku tapi... umm... kau bertingkah aneh?"

"Park Jimin? Kau mengenalnya?" Si pirang bertanya saat langkahnya tiba-tiba terhenti.

Smile / pjmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang